Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencanangkan program food estate sebagai solusi terhadap ancaman krisis pangan. Dalam penjelasannya, program lumbung pangan nasional yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut menjadi tanggung jawab berbagai kementerian, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Pertanian, hingga Kementerian Pertahanan.

"Food estate (lumbung pangan) itu dibangun dalam rangka mengantisipasi krisis pangan. Hati-hati, semua kawasan, semua negara sekarang ini menghadapi yang namanya krisis pangan," ujar Presiden Jokowi di Jakarta, Jumat (18/08/2023).

Baca Juga: Jalan Terjal Pemerintahan Prabowo Wujudkan Pertumbuhan Ekonomi 8%

Food estate di era Jokowi telah dijalankan di Provinsi Kalimantan Tengah dengan lahan seluas 30.000 ha. Dikerjakan di lahan bekas pengembangan lahan gambut, food estate di Kalimantan ditanami jagung. Sayangnya, proyek ini dinilai gagal dan akan dipindahkan ke Papua.

Prabowo Boyong Program Food Estate ke Papua

Pemerintahan Prabowo Subianto mengaku akan meneruskan program food estate yang telah dijalankan selama era Jokowi serta berencana mengalihkan program lumbung pangan nasional itu dari Kalimantan ke Papua, tepatnya di Kabupaten Merauke. Hal itu disampaikan oleh anggota dewan pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo yang juga ekonom senior INDEF, Drajad Wibowo.

"Food estate yang sekarang dikembangkan di Kalimantan menghadapi berbagai persoalan karena tanah tidak terlalu subur, top soil-nya sedikit, sehingga kurang cocok untuk beberapa hal," jelasnya belum lama ini.

Drajad mengatakan, tanah Kalimantan dinilai tidak terlalu subur untuk beberapa jenis tanaman. Oleh karena itu, Pemerintahan Prabowo memilih untuk mengembangkan program lumbung pangan ke Merauke karena tanahnya dinilai lebih baik. Sayangnya, infrastruktur di Merauke belum memadai.

"Di Merauke tanahnya flat, luas, tapi memang infrastrukturnya kurang. Meski begitu, secara agrikultur sangat bagus," tegas Drajad.

Kabupaten Merauke diketahui merupakan kabupaten terluas di Provinsi Papua. Luas wilayahnya mencapai 46.791,63 km² atau 4.679.163 ha, setara dengan 6,73% dari luas Provinsi Papua yang mencapai 315.092 km². Sebagian besar wilayah Kabupaten Merauke terdiri dari daratan rendah dan berawa, serta daratan tinggi di beberapa kecamatan padalaman bagian utara.

Food Estate Papua Cakup Lahan Seluas 2 Juta Hektare

Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, menjelaskan bahwa food estate Merauke akan dikembangkan secara bertahap hingga mencapai 2 juta hektare (ha) lebih yang dibagi ke dalam 5 kluster. Porgram tersebut diharapkan mewujudkan swasembada beras pada tahun 2027 serta memenuhi kebutuhan gula dan bioetanol setahun kemudian.

"Kami saat ini sedang menyelesaikan berbagai regulasi terkait food estate di Papua. Yang sudah diputuskan di akhir nanti akan ada 2 juta hektare," ujar pria yang biasa disapa Tiko ini, Selasa (19/2/2024).

Sementara itu, belum ada anggaran khusus untuk program food estate di Papua tersebut. Hanya saja, diketahui bahwa anggaran ketahanan pangan di tahun 2025 mendatang meningkat 8,83%; menjadi Rp124,4 triliun dari Rp114,3 triliun pada tahun ini. Anggaran ini akan digunakan untuk memperkuat seluruh lini proses penguatan pangan di Indonesia pada tahun pertama Presiden Prabowo Subianto menjabat.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dana tersebut akan digunakan untuk mendukung rantai pasok pangan mulai dari praproduksi hingga konsumen. Pada level praproduksi, dana tersebut di antaranya digunakan untuk bantuan alat tangkap ikan sebanyak 10.000 unit, subsidi pupuk sebanyak 8,5 juta-9,5 juta ton, bantuan alat dan mesin pertanian sebanyak 1.012 unit, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Mengulik Target Ambisius Prabowo Bawa Ekonomi Indonesia Tumbuh 8%, Mungkinkah?

