Dalam dunia bisnis, pasti ada kisah sukses yang menginspirasi, yang berasal dari usaha keras, dedikasi, dan semangat untuk terus berkembang. Dan, salah satu contoh yang membanggakan adalah perjalanan keluarga Sosrodjojo, yang tak lain adalah pendiri Tehbotol Sosro.
Masyarakat Indonesia tentu sudah hafal betul dengan minuman ikonik ini. Apalagi dengan tagline 'Apapun makanannya, minumnya Tehbotol Sosro’, minuman ini hadir bak tuan rumah di setiap resto atau warung.
Di balik popularitas Tehbotol Sosro ini sendiri, ada kiprah anak-anak Sosrodjojo, yakni Soetjipto Sosrodjojo (meninggal pada 10 Maret 2010), Soegiharto Sosrodjojo, Surjanto Sosrodjojo, dan Soemarsono Sosrodjojo, yang mengelola pengembangannya hingga merek teh ini terkenal di Indonesia, bahkan di dunia.
Setidaknya, dibutuhkan waktu 9 tahun bagi keluarga Sosrodjojo untuk dapat menemukan cara penjualan minuman teh dalam bentuk botol. Kemasan botol beling yang khas itu, rupanya merupakan hasil ide dadakan mereka saat itu.
Namun, perjalanan keluarga Sosrodjojo dalam mengembangan Tehbotol Sosro ini tak serta mulus, mereka pun menghadapi beberapa tantangan. Dan, kisah inspiratif Sosrodjojo bersaudara dalam menghadapinya memberikan banyak pelajaran dalam membangun sebuah bisnis.
Berikut Olenka rangkum dari sejumlah sumber, Rabu (4/12/2024), informasi terkait mengenai kisah perjalanan sukses brand Tehbotol Sosro.
Bermula dari Teh Seduh
Dikutip dari laman Wikipedia, Sosrodjojo, yang bernama asli Souw Seng Kiam, adalah generasi pertama dari keluarga Sosrodjojo. Tak banyak informasi mengenai kehidupan Sosrodjojo, namun ia diketahui mulai menggeluti bisnis tepatnya pada tahun 1940 di Slawi, Jawa Tengah.
Tahun 1940, saat harga teh merosot, akhirnya Sosrodjojo membuat teh kemasan siap seduh yang sudah diberi merek Teh Cap Botol, dimana daerah penyebarannya masih di seputar wilayah Jawa Tengah.
Pada tahun 1950, Sosrodjojo mendorong anak-anaknya, yang terdiri dari Soetjipto, Soegiharto, Soemarsono, dan Surjanto, untuk mempromosikan cara meracik teh yang pas sehingga rasanya lezat ke luar Jawa Tengah.
Adapun, daerah yang jadi tujuannya saat itu adalah Ibu Kota Jakarta. Tak hanya itu, Sosrodjojo juga mewariskan kebun teh beserta pabriknya kepada keempat anaknya tersebut.
Menjajakan Teh di Pasar Tradisional
Salah satu anak Sosrodjojo, yakni Surjanto, yang baru pulang dari Jerman saat itu, diberikan tugas untuk memasarkan Teh Cap Botol ke pasar-pasar dan pusat keramaian. Ketika baru memulai, tentu semuanya tak berjalan dengan mulus-mulus saja, namun ada saja tantangannya.
Salah satu metode yang dilakukan oleh keluarga Sosrodjojo sebagai upaya untuk memperkenalkan produk adalah dengan metode Cicip Rasa, yaitu dengan berkeliling naik mobil dan menggunakan pengeras suara termasuk ke pasar-pasar, sekitar tahun 1953.
Mereka melakukan demonstrasi menunjukkan proses penyeduhan teh sampai bisa diminum yang dilakukan di tempat sehingga bisa dilihat oleh mereka yang akan membeli, tapi cara ini justru gagal karena orang-orang harus menunggu lama proses tersebut sehingga membuat bosan.
