Selain dikenal dengan kekayaan alamnya, Indonesia juga punya banyak perusahaan legendaris yang tetap bertahan dari masa ke masa. Bahkan, beberapa di antaranya sudah memasuki generasi ketiga dan masih terus berkontribusi besar bagi perekonomian Tanah Air.

Menariknya, perjalanan perusahaan-perusahaan ini bukan hanya soal bertahan hidup, tapi juga soal bagaimana mereka beradaptasi dengan zaman. Dari bisnis keluarga yang sederhana hingga menjadi raksasa di bidangnya, masing-masing punya kisah inspiratif tentang inovasi, kerja keras, dan komitmen menjaga kepercayaan konsumen.

Berikut ini Olenka rangkum dari berbagai sumber, Sabtu (16/8/2025), deretan perusahaan keluarga yang masih bertahan hingga generasi ketiga.

1. Sampoerna

PT Hanjaya Mandala (HM) Sampoerna Tbk dikenal sebagai salah satu ikon industri rokok di Indonesia sekaligus perusahaan keluarga legendaris yang mampu bertahan lintas generasi. 

Bisnis ini pertama kali dirintis oleh Liem Seeng Tee pada tahun 1913, lalu dilanjutkan oleh anak keduanya, Aga Sampoerna. Di bawah kepemimpinan Aga, perusahaan bangkit dengan manajemen yang lebih rapi dan terus berkembang pesat.

Baca Juga: Bank Sampoerna Cetak Laba Bersih sebesar Rp11,2 Miliar Selama Semester I/2025

Tongkat estafet kemudian diteruskan kepada Putera Sampoerna, cucu pendiri yang lahir di Belanda pada 13 Oktober 1947. Putera mulai aktif di bisnis keluarga sejak 1977 dengan melakukan modernisasi distribusi dan strategi perusahaan. 

Pada 1986 ia resmi menjabat CEO menggantikan sang ayah, sebelum akhirnya kepemimpinan berlanjut ke generasi keempat melalui Michael Joseph Sampoerna pada tahun 2000.

Namun, babak baru dimulai pada 2005 ketika Putera Sampoerna menjual 40% saham keluarga di HM Sampoerna kepada Philip Morris International. 

Sejak itu, keluarga Sampoerna lebih fokus membangun bisnis lewat Sampoerna Strategic Group yang kini bergerak di berbagai sektor, mulai dari pertanian, keuangan, properti, telekomunikasi, hingga kayu. Selain itu, mereka juga mendirikan Putera Sampoerna Foundation yang dikenal sebagai pelopor lembaga bisnis sosial di Indonesia.

2. Djarum Group

Selain Sampoerna, ada juga Djarum yang turut menjadi ikon bisnis rokok ternama di Tanah Air. Tak kalah sukses, perusahaan yang didirikan oleh Oei Wie Gwan pada 1951 ini juga bertahan hingga beberapa generasi dan terus berekspansi hingga ke sejumlah lini bisnis. 

Setelah sang pendiri wafat, estafet kepemimpinan berpindah ke tangan dua putranya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono, yang kemudian membawa Djarum berkembang pesat sekaligus melebarkan bisnis ke berbagai sektor.

Generasi berikutnya pun mulai masuk ke jajaran pengelolaan. Dari keluarga Robert Budi Hartono, tiga putranya yakni Victor Rachmat Hartono, Martin Basuki Hartono, dan Armand Wahyudi Hartono menempati posisi strategis di grup usaha keluarga. Kehadiran mereka memperkuat tradisi bisnis lintas generasi yang selama ini menjaga eksistensi Djarum.

Victor kini memimpin Djarum Foundation sekaligus menjabat COO PT Djarum. Martin lebih dikenal sebagai CEO GDP Venture dan Komisaris Utama Blibli.com yang berfokus di sektor digital. Sementara Armand mengisi kursi Wakil Presiden Direktur BCA sejak 2016. 

Kehadiran tiga bersaudara ini menunjukkan bahwa Djarum bukan hanya bertahan, tapi juga terus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman lewat regenerasi dan diversifikasi bisnis.

Baca Juga: Kerajaan Bisnis Djarum Group

3. Salim Group

Kemudian, ada Salim Group yang dikenal sebagai perusahaan konglomerasi yang membawahi banyak lini bisnis terkenal seperti Indomie dan Indomaret. Didirikan oleh Liem Sioe Liong atau Sudono Salim pada 1972 , Salim Group juga menjadi salah satu perusahaan legendaris yang masih bertahan hingga saat ini.

