Sejumlah perbaikan dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas destinasi pariwisata di Tanah Air, terutama kawasan Bali. Sebagaimana diketahui, kota yang dijuluki sebagai The Island of Paradise itu menjadi salah satu destinasi pariwisata Indonesia yang banyak dikunjungi oleh para pelancong, bukan hanya lokal melainkan juga turis mancanegara.

Sayangnya, kondisi Pulau Dewata Bali kini dianggap sudah terlalu padat akan pembangunan kawasan wisata. Pada akhirnya, mencuat sejumlah kebijakan pemerintah untuk meningkatkan destinasi wisata di sana. Salah satunya melalui moratorium pembangunan hotel di Bali.

Apa itu moratorium pembangunan hotel di Bali? Dan, sudah sejauh mana rencana kebijakan yang dicanangkan pemerintah ini? Berikut Olenka sajikan berbagai informasi terkait seperti dirangkum dari sejumlah sumber, Jumat (6/9/2024).

Dicanangkan Mas Menteri

Rencana moratorium pembangunan hotel di Bali merupakan inisiasi yang diusulkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf RI), Sandiaga Salahuddin Uno. Dalam keterangannya, pria yang karib dengan panggilan Mas Menteri ini mengaku akan menangguhkan izin atau moratorium pembangunan hotel untuk menjaga kualitas pariwisata di Tanah Air, termasuk di Bali bagian selatan. 

"Ada beberapa kebijakan yang segera dirampungkan pemerintah, terutama melihat potensi kepadatan yang membuat situasi tidak aman dan tidak nyaman. Khususnya di beberapa destinasi di Bali Selatan juga beberapa destinasi lain di luar Bali yang mengalami permasalahan yang sama," ujar Sandiaga Uno dalam siaran pers seperti dikutip dari laman resmi Kemenparekraf RI, Jumat (6/9/2024).

Selain moratorium pembangunan hotel, kata Sandi, rencananya akan diberlakukan sejumlah kebijakan lainnya. Misalnya, penghentian konversi dari lahan pertanian menjadi lahan komersial, hingga moratorium sejumlah fasilitas dan akomodasi pariwisata yang dinilai tidak memiliki aspek keberlanjutan.

Baca Juga: Dapat Dukungan Penuh dari The Apurva Kempinski Bali, Chef Kadek Sumiarta Siap Jadi Wakil Indonesia di Global Finale Paris 2024

Nantinya, rangkaian kebijakan yang dicanangkan ini akan dibawa ke rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk ditetapkan sejumlah langkah yang dibutuhkan. 

"Kita harus mengambil langkah-langkah yang tegas melalui kebijakan yang legal sehingga ancaman seperti over-tourism, permasalahan sampah termasuk sampah, pelanggaran hukum oleh wisatawan, hingga lapangan kerja yang diambil secara ilegal oleh oknum warga negara asing bisa dihentikan," tutur Sandiaga.

Kendalikan Alih Fungsi Lahan Sawah

Sementara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali telah mengusulkan, agar pemerintah pusat menerbitkan moratorium perizinan pembangunan vila di kawasan Sarbagita yang mencakup wilayah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.

Menukil dari laman Kompas,  lahan sawah di Bali dinilai semakin menyusut karena peralihan fungsi menjadi bangunan vila selama beberapa waktu terakhir. Lantaran hal itu, Penjabat Gubernur (Pj) Bali Sang Made Mahendra Jaya menilai, moratorium menjadi  upaya pemerintah untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah di Bali. 

Mahendra juga menegaskan, moratorium dilakukan bukan untuk memperketat perizinan pembangunan vila di Bali. Melainkan, ditata kembali perizinannya.

"Itu salah satunya (vila dijadikan pabrik Narkotika), biar kita tata dulu. Itu biar ditata dulu lah perizinan pembangunannya kita tidak ingin sawah kita berubah menjadi vila, khusus di kawasan Sarbagita," ujar Mahendra Jaya saat menghadiri upacara Pengeruwakan Rencana Pembangunan Bali Urban Subway atau LRT di Central Park, Kuta, Badung, Bali,  Rabu (4/9/2024).

Baca Juga: Chef Muda Bali Siap Harumkan Nama Indonesia di Kejuaraan Internasional

Mendapat Sambutan Baik

Rencana moratorium yang diusulkan oleh Mas Menteri ini disambut baik oleh kalangan pelaku usaha pariwisata di Bali. Pasalnya, di Bali Selatan seperti Kabupaten Badung, dinilai begitu padat akan wisatawan sehingga menimbulkan kemacetan di sejumlah titik.

Menukil dari pemberitaan CNBC Indonesia, Sekretaris Jenderal Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengungkap, sudah banyak komplain yang diterimanya dari masyarakat terkait kemacetan di wilayah tersebut. Sebab itu, ia sangat menyetujui adanya rencana moratorium pembangunan hotel di Bali.

"Saya sendiri sangat setuju (dengan adanya rencana moratorium). Karena kalau semua daerah dibangun menjadi bangunan, di mana keindahan alamnya lagi? Pertama, keindahan alamnya hilang, kemudian yang kedua juga terjadi kepadatan penduduk," kata Maulana.

Dilansir dari CNBC, Wakil Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali Rai Suryawijaya mengungkap, suplai hotel room di Bali sudah mencapai 157 ribu, dan di Bali bagian Selatan jumlahnya 123 ribu.

“Hampir 71% ada di Bali Selatan. Kalau nggak di-stop akan berdampak kemacetan luar biasa," tutur Bali Rai.

Tercatat sejumlah wilayah di Bali Selatan yang dinilai sebagai wilayah terpadat di antaranya adalah Seminyak, Kuta, Legian, Jimbaran, Benoa, Nusa Dua, dan Uluwatu.

Raih berharap, pemerintah tetap konsisten dengan rencananya melakukan moratorium pembangunan hotel di Bali tersebut. Pasalnya, kata Rai, ia sudah menyarankan pemerintah untuk membuat riset sharing capacity di Bali sejak 2018 lalu.

Baca Juga: Amartha dan KTH Giri Amerta Tanam 2.000 Pohon di Koridor Satwa Liar Hutan Bali Barat

"Situasi ini perlu ditutup dulu, jangan lihat sekarang aja penuh, yang dibangun ekosistem dulu yang urgent. Jangan sampai karena pilkada baru omong, setelah itu nggak konsisten mereka sendiri kasih izin bahkan ada oknum yang melanggar," tegas Rai.

Merujuk pada data PHRI, jumlah hotel dan akomodasi yang tersebar di Tanah Air mencapai 29.005 unit dengan total 747. 066 kamar. Terdapat lebih dari 61.000 listing Airbnb di Indonesia, dengan sekira 34.000 di antaranya berlokasi di Bali. Melalui langkah moratorium ini diharapkan dapat meningkat standar pelayaran dan pengalaman wisata yang lebih baik.