Tak ada nama besar Sido Muncul tanpa segelas jamu rumahan. Kesuksesan perusahaan living legend ini dimulai dari kisah pasangan suami-istri yang hendak merintis usaha.
Bermula dari usaha pemerahan susu di Ambarawa, pasangan Siem Thiam Hie dan Rakhmat Sulistio memberanikan diri merambah ke peraduan nasib lainnya. Kira-kira seperti apa kisah keduanya dalam membangun kerajaan bisnis jamu ternama di Indonesia tersebut? Olenka telah merangkum perjalanannya berikut ini:
Gagal dan Coba Lagi
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Siem Thiam Hie (Rakhmat Sulistio) dan Go Djing Nio (Sri Agustina) tak langsung memulai bisnis jamu. Namun, keduanya merintis usaha pemerahan susu yang besar di Ambarawa.
Sayangnya, usaha mereka itu tidak dapat bertahan lama karena terjadinya zaman malaise atau yang dikenal dengan zaman depresi besar, menyebabkan usaha yang mereka rintis terpaksa gulung tikar.
Namun, gagal sekali, mereka coba lagi...
Kegagalan usaha yang baru dibangun itu tidak lantas membuat mereka menyerah pada keadaan. Pada 1930 mereka pindah ke Surakarta untuk memulai usaha baru, yakni usaha toko roti dengan nama Roti Muncul.
Baca Juga: Kisah Brand Kopi Kenangan Berhasil Survive Hadapi Krisis Pandemi: Ada Rencana yang Tertunda
Usaha yang dicoba ini tidak memberikan hasil yang begitu memuaskan, sehingga mereka pun berencana untuk kembali pindah ke kota lain.
Tahun demi tahun dilalui, memasuki tahun 1935, Rakhmat Sulistio dan Sri Agustina memilih pindah dan mendirikan industri jamu rumahan di Yogyakarta. Bukan tanpa alasan, menurut mereka, Yogyakarta adalah kota yang tepat untuk menjajal peruntungan. Pasalnya, budaya tradisional Jawa yang masih kuat di sana membuat keduanya yakin masih banyak masyarakat yang mengonsumsi jejamuan.
Pada 1941, warung jamu Rakhmat Sulistio memformulasikan produk jamu pertama yang akan dijual ke pasaran yang bernama Jamu Tujuh Angin. Jamu ini berbentuk seduh (cair) dan berkhasiat untuk mencegah serta mengobati masuk angin.
Delapan tahun kemudian, Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta membuat keadaan kota tersebut semakin tidak menentu. Rakhmat Sulistio beserta keluarganya memutuskan untuk mengungsi ke Semarang yang lebih aman.
Kepindahannya ke Semarang tidak lantas membuat keduanya berhenti menjalankan usaha jamu yang telah mereka rintis.
Setelah itu, pada 11 November 1951 nama besar merek Sido Muncul lahir. Nama tersebut dipilih karena memiliki arti yang dalam, yakni "Impian yang Terwujud".
Baca Juga: Kisah Inspiratif Jusuf Hamka Bangun Masjid Babah Alun di Kolong Jalan Tol
Industri jamu rumahan ini berlokasi di Jalan Bugangan No. 25 Semarang. Untuk membantu proses produksi jamu, Rakhmat Sulistio dibantu oleh tiga orang karyawan sebagai karyawan awal pabrik jamu Sido Muncul.
Merambah Industri Jamu Modern
Lambat laun perjalanan Sido Muncul semakin membaik. Terlebih saat mereka mulai merambah industri jamu modern yang mengedepankan kualitas dan berkhasiat.
Sido Muncul mencoba untuk mengikuti perkembangan zaman dengan melakukan perubahan-perubahan yang diperlukan dalam upayanya menuju industri jamu modern.
Proses modernisasi pabrik Sido Muncul dimulai pada 1970 bersamaan dengan saat Rakhmat Sulistio memutuskan untuk pensiun dari pabrik.
Kemudian, Rakhmat Sulistio memilih untuk beristirahat dan menyerahkan tanggung jawab perusahaan kepada anaknya, yakni Desy Sulistio, beserta suami, Yahya Hidayat. Dalam pelaksanaannya, mereka dibantu oleh kelima anaknya. Irwan Hidayat, sebagai anak tertua mempunyai peran yang lebih besar dalam mengurus perusahaan.