Setelah kepemimpinan Sudono Salim, bisnis Grup Salim diteruskan oleh putra bungsunya, Anthoni Salim, yang berhasil membawa perusahaan kembali berkembang pesat setelah krisis 1998.

Di bawah Anthoni, Grup Salim memperluas ekspansi, baik di dalam maupun luar negeri, melalui berbagai akuisisi strategis. Beberapa langkah besar antara lain mengakuisisi PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (2007), terjun ke pertambangan lewat PT Amman Mineral Internasional Tbk (2016) dan kerja sama dengan PT Bumi Resources Tbk (2022).

Kemudian, membeli Pinehill Company Ltd. produsen Indomie di luar negeri (2020), menjadi pemegang saham utama PT DCI Indonesia Tbk, serta kembali ke bisnis perbankan melalui PT Bank Ina Perdana Tbk.

Meskipun kepemimpinan Salim Group saat ini masih dipegang oleh generasi kedua, generasi ketiga sudah mulai dilibatkan untuk mempersiapkan suksesi. Calon penerus perusahaan adalah Axton Salim, anak sulung Anthoni Salim dan cucu Sudono Salim. 

Sejak 2009, Axton telah menjabat sebagai Direktur Indofood dan Direktur PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), sekaligus memimpin Divisi Dairy serta memegang beberapa posisi penting lainnya.

4. Grup Bakrie

Anindya Bakrie kini memimpin generasi ketiga Bakrie Group, konglomerasi yang didirikan oleh kakeknya, Achmad Bakrie, pada 1942 dengan nama awal Bakrie & Brothers. Saat ini, ia menjabat sebagai Presiden Direktur perusahaan yang telah berkembang di berbagai sektor, mulai dari pertambangan, migas, properti, hingga media dan telekomunikasi.

Sebelum Anindya, kepemimpinan Bakrie Group berada di tangan ayahnya, Aburizal Bakrie, yang mengambil alih pada 1992. Di bawah arahan Aburizal, perusahaan berekspansi pesat dengan 10 anak usaha yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada 2004, Aburizal mundur dari jabatan untuk fokus pada karier politik, membuka jalan bagi Anindya untuk membawa arah baru pada bisnis keluarga.

Di bawah kendali Anindya, Bakrie Group mengembangkan lini media melalui ANTV dan Bakrie Telecom (BTel), termasuk produk layanan telekomunikasi seperti Esia Talk dan VIVALL. Pada 2007, ia juga mengakuisisi Lativi Media Karya dan mengubahnya menjadi TV One. Kedua stasiun televisi ini kemudian berada di bawah perusahaan induk Visi Media Asia (VIVA) yang dipimpin Anindya sebagai Direktur Utama.

Selain itu, Anindya menjabat sebagai komisioner PT Bakrie Sumatra Plantations Tbk (UNSP), PT Intermedia Capital Tbk (MDIA), dan Komisaris Utama PT VKTR Teknologi Mobilitas, anak perusahaan Bakrie yang bergerak di kendaraan listrik. VKTR resmi melantai di BEI pada 19 Juni 2023 dengan dukungan BYD Automobile dan berhasil menghimpun dana Rp875 miliar melalui IPO. Dari 11 anak usaha Bakrie Group yang tercatat di BEI, enam di antaranya masuk daftar pemantauan khusus, menunjukkan dinamika bisnis keluarga yang tetap menjadi sorotan publik.

Baca Juga: Mengenal Sosok dan Perjalanan Karier Aburizal Bakrie, Pengusaha hingga Politisi

5. Sinar Mas

Selanjutnya ada Sinar Mas Group yang juga saat ini tengah dipimpin oleh generasi ketiga mereka, Jesslyn Widjaja, yang tak lain adalah putri dari Franky Oesman Widjaja.

Lulusan UCLA ini diketahui tengah menempati posisi strategis sebagai Executive Director-Strategic Business Development di Golden Agri-Resources Ltd, perusahaan yang bergerak di sektor kelapa sawit di bawah naungan Sinar Mas Group. Ia telah memegang jabatan tersebut sejak Oktober 2011, menunjukkan peran aktif generasi penerus dalam mengembangkan bisnis keluarga.

