Nggak afdol rasanya jadi warga Jakarta kalau belum pernah icip Bakso Lapangan Tembak. Yap, rasanya yang khas, terutama bakso uratnya, bikin siapa pun ketagihan.Tapi siapa sangka, bisnis kuliner yang kini punya ratusan outlet di berbagai daerah, dulunya bermula dari bakso pikulan sederhana.

Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono adalah sosok di balik kesuksesan bisnis Bakso Lapangan Tembak. Berkat tangan dinginnya, ia berhasil menyulap ‘nasib’ bakso pikulan menjadi resto beken yang ramai pengunjung.

Lantas seperti apa sosok Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono dan perjalanannya merintis Bakso Lapangan Tembak? Berikut ini Olenka sajikan sejumlah informasi terkait seperti dikutip dari berbagai sumber, Senin (28/7/2025).

Baca Juga: Mengenal Sosok Haji Syamsalis, Owner Sabana Fried Chicken

Profil Singkat 

Semasa hidupnya, sosok Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono dikenal akrab dengan nama Widyanto. Pria kelahiran 15 Juni 1949 ini menempuh pendidikan hingga tingkat sekolah menengah atas, dan tercatat sebagai alumni STM 1 Solo.

Perjalanan hidup Widyanto adalah kisah inspiratif tentang kegigihan. Ia memulai langkah dari berjualan bakso dengan pikulan di bahu, menyusuri jalanan demi menghidupi keluarga. Siapa sangka, dari usaha kecil itu, ia tumbuh menjadi pengusaha tangguh yang berhasil membangun jaringan waralaba dengan ratusan restoran yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Widyanto berpulang di Surakarta, Jawa Tengah, pada 9 Juli 2011, genap usia 62 tahun. Meski telah tiada, warisan semangat, kerja keras, dan cita rasa khas bakso buatannya terus hidup dalam setiap mangkuk yang dinikmati banyak orang hingga hari ini.

Awal Perjalanan Bisnis

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, mendiang Widyanto merintis usahanya sebagai penjual bakso pikulan. Menariknya, pekerjaan ini sudah ia lakukan sejak masih duduk di bangku 2 SMP.

Setelah menamatkan pendidikan menengah atasnya, Widyanto memutuskan merantau ke Jakarta. Dengan hanya bermodal uang Rp1.200, ia melanjutkan profesinya sebagai pedagang bakso keliling di ibu kota—menyusuri gang demi gang sambil memikul dagangannya setiap hari.

Namun, berdagang di Jakarta bukan perkara mudah. Widyanto kerap harus berhadapan dengan petugas ketertiban, hingga terpaksa kucing-kucingan agar bisa tetap berjualan. Tak jarang, ia harus pulang dengan tangan kosong karena bakso dan peralatan dagangan disita petugas.

Baca Juga: Mengenal Azis Ahmad Firman, Sosok di Balik Kesuksesan Jatinangor House

Awal Mula “Bakso Lapangan Tembak Senayan”

Seiring waktu, Widyanto mengganti pikulannya dengan gerobak dorong. Meski cara berdagangnya masih sama, berkeliling keluar masuk permukiman, setidaknya bahunya tak lagi harus menahan berat beban.

Saat siang hari, Widyanto biasanya keliling di kawasan Petamburan, Slipi, Pejompongan dan Gelora Senayan. Sementara di malam hari, ia bergeser ke kawasan Lapangan Tembak Senayan dan mendapat pelanggan tetap.

Hingga akhirnya, pada 1982, Widyanto memutuskan berjualan setiap hari di luar pagar kompleks Lapangan Tembak Senayan. Pelanggannya pun semakin banyak, didominasi oleh para atlet. Mulai dari atlet pelatnas atletik, bulu tangkis, renang, dan menembak. 

Saking ramainya pembeli, ia pun dipersilakan berjualan hingga ke dalam komplek pada 1983. Bahkan, ia juga diizinkan membuka warung kecil di lokasi parkir. Sejak saat itulah, bakso milik Widyanto dikenal pelanggan dengan sebutan Bakso Lapangan Tembak Senayan.

