Untuk menggali lebih jauh dugaan markup anggaran whoosh, Mahfud bilang KPK juga  bisa memanggil DPR, hanya saja kata dia langkah ini sulit sebab ketika Rini Soemarno menjabat  Menteri BUMN, DPR melarang yang bersangkutan untuk hadir dalam rapat. Karenanya DPR dianggap tidak pernah memperoleh perkembangan terbaru soal proyek Whoosh.

"Agak susah manggil DPR karena waktu itu Rini Soemarno itu resmi menteri tapi tidak pernah boleh datang ke DPR. Waktu itu kan DPR menolak keberadaan Rini. Ini kan kacau nih sistem prosedurnya. Di mana letak pengawasan DPR kemudian kalau menterinya tidak pernah boleh datang untuk menyampaikan laporan-laporan dan minta pertimbangan tentang itu (proyek Whoosh)," jelas Mahfud. 

Selain pihak-pihak yang disebutkan tadi, lanjut Mahfud Jokowi selaku kepala negara sekaligus penggagas proyek Whoosh juga bisa diperiksa KPK. Namun pemeriksaan Jokowi baru bisa dilakukan ketika lembaga anti rasuah itu benar-benar mengendus indikasi korupsi dalam proyek tersebut. 

"Kalau terjadi korupsi di situ, sesudah diteliti terjadi korupsi di situ, yang bertanggung jawab pertama tentu Presiden dong karena dia yang menjaminkan dirinya itu (Whoosh) ide saya (Jokowi) dan kita semua percaya. Kan sampai saat ini kita percaya kalau Whoosh itu penting untuk investasi sosial, politik ekonomi, dan pemicu perkembangan ekonomi, gitu ya," tuturnya.

Baca Juga: Prabowo Terima Usulan 40 Pahlawan Nasional

Terkait pernyataan Jokowi yang bilang Whoosh tak bertujuan untuk mencari untung, tetapi demi kepentingan transportasi publik, Mahfud mengaku sepakat. 

"Bisa diterima (pernyataan Jokowi). Yang kita persoalkan keanehan prosedurnya itu dan kita nggak pernah tahu kontraknya dan kapan itu dibahas dengan DPR. Prosedur-prosedur yang melanggar itu yang saya sering sebut detournement de pouvoir atau penyalahgunaan wewenang," katanya lagi.