Seperti yang disampaikan Pram, pengelolaan parkir dengan teknologi TPE juga semua serba digital, juru parkir juga tetap diberdayakan untuk menjaga mesin TPE dan mengatur kendaraan yang keluar masuk.
Pengelolaan parkir dengan cara seperti ini sempat berjalan dengan sangat maksimal.
Kendati mendapat protes dari segelintir orang, namun pengelolaan parkir lewat teknologi TPE diterima dengan sangat baik oleh mayoritas warga Jakarta.
Mereka merasa lebih aman menggunakan jasa parkir resmi yang dikelola pemda ketimbang parkir liar yang dikelola preman. Mereka tak lagi menjadi korban pemalakan juru parkir di lapak liar.
Adapun tarif yang berlaku saat itu juga bersahabat, untuk kendaraan roda dua dipatok harga Rp200 per jam, untuk mobil Rp5.000 per jam dan Rp 8.000 satu jam untuk truk atau bus.
Kendati sukses diterapkan di sejumlah titik di Jakarta, namun program pengelolaan parkir warisan Ahok menjadi terbengkalai di era Anies Baswedan, dia ogah meneruskan program itu dengan segudang alasan yang tak jelas.
Mirisnya mesin-mesin penghitung yang sudah terpasang di berbagai titik dibiarkan begitu saja, rusak dan tak berfungsi lagi. Alat itu kini hanya menjadi pajangan yang bikin rusak estetika kota, tak ada upaya perbaikan di era Anies Baswedan, sejak saat itu pula parkir liar yang sebenarnya sudah berhasil ditertibkan kembali menjamur.