Putra kedua Pendiri Astra International, William Soeryadjaya, Edwin Soeryadjaya dikenal sebagai pengusaha sukses yang mandiri yang tak mau bergantung sepenuhnya pada nama besar dan pengaruh sang ayah. 

Garis start sepak terjang Edwin di kancah bisnis Tanah Air memang dimulai dari Astra International, perusahaan yang didirikan sang ayah, namun laki-laki kelahiran Jakarta 17 Juli 1949 itu memilih merintis usahanya sendiri yang kesemuanya diupayakan dari nol. Menjadi pebisnis adalah bakat alamiah Edwin diwariskan dari orang tuanya. 

Baca Juga: Menteri Abdul Mu'ti Khawatirkan Fenomena Migrasi Otak Generasi Muda Indonesia

Sebelum benar-benar dilepas mengarungi belantara bisnis Tanah Air, Edwin diberi kesempatan menimba ilmu di perusahaan sang ayah begitu ia menuntaskan studi akademiknya di University of Southern California. Di kampus ini Edwin meraih gelar sarjana di jurusan Administrasi Bisnis. 

Di perusahaan milik sang ayah Edwin berhasil membuktikan dirinya lewat  berbagai gebrakan, salah satunya adalah membuat Astra menjadi perusahaan publik yang mempublikasikan lembaran sahamnya melalui BEI.

Pada saat itu, IPO dari Astra menjadi yang terbesar di Indonesia dengan kode emiten ASII. Kesuksesan besar diraih Astra ini berangkat dari ide Edwin yang mencetus sebuah ide penataan kembali dalam struktur keuangan perusahaan Astra.

****

Kesuksesan di Astra membuat Edwin semakin percaya diri untuk memulai bisnis sendiri tanpa bayang-bayang sang ayah bersama nama besar Astra. Sebagai pebisnis pemula yang memulai usaha sendiri Edwin bersusah payah dan harus bekerja keras selama lima tahun mendirikan Saratoga Investama Sedaya yang akhirnya dikenal publik sebagai salah satu perusahaan investasi terkemuka di Indonesia. 

Saratoga Investama Sedaya tak hanya bergerak di bidang investasi, namun perusahaan dengan kode emiten SRTG itu juga menyasar sektor lain salah satunya adalah bidang sumber daya alam dan infrastruktur.

Baca Juga: Seikat Anggrek dari Prabowo untuk Ibu Mega

Kesuksesan besar bersama Saratoga mengantarkan Edwin ke perjalan berikutnya, pada 2004 ia menjadi presiden komisaris PT Adaro Energy, sebuah perusahaan batu bara terbesar ke dua di Indonesia yang baru berdiri di tahun itu.