Tak hilang akal, mereka pun lantas mencoba cara kedua. Kala itu, teh yang dijajakan tidak lagi diseduh langsung di pasar, tetapi dimasukkan ke dalam panci-panci besar untuk selanjutnya dibawa ke pasar dengan menggunakan mobil bak terbuka. Namun, lagi-lagi cara ini kurang berhasil, karena teh yang dibawa sebagian besar malah tumpah dalam perjalanan.
Baca Juga: Kisah Perjalanan d’Besto: Dari Ayam Goreng Kaki Lima hingga Ratusan Outlet Menjamur di Mana-mana
Jatuh Bangun Usaha
Kegagalan demi kegagalan yang dialami keluarga Sosrodjojo membuatnya putus asa. Mereka pun sempat memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya, sebab uangnya semakin menipis dan dibebani gaji karyawan yang harus tetap dibayarkan.
Namun, sebelum benar-benar pulang, Sosrodjojo bersaudara pun memutuskan untuk melakukan satu upaya terakhir. Mereka ingin setidaknya orang Jakarta mencicipi produk tehnya.
Dan baru pada tahun 1969, Soegiharto secara tidak sengaja menemukan ide untuk memasarkan teh seduhan dalam botol bekas kecap atau limun.
Walaupun reaksi awal karyawan Sosrodjojo adalah kebingungan dan mempertanyakan siapa yang akan minum teh dari botol dan dalam keadaan dingin, ternyata ide ini sangat menarik bagi banyak orang. Saat teh botolnya dibawa ke pasar, di luar dugaan ternyata minuman ini cukup disukai masyarakat.
Selanjutnya, muncul gagasan untuk menjual teh siap minum dalam kemasan botol dengan nama Tehbotol Sosro. Nama itu diambil dari merek teh seduh mereka yang pertama, yang kemudian diberi label Teh Cap Botol Soft Drink Sosrodjojo.
Pengemasannya teh dalam botol awalnya dilakukan secara manual dengan memakai gayung dan corong untuk memasukkan teh dalam botol. Desain botol pun terlihat masih sangat sederhana.
Selanjutnya, pada tahun 1972, merek 'Teh Cap Botol Soft Drink Sosrodjojo' disederhanakan menjadi 'Teh Cap Botol Sosro' di mana kata 'Cap' diperkecil sehingga sekilas orang membaca Tehbotol Sosro yang kemudian dikenal luas di Indonesia.
Dan akhirnya, pada tahun 1974, Sosrodjojo pun mendirikan PT Sinar Sosro yang dikenal sebagai pabrik teh siap minum dalam kemasan botol pertama di Indonesia dan di dunia.
Kala itu, pabrik yang berlokasi di kawasan Ujung Menteng Jakarta tersebut mampu memproduksi 6.000 botol per jamnya. PT Sinar Sosro juga memiliki ribuan hektar kebun teh yang berada di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Dalam hal penjualan, awalnya minuman ini dipatok seharga Rp25 pada agen dan pengecer. Namun, pedagang kaki lima diizinkan menjual dengan harga dua kali lipat.
Baca Juga: Kisah Pemilik Alfamart Djoko Susanto Putus Sekolah di Kelas 1 SMA
Menghadapi Tantangan Terkait Kemasan
Seiring waktu, Tehbotol Sosro mulai menunjukkan ‘taringnya’. Masyarakat mulai merasa mendapatkan manfaat minum teh dalam botol yang praktis, enak dan dingin.
Namun siapa sangka, model botol untuk kemasan Tehbotol Sosro sendiri pernah mengalami tiga kali perubahan, yakni:
- Botol Versi I: Dikeluarkan pada tahun 1970 dengan merek Teh Cap Botol Soft Drink Sosrodjojo.
- Botol Versi II: Dikeluarkan pada tahun 1972 dengan merek Teh Cap Botol (dengan penulisan ‘cap’ lebih kecil, sehingga orang lebih membaca Teh Botol), selain itu Penulisan Soft Drink dihilangkan, dan tulisan Tehbotol diganti dengan warna merah putih yang menggambarkan produk asli Indonesia. Penulisan Sosrodjojo juga disingkat menjadi Sosro dalam logo bulat merah.