Pada tingkat produksi, anggaran ketahanan pangan salah satunya dialokasikan untuk food estate. "Kemudian, juga untuk pencetakan sawah sebanyak 250.000 hektare, pengembangan kawasan padi seluas 485.000 hektare, dan lainnya," jelas Sri Mulyani.

Pada tingkat distribusi, anggaran itu digunakan untuk mengembangkan pelabuhan logistik, pembangunan jalan sepanjang 49.782 km, jalur kereta api sebagai jalur logistik, dan lainnya. Sementara itu, dari sisi pemasaran, anggaran ketahanan pangan dialokasikan untuk beberapa hal, seperti cadangan pangan, subsidi cadangan pangan, stabilisasi pasokan, dan harga pangan.

"Selanjutnya, di level konsumen akan digunakan untuk program makan bergizi gratis, kartu sembako, serta pemberian makan tambahan balita berisiko stunting," kata Sri Mulyani.

Tarik Investor

Meski telah didukung dana APBN, proyek food estate Merauke akan membuka kesempatan investasi bagi pihak swasta. Pasalnya, infrastruktur penunjang di Merauke masih minim.

"Accessibility di Merauke masih sangat rendah, transportasi dari Merauke ke daerah lain akan jadi persoalan. Ada logistic cost yang cukup besar. Nah, itu akan jadi potensi di swasta untuk bergerak di transportasi dan logistik, kita akan genjot dari sana," jelas anggota dewan pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo yang juga ekonom senior INDEF, Drajad Wibowo.

Hal itu juga sejalan dengan harapan Jokowi saat pertama kali mencanangkan program food estate. Jokowi menyatakan tidak mau lagi proyek food estate dibiayai anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN) sehingga ia ingin food estate digarap dengan uang investor. "Yang kita dorong sekarang ini adalah investasi, bukan dari APBN," kata Jokowi.

Kritik dari Sejumlah Pihak

Ingin mencetak 1 juta hektare sawah, program food estate Papua nyatanya mendapat kritikan dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat (PUSAKA). Menurut Franky Samperante, Direktur PUSAKA, sejumlah lokasi proyek ini berada pada kawasan hutan adat dan terdapat lokasi dengan nilai konservasi tinggi. Perwakilan pemilik tanah di Distrik Ilwayab, Marga Gebze Moyuend, dan Gebze Dinaulik, menyatakan bahwa tanah mereka telah telah digusur.

"Proyek ini melanggar hak hidup, hak masyarakat adat, dan merusak lingkungan hidup sebagaimana terkandung dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan, serta prinsip Free Prior Informed Consent," kata Franky.

Sementara itu, kritikan lain datang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua. Hal itu disampaikan oleh Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, "Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, beserta 10 perusahaan pengemban Proyek Strategis Nasional di Merauke, kami minta segera menghentikan penghancuran Taman Nasional, Suaka Margasatwa, dan Cagar Alam yang dilindungi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Papua dan Kabupaten Merauke."

Pemerintah Dinilai Tak Belajar dari Rezim Sebelumnya

Program food estate di Papua sebenarnya bukanlah hal baru. Di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), program serupa bernama Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) sudah ada. Proyek yang diharapkan mencakup area 1,2 juta hektare disebut malah melahirkan banyak persoalan dibanding manfaat bagi Masyarakat Adat dan Orang Asli Papua.

Baca Juga: Mengintip Bisnis Haji Isam di Tanah Papua

"Belajar dari pengalaman MIFFE, pembangunan food estate yang rakus lahan menjadi salah satu bentuk pelanggaran terhadap hak dasar Masyarakat Adat dan Orang Asli Papua. Mengulang program ini dengan kebijakan baru, sama artinya dengan mendesain sebuah skema pelanggaran HAM baru terhadap Masyarakat Adat dan Orang Asli Papua," sebut Aiesh Rumbekwan, Direktur Eksekutif WALHI Papua.

WALHI Nasional dan WALHI Papua menyebut, penolakan terhadap program food estate Papua merupakan konsekuensi logis. Pasalnya, program tersebut tidak menjawab persoalan pokok yang dihadapi Papua. WALHI menegaskan, satu-satunya cara bagi pemerintah untuk memperlihatkan keberpihakannya terhadap Papua adalah menaruh fokus pada pekerjaan pemenuhan daulat Orang Asli Papua atas tanah, hutan, dan hak lainnya.