Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal memulai tahap baru dalam kasus dugaan markup anggaran proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh. Lembaga anti rasuah itu segera memanggil pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut. 

“Tim penyelidik melakukan permintaan keterangan dengan mengundang sejumlah pihak, tentunya pihak-pihak yang diduga mengetahui konstruksi perkara ini,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dilansir Selasa (4/11/2025). 

Kendati sudah bersiap memanggil pihak-pihak yang diduga mengetahui dugaan konstruksi perkara tersebut, namun sejauh ini KPK masih enggan membeberkan nama siapa saja yang akan dimintai keterangan terkait perkara tersebut.  

Baca Juga: Dugaan Markup Anggaran Proyek Whoosh, Siapa yang Harus Diperiksa KPK?

Budi menyebut, keterangan dari pihak-pihak yang memberikan keterangan terkait dugaan korupsi tersebut jelas sangat membantu menguak dugaan kasus itu secara terang benderang. 

“Terkait dengan materi ataupun pihak-pihak yang diundang untuk dimintai keterangan, saat ini kami belum bisa, belum bisa menyampaikan detilnya secara lengkapnya seperti apa, karena ini memang masih di tahap penyelidikan,” ujar dia.

Selain itu, Budi meminta pihak-pihak yang dipanggil untuk dimintai keterangan agar bersikap kooperatif dengan memenuhi panggilan dan menyampaikan informasi yang dibutuhkan. 

“Kami tentunya juga mengimbau kepada siapa saja pihak-pihak yang diundang dan dimintai keterangan terkait dengan perkara KCIC ini, agar kooperatif dan menyampaikan informasi, data, dan keterangan yang dibutuhkan,” ucapnya. 

Budi mengatakan, hingga saat ini, pihak yang dipanggil kooperatif dan membantu jalannya penyelidikan. Tim penyelidik, kata dia, terus menelusuri pihak-pihak lain untuk mengumpulkan keterangan. 

“Dan tentunya ini masih akan terus bergulir ya, karena tim masih akan terus menelusuri pihak-pihak lain untuk mengumpulkan keterangan-keterangan yang dibutuhkan dalam tahap penyelidikan,” ujar dia.

Siapa yang Harus Dipanggil? 

Eks Menkopolhukam Mahfud MD menyebut beberapa nama yang bisa dipanggil KPK terkait kasus tersebut.  Menurut Mahfud untuk menyelidiki proyek yang menguras anggaran hingga Rp116 triliun itu ada tiga menteri era Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang bisa dimintai keterangan. 

Adapun pihak yang dimaksud Mahfud adalah Rini Soemarno eks Menteri BUMN, Sofyan Djalil eks Menko Perekonomian, Kepala Bappenas, dan Kepala BPN), serta sks  Menko Perekonomian  Darmin Nasution.

Baca Juga: Ketika Mahfud MD Membongkar Dugaan Markup Anggaran Proyek Whoosh Era Jokowi

Keterangan ketiga orang ini kata Mahfud bisa menjadi acuan untuk menyelidiki lebih jauh dugaan kasus korupsi ini, keterangan mereka juga membantu KPK menyelidiki isi kerjasama antara Indonesia dengan China terkait proyek pembangunan Whoosh.

"Kalau melihat catatan pemberitaan yang saya lihat, pada waktu itu yang aktif Rini Soemarno, lalu ada Sofyan Djalil mungkin dia Kepala Bappenas atau Kepala Pertanahannya (BPN), lalu ada Darmin Nasution sebagai Menko Perekonomian," kata Mahfud dilansir dari YouTube Nusantara TV. 

Untuk menggali lebih jauh dugaan markup anggaran whoosh, Mahfud bilang KPK juga  bisa memanggil DPR, hanya saja kata dia langkah ini sulit sebab ketika Rini Soemarno menjabat  Menteri BUMN, DPR melarang yang bersangkutan untuk hadir dalam rapat. Karenanya DPR dianggap tidak pernah memperoleh perkembangan terbaru soal proyek Whoosh.

"Agak susah manggil DPR karena waktu itu Rini Soemarno itu resmi menteri tapi tidak pernah boleh datang ke DPR. Waktu itu kan DPR menolak keberadaan Rini. Ini kan kacau nih sistem prosedurnya. Di mana letak pengawasan DPR kemudian kalau menterinya tidak pernah boleh datang untuk menyampaikan laporan-laporan dan minta pertimbangan tentang itu (proyek Whoosh)," jelas Mahfud. 

Selain pihak-pihak yang disebutkan tadi, lanjut Mahfud Jokowi selaku kepala negara sekaligus penggagas proyek Whoosh juga bisa diperiksa KPK. Namun pemeriksaan Jokowi baru bisa dilakukan ketika lembaga anti rasuah itu benar-benar mengendus indikasi korupsi dalam proyek tersebut. 

"Kalau terjadi korupsi di situ, sesudah diteliti terjadi korupsi di situ, yang bertanggung jawab pertama tentu Presiden dong karena dia yang menjaminkan dirinya itu (Whoosh) ide saya (Jokowi) dan kita semua percaya. Kan sampai saat ini kita percaya kalau Whoosh itu penting untuk investasi sosial, politik ekonomi, dan pemicu perkembangan ekonomi, gitu ya," tuturnya.

Baca Juga: Prabowo Terima Usulan 40 Pahlawan Nasional

Terkait pernyataan Jokowi yang bilang Whoosh tak bertujuan untuk mencari untung, tetapi demi kepentingan transportasi publik, Mahfud mengaku sepakat. 

"Bisa diterima (pernyataan Jokowi). Yang kita persoalkan keanehan prosedurnya itu dan kita nggak pernah tahu kontraknya dan kapan itu dibahas dengan DPR. Prosedur-prosedur yang melanggar itu yang saya sering sebut detournement de pouvoir atau penyalahgunaan wewenang," katanya lagi.