- Botol Versi III: Pada tahun 1974, terjadi perubahan design botol yang ke-III. Design botolnya tidak seperti botol versi I & II. Dengan bentuk botol yang baru dan perubahan pada penulisan merek Tehbotol Sosro pada kemasannya. Design botol ke-III ini diperkenalkan seiring dengan didirikannya pabrik PT. Sinar Sosro yang pertama di daerah Cakung, Jakarta.
Dan dalam perjalanannya, Tehbotol Sosro mengalami berbagai tantangan, terutama terkait kemasan. Pada awal 1980-an, terjadi krisis kelangkaan botol kaca yang sempat mengancam produksi. Untuk mengatasi masalah ini, Tehbotol Sosro pun mulai memperkenalkan kemasan kotak (tetra pak) pada tahun 1990 sebagai alternatif.
Langkah ini menjadi terobosan penting, memungkinkan konsumen menikmati produk di berbagai situasi dan tempat. Inovasi kemasan terus berlanjut, termasuk pengenalan kemasan plastik PET pada tahun 2000-an untuk memenuhi permintaan pasar yang dinamis.
Hingga saat ini, terdapat beberapa pilihan kemasan produk Tehbotol Sosro. Yakni, kemasan botol beling volume 220 ml, kemasan kotak atau tetra pak volume 200 ml, 250 ml, 330 ml, dan 1 liter, kemasan botol plastik PET 450 ml dan 350 ml, kemasan pouch 230 ml, serta kemasan kaleng 318 ml.
Adapun saat ini, produk-produk yang diproduksi PT Sinar Sosro, yakni Tehbotol Sosro, Fruit Tea Sosro, S-Tee, TEBS, Country Choice dan Air Mineral Prim-A.
Terobosan Inovatif dari Segi Pemasaran
Dari segi pemasaran, pada tahun 1981, terobosan besar pun dilakukan oleh PT Sinar Sosro dengan membagi-bagikan kotak pendingin di atas roda kepada para pengecer di wilayah ITC Cempaka Mas hingga Pasar Senen.
Rantai Distribusi dan sistem penjualan yang baik serta tertata rapi yang dijalankan oleh PT Sinar Sosro membuat distribusi teh botol sosro tersebar hingga ke kabupaten dan kota di seluruh wilayah Indonesia.
Hingga pada tahun 1984, Sosro bisa menjual hingga 960.000 teh botol dalam satu bulan, dan berhasil menguasai 80 persen pasar untuk minuman sejenis meski dikepung oleh merek-merek teh lain yang kendalikan oleh perusahaan besar, seperti Coca-Cola dan Pepsi.
Sampai saat ini, Sinar Sosro sudah mempunyai 14 pabrik yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu di Medan, Palembang, Pandeglang, Jakarta, Tambun, Cibitung, Ungaran, Gresik, Mojokerto, dan Gianyar.
Ada juga pabrik yang khusus memproduksi air mineral Prim-A di Sentul, Sukabumi, Purbalingga, dan Pandaan. Selain di dalam negeri, Sosro juga merambah pasar internasional di Asia, Amerika, Eropa, Afrika, Australia, dan Kepulauan Pasifik.
Tidak hanya sukses di dalam negeri, Teh Botol Sosro juga berhasil menembus pasar internasional dengan mengekspor produk-produk one-way packaging atau non-botol beling. Produk ini mulai diekspor ke beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Jepang, hingga Amerika Serikat.
Dan, seiring dengan perkembangan bisnis perusahaan, sejak tanggal 27 November 2004, PT Sinar Sosro bernaung di bawah perusahaan induk atau holding company, yaitu PT Anggada Putra Rekso Mulia atau Rekso Group.