Saat itu, Widyanto kembali diuji. Tepatnya pada 1990, warung kecil tempatnya berjualan harus digusur untuk pembangunan hotel berbintang. Beruntung, ia sudah mempersiapkan diri dan telah menyewa tempat lain yang berada di seberang lapangan tembak.

Buka Cabang di Puncak Bogor hingga Mal

Di awal perjalanan bisnisnya, Widyanto juga sudah membuka cabang pertamanya, Outlet kedua setelah Lapangan Tembak Senayan, dibukanya di Puncak Cimacan Bogor, Jawa Barat. Di mana, dulu ini merupakan jalur utama menuju Bandung dan daerah wisata sekitar.

Lantaran pemilik lahan masih bagian dari keluarga Widyanto, ia pun mendapatkan izin untuk berjualan di sana. Bakso Lapangan Tembak semakin dikenal oleh masyarakat luas dan tak pernah sepi pembeli.

Sejak saat itu, Widyanto yang juga dibantu istrinya percaya diri melakukan ekspansi bisnis ke berbagai daerah, terutama di pusat perbelanjaan. Mengutip dari laman Okezone, Agung-–putra sulung Widyanto—mengungkapkan bahwa hampir 80 persen outlet Bakso Lapangan Tembak berada di pusat perbelanjaan. 

Pemilihan lokasi di mal bukan tanpa alasan. Strategi ini dilakukan untuk mengangkat citra bakso, yang dulunya identik dengan makanan kaki lima, menjadi sajian yang bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke atas.

Baca Juga: Berkenalan dengan Iksan Juhansyah, Sosok di Balik Kesuksesan D'Kriuk Fried Chicken

Bertahan di Era Krisis Moneter

Krisis moneter 1998 tak hanya mengguncang ekonomi Indonesia, tapi juga menghantam bisnis Bakso Lapangan Tembak yang kala itu tengah menanjak. Puluhan outlet di wilayah Jabodetabek dijarah massa, dan dalam beberapa bulan, omzet menurun drastis. Padahal, ratusan karyawan menggantungkan hidupnya dari bisnis ini.

Namun, alih-alih melakukan pemutusan hubungan kerja, Widyanto memilih untuk mempertahankan seluruh karyawannya. Ia bahkan meyakinkan mereka agar tetap bertahan dan tidak pulang kampung, meski kondisi perusahaan sedang terpuruk.

Agung, putra Widyanto, ikut merasakan beratnya masa itu. Beberapa mobil di Kemandoran, sebidang tanah, hingga aset lainnya yang dikumpulkan dengan susah payah, terpaksa dijual untuk menghidupi para karyawan dan menjaga kelangsungan bisnis. Demi berhemat, Agung pun rela berjalan kaki ke sekolah dan naik angkot untuk magang di outlet-outlet bakso.

Beruntung, tahun 2000 mulai terlihat titik terang. Bisnis kembali tumbuh dan mulai merambah ke kota-kota besar, bahkan menyeberang ke luar Pulau Jawa. 

Hingga pada 2005, Bakso Lapangan Tembak mulai memperkuat fondasi bisnisnya dengan manajemen yang lebih modern dan sistem kerja sama yang seragam, hingga kini berhasil memiliki lebih dari 125 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Meski sang pendiri telah tiada, semangat dan pondasi usaha yang dibangun Ki Ageng Widyanto Suryo Buwono terus hidup lewat tangan generasi kedua, Adi Agung Nugroho. Sebagai penerus Bakso Lapangan Tembak, Agung tak hanya mewarisi bisnis, tetapi juga nilai-nilai yang ditanamkan sang ayah yakni menjaga standar mutu, terus berinovasi, dan berusaha menjadi yang terbaik. 

Warisan itu bukan sekadar usaha, melainkan amanah untuk terus menghidupkan cita rasa, semangat kerja keras, dan konsistensi yang telah membawa nama Bakso Lapangan Tembak dikenal di seluruh penjuru negeri.