Aksi premanisme di Jakarta masih marak terjadi, aksi yang meresahkan warga itu masih tumbuh subur di berbagai lini, salah satu yang menjadi sarang para premanisme adalah lahan parkir liar.
Lapak-lapak parkir liar yang dikuasai kelompok tertentu jamak ditemukan di berbagai tempat di Jakarta. Di ruang-ruang seperti ini juru parkir kerap mematok harga sesuka hati dan cenderung melakukan pemalakan.
Kantong parkir seperti ini sebenarnya menjadi salah satu sumber penyumbang pendapatan daerah jika Pemda berani bertindak tegas dan mengambil alih pengelolanya. Namun sayang pemerintah justru terkesan memaklumi hal ini, jarang sekali ada upaya penertiban.
Mirisnya lagi hanya beberapa kilometer dari Kantor Gubernur Jakarta dan kantor DPRD Jakarta, bisnis parkir liar justru tumbuh subur dan tak tersentuh sama sekali, seperti lapak parkir liar kawasan Kebun Kacang, Tanah Abang yang menarget para pegawai atau pengunjung pusat perbelanjaan di daerah sekitar.
Baca Juga: Ketika Ahok Mengingat Lagi Kata-kata Fenomenal Anies Baswedan
Atau lapak parkir liar di pusat kuliner di Kawasan Sabang yang kerap kali bikin macet sepanjang waktu dan bikin semrawut pemandangan kota.
Desas desusnya, banyak lapak parkir liar di Jakarta dibekingi orang-orang tertentu yang punya kekuasaan, sehingga petugas sukar menyasarnya, namun isu itu hingga kini belum terbukti kebenarannya.
Calon Gubernur Jakarta untuk Pilgub 2024, Pramono Anung, baru-baru ini mencetus program penertiban parkir liar dan premanisme di Jakarta, politisi PDI Perjuangan itu sampai mencari kiat-kiat pemberantasan parkir liar dan premanisme kepada Gubernur terdahulu Fauzi Bowo (Foke).
Pram sapaan Pramono Anung mengaku tak bakal tinggal diam dengan masalah-masalah sosial seperti ini jika kelak dirinya terpilih menjadi Gubernur Jakarta.
"Kalau itu ditertibkan, semua orang nurut. Selama yang mengelola parkir liar juga dilibatkan untuk penyelesaian pengembangan dan persoalan parkir di daerah itu. Tapi bukan premanisme ya, itu kita lawan," kata Pram baru-baru ini dilansir Olenka.id Jumat (5/9/2024).
Meniru Program Ahok
Penertiban parkir sebetulnya bukan sebuah upaya yang mudah dikerjakan, pemerintah boleh saja melakukan penertiban dengan mendatangi langsung kantong-kantong parkir liar.
Tetapi yang menjadi masalah, lapak parkir liar akan segera beroperasi kembali sesaat setelah petugas meninggalkan lokasi. Nyatanya Inspeksi dan sidak petugas tak memberi efek jerah. Bisnis ini terus menggeliat di Jakarta.
Penertiban parkir liar memang membutuhkan pendekatan khusus, pendekatan seperti itu juga sekaligus sebagai upaya meredam perlawan para premanisme yang menjadi bos di balik pengelola parkir liar itu.
Pram sudah mulai menggodok program ini, menurutnya, langkah awal untuk memulai penertiban adalah mengambil alih semua lapak dengan tetap memberdayakan para juru parkirnya sebagai pegawai, dengan begitu hasil pengelolaan parkir akan masuk ke kas daerah untuk dipergunakan membangun Jakarta. Nantinya sistem pembayaran bakal dilakukan secara digital.
"Sekarang kan udah era digitalisasi, semuanya harus dilakukan secara begitu. Nggak bisa katakanlah memberikan ruang kepada seseorang parkir liar," ujar Pram.
Sebetulnya apa yang yang digagas Pram bukan sebuah ide baru, jauh sebelumnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah mengerjakan hal ini.
Pada September 2014, yang menjabat Gubernur Jakarta memasang mesin parkir meter atau Terminal Parkir Elektronik (TPE) di sejumlah titik yang sebelumnya menjadi lapak parkir liar seperti di Jalan Sabang dan Kawasan Cikini Jakarta Pusat.
Seperti yang disampaikan Pram, pengelolaan parkir dengan teknologi TPE juga semua serba digital, juru parkir juga tetap diberdayakan untuk menjaga mesin TPE dan mengatur kendaraan yang keluar masuk.
Pengelolaan parkir dengan cara seperti ini sempat berjalan dengan sangat maksimal.
Kendati mendapat protes dari segelintir orang, namun pengelolaan parkir lewat teknologi TPE diterima dengan sangat baik oleh mayoritas warga Jakarta.
Mereka merasa lebih aman menggunakan jasa parkir resmi yang dikelola pemda ketimbang parkir liar yang dikelola preman. Mereka tak lagi menjadi korban pemalakan juru parkir di lapak liar.
Adapun tarif yang berlaku saat itu juga bersahabat, untuk kendaraan roda dua dipatok harga Rp200 per jam, untuk mobil Rp5.000 per jam dan Rp 8.000 satu jam untuk truk atau bus.
Kendati sukses diterapkan di sejumlah titik di Jakarta, namun program pengelolaan parkir warisan Ahok menjadi terbengkalai di era Anies Baswedan, dia ogah meneruskan program itu dengan segudang alasan yang tak jelas.
Mirisnya mesin-mesin penghitung yang sudah terpasang di berbagai titik dibiarkan begitu saja, rusak dan tak berfungsi lagi. Alat itu kini hanya menjadi pajangan yang bikin rusak estetika kota, tak ada upaya perbaikan di era Anies Baswedan, sejak saat itu pula parkir liar yang sebenarnya sudah berhasil ditertibkan kembali menjamur.