Selain Sinar Sosro, Rekso Group sendiri merupakan induk perusahaan dari beberapa perusahaan terkemuka di Indonesia seperti Rekso Nasional Food dan Gunung Slamat. Masing-masing perusahaan itu dijalankan oleh putra-putranya Soegiharto Sosrodjojo.
Baca Juga: Kisah Brand Kopi Kenangan Berhasil Survive Hadapi Krisis Pandemi: Ada Rencana yang Tertunda
Kunci Sukses Tehbotol Sosro
Salah satu kesuksesan generasi kedua keluarga Sosrodjojo mengembangkan Tehbotol Sosro adalah keberhasilannya merebut pasar teh di Jakarta yang ketika itu dikuasai oleh Teh Cap Bayi
Kuncinya adalah, selain kualitas rasanya yang enak, adalah program Cicip Rasa yang hingga kini masih terus dilakukan oleh manajemen.
Tehbotol Sosro juga berhasil menjadi minuman yang melekat dalam budaya masyarakat Indonesia karena beberapa strategi pemasarannya, salah satunya karena tagline yang kuat.
Dengan tagline tersebut, Tehbotol Sosto berhasil menanamkan kesan mendalam pada budaya masyarakat lokal, dimana makanan yang dikonsumsi boleh berbeda beda, tapi yang di minum tetap Teh Botol Sosro.
Kendali Perusahaan Tetap Berakar dari Keluarga
Dari dulu hingga sekarang, Sinar Sosro tetap dikendalikan oleh keluarga Sosrodjojo. Dikutip dari Wikipedia, generasi kedua keluarga Sosrodjojo juga membuat induk perusahaan, yakni PT Anggada Putra Rekso Mulia atau Grup Rekso pada 27 November 2004. Motor utamanya adalah Soegiharto Sosrodjojo, karena saudara-saudaranya sibuk menangani bisnis masing-masing.
Pada 1 Agustus 1989, keenam anak dari Soemarsono Sosrodjojo menjual kepemilikan saham PT Sinar Sosro yang mereka miliki kepada Soegiharto Sosrodjojo. Pada Juni 1992, putra dari Surjanto Sosrodjojo juga menjual saham yang dimilikinya pada PT Sinar Sosro kepada Soegiarto.
Pada tahun 2001, Soegiarto dan kelima anaknya menguasai PT Sinar Sosro melalui PT Anggada Putra Rekso Mulia sebesar 75,7% dan Soegiharto pribadi sebesar 10,5%. Saham PT Sinar Sosro lainnya dimiliki oleh PT Indosigma Investa Kencana sebesar 5,8% (Soetjipto dan kedua anaknya), Soetjipto pribadi 4,1%, dan Soegiharti Widjaja (istri dari Soegiarto) sebesar 3,7%.
Meski telah menjelma menjadi perusahaan besar dengan skala internasional, Tehbotol Sosro tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi, dan semangat kekeluargaan tetap menjadi landasan utama dalam menjalankan bisnis.
Keterlibatan keluarga secara langsung dalam berbagai aspek operasional dan pengambilan keputusan membantu menjaga integritas dan kualitas produk, sambil terus mendorong inovasi untuk menghadapi tantangan pasar yang terus berubah.
Masuk Jajaran Orang Terkaya di Indonesia
Keberhasilan Sinar Sosro tentu membawa keuntungan bagi keluarga pendirinya. Soegiharto Sosrodjojo yang merupakan pewaris generasi kedua dari perusahaan tersebut masuk dalam jajaran orang terkaya ke-10 di Indonesia pada tahun 2009 menurut Forbes, dengan kekayaan bersih US$ 1,2 miliar, mengalahkan Low Tuck Kwong US$1,18 miliar dan Chairul Tanjung US$999 juta.
Nah Growthmates, kisah inspiratif keluarga Sosrodjojo ini mengajarkan kita bahwa terkadang, kegagalan adalah langkah awal menuju kesuksesan. Semoga kisahnya menginspirasimu, ya!
Baca Juga: Kisah Pendiri Salim Group, Sudono Salim Sang Anak Petani yang Putus Sekolah