Sinar Mas Group didirikan oleh Eka Tjipta Widjaja pada 1938 dengan menjual barang kelontong di Makassar pada usia 15 tahun. Kala itu, Eka muda masih menjajakan barang dagangannya dengan sepeda. Bisnisnya membesar hingga Eka mampu membuka toko kelontong grosir pada tahun 1949.

Singkat cerita, bisnis Eka berkembang pesat hingga ia berhasil membawa Sinar Mas Group sebagai salah satu konglomerasi bisnis terbesar dan terkuat di Indonesia saat ini. Berbagai lini bisnis digarap oleh grup ini, mulai dari pertambangan, agribisnis, kesehatan, properti, hingga keuangan.

Setelah Eka Tjipta Widjaja meninggal dunia di usia 98 tahun, Franky Oesman Widjaja yang tak lain adalah ayah Jesslyn sebagai generasi kedua meneruskan perjuangan sang ayah merintis bisnis keluarga tersebut.

6. Lippo Group

Pada Maret 2019, John Riady, cucu taipan properti Indonesia Mochtar Riady, resmi diangkat menjadi Chief Executive Officer (CEO) PT Lippo Karawaci Tbk, menandai keterlibatan generasi ketiga keluarga Riady dalam pengelolaan Lippo Group.

Lippo Group sendiri didirikan Mochtar Riady sejak 1950-an. Sejak 2005, ia tidak lagi memimpin bisnis keluarga dan mempercayakan pengelolaan perusahaan kepada kedua putranya, James dan Stephen Riady. Kini, generasi ketiga turut aktif mengembangkan bisnis Lippo, dengan John Riady sebagai salah satu penerus utama.

John Riady menyelesaikan pendidikan di bidang Filsafat, Politik, dan Ekonomi di Universitas Georgetown, meraih gelar MBA dari Wharton School of Business (Palmer Scholar), serta gelar Juris Doctor dari Columbia University Law School. Di Lippo Karawaci, ia memegang posisi Presiden Direktur sekaligus CEO.

Selain itu, John juga menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Siloam Internasional Hospitals Tbk dan Komisaris Matahari Department Store Tbk. Ia aktif di berbagai forum internasional, termasuk Indonesian APEC Business Advisory Council (ABAC), Dewan Eksekutif Wharton Business School Asia, dan sebagai Pemimpin Global Muda Forum Ekonomi Dunia (YGL).

7. Bluebird Group

Sigit Djokosoetono menjadi salah satu tokoh penting dalam bisnis Bluebird saat ini. Cucu pendiri taksi biru, Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono (Bu Djoko), Sigit menjabat sebagai Wakil Direktur Utama PT Blue Bird Tbk sekaligus Komisaris Bluebird Group Holding. Pada 2023, ia sempat menarik perhatian publik karena turun langsung menjadi sopir taksi armadanya saat menjabat Direktur Utama PT Blue Bird Tbk.

Bluebird sendiri didirikan pada 1972 oleh Bu Djoko. Setelah wafatnya pada 2000, bisnis keluarga diteruskan oleh generasi berikutnya, termasuk anak-anak Purnomo Prawiro dan Chandra Suharto. Salah satu putra Purnomo, Adrianto (Andre) Djokosoetono, kini menjabat sebagai Direktur Bluebird Group Holding sekaligus Direktur Utama PT Blue Bird Tbk. Andre merupakan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Bentley College, Massachusetts.

Baca Juga: Kisah Jatuh Bangun Mutiara Djokosoetono Mendirikan Bluebird

Di sisi lain, anak-anak Chandra Suharto juga aktif mengelola bisnis keluarga. Kresna Priawan Djokosoetono memegang posisi sebagai Direktur Utama Bluebird Group Holding dan Komisaris PT Blue Bird Tbk, dengan latar pendidikan dari Universitas Indonesia (UI) dan Asia Institute of Management, Filipina. Adiknya, Sigit Priawan Djokosoetono, saat ini menjabat Komisaris Bluebird Group Holding sekaligus Wakil Direktur Utama PT Blue Bird Tbk, lulusan Kampus Trisakti dan Simon School of Business, University of Rochester, New York.

Dengan struktur kepemimpinan ini, Bluebird terus mempertahankan posisi sebagai salah satu perusahaan transportasi ikonik di Indonesia, sekaligus menunjukkan kesinambungan keluarga dalam mengelola bisnis generasi ke generasi.