Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mengapresiasi gerak cepat Presiden Prabowo Subianto yang mengambil langkah strategis menyelamatkan gelombag pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja PT Sri Rejeki Isman setelah perusahaan Tbk itu dinyatakan pailit.

Adapun misi penyelamatan puluhan ribu karyawan raksasa tekstil itu langsung diambil Prabowo dengan mengutus empat kementerian menangani masalah itu, keputusan itu diambil Prabowo beberapa hari setelah dilantik.

Adapun empat kementerian yang dilibatkan dalam misi ini adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Tenaga Kerja.

Baca Juga: Misi Penyelamatan Sritex, Menaker yakin Puluhan Ribu Karyawan Bisa Lolos dari Badai PHK

“Saya mengapresiasi gercep (gerak cepat) Presiden dengan memerintahkan empat menterinya untuk menangani kasus potensi PHK di PT. Sritex akibat dipailitkan,” kata Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jumhur Hidayat kepada wartawan Kamis (31/10/2024).

Menurutnya ada banyak faktor yang memicu jatuhnya perusahaan sekaliber PT Sritex, salah satunya adalah minimnya perhatian pemerintah pada industri tekstil dalam negeri, padahal perusahaan tekstil itu menyerap puluhan ribu tenaga kerja.

“Kita tahu memang urusan tekstil dan produk tekstil (TPT) termasuk alas kaki ini tidak diperhatikan serius oleh pemerintah sebelumnya. Padahal industri ini telah menyerap banyak tenaga kerja,” ujarnya.

Selain itu, faktor lainnya melatarbelakangi tumbangnya PT Sritex kata Jumhur adalah impor bahan baku, pakaian hingga alas kaki dari luar negeri yang dinilai sudah kebablasan, hal ini justru bikin tiarap industri dalam negeri, kondisi ini diperparah dengan maraknya penyulundupan dari China dan penerbitan Permendag Nomor 8 tahun 2024 yang memberi kemudahan impor termasuk untuk produk TPT. 

Baca Juga: Pertemuan Prabowo-Mega Bukan Politik Dagang Sapi

“Sebelum ada Permendag No 8/2024 saja kita sudah dibanjiri barang impor dan selundupan. Nah sudah jelas kalangan industriawan menjerit, sementara serikat buruh/serikat pekerja unjuk rasa berkali-kali ke Kantor Kementerian Perdagangan tapi dianggap angin lalu saja. Pemerintah saat itu memang buta dan tuli atas aspirasi rakyatnya,” tutupnya.