Transformasi Sido Muncul
Dipercaya memimpin perusahaan besutan kedua orang tuanya, Desy Sulistio melakukan perubahan atau transformasi, yakni mengubah bentuk usaha jamu. Pada 1970 didirikan Persekutuan Komanditer yang kemudian diubah menjadi Perseroan Terbatas pada 1975 dengan nama Industri jamu dan farmasi PT Sido Muncul. Sejak saat itu Sido Muncul resmi menjadi industri jamu yang berbadan hukum.
Kemudian, Sido Muncul juga banyak melakukan perubahan nonmesin, seperti melakukan pemisahan antara proses produksi dengan pemasaran.
Oleh karena itu, PT Sido Muncul mendirikan PT Muncul Mekar pada 1975 untuk mengurus segala distribusi PT Sido Muncul.
Dalam perkembangannya, PT Muncul Mekar memiliki sub perwakilan hampir di seluruh wilayah Indonesia. Hal tersebut mempermudah PT Sido Muncul dalam melakukan pendistribusian produk.
Transformasi kedua adalah penambahan karyawan. PT Sido Muncul membuka lowongan pekerjaan untuk bagian proses produksi pabrik dan tenaga ahli untuk mengoperasikan mesin-mesin modern yang digunakan dalam proses produksi.
Tak hanya itu, kemasan produk juga menjadi sasaran transformasi mereka. Kemasan jamu yang awalnya bertuliskan “Terbikin oleh Ny. Siem Thiam Hie Semarang”, digantikan oleh status pabrik yang baru dengan nama jenis jamu di bagian atas. Desain jamu yang baru bertuliskan “Industri jamu dan farmasi PT Sido Muncul Semarang”.
Selain itu, jamu yang dahulu dikemas menggunakan kertas perkamen, diganti dengan menggunakan kemasan plastik, sehingga tidak mudah robek dan produk jamu menjadi lebih tahan lama.
Pengembangan Pabrik
Pada 1997, saat perekonomian Indonesia sedang dilanda krisis, PT Sido Muncul justru gencar melakukan pembangunan pabrik baru dengan sertifikasi industri farmasi dan laboratorium yang terstandardisasi sebagai laboratorium farmasi.
Pada 11 November 2000, bertepatan dengan peresmian pabrik baru, PT Sido Muncul menerima dua sertifikat dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) Republik Indonesia. Sertifikat pertama adalah sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), yang menandakan bahwa PT Sido Muncul telah memenuhi syarat-syarat sebagai Industri Obat Tradisional yang baik. Kedua, adalah sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Dengan sertifikat CPOB, pabrik jamu Sido Muncul menjadi pabrik jamu pertama yang seluruh kegiatan produksi, teknologi, dan lokasinya telah memenuhi standar pabrik farmasi.
Sebagai perusahaan jamu tradisional, PT Sido Muncul menyadari betapa pentingnya inovasi baru demi keberlangsungan perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan jamu lainnya. Dalam rangka mewujudkan misi tersebut, PT Sido Muncul mengembangkan produk andalannya yakni Tolak Angin Cair untuk menjadi Obat Herbal Terstandar.
Pada Tahun 2004, Sido Muncul sudah memproduksi lebih dari 250 jenis produk. Produk unggulan itu di antaranya adalah Tolak Angin, Tolak Linu, Kuku Bima Energi, Alang Sari Plus, Kopi Jahe Sido Muncul, Kuku Bima Kopi Ginseng, Susu Jahe, Jamu Komplit, dan Kunyit Asam.
Produsen Jamu Kelas Kakap
Produsen jamu terbesar dan termodern di Indonesia dengan pangsa pasar terbesar untuk kategori produk jamu tradisional ini sekarang memiliki lebih dari 300 jenis produk.
Produk-produk milik Sido Muncul sangat akrab dan dekat dengan konsumen Indonesia. Tolak Angin dan Kuku Bima Ener-G! Adalah salah satu produk unggulan Sido Muncul.
Perusahaan yang telah menjadi top of mind di Tanah Air itu berkomitmen untuk berkembang sejalan dengan prinsip Manusia, Bumi, dan Laba untuk menciptakan perusahaan yang berkesinambungan dan bertanggung jawab.
Kondisi Sido Muncul Saat Ini
Muncul Mekar, anak usaha Sido Muncul, bekerja sama dengan 109 sub perwakilan dan distributor yang melayani lebih dari 135.000 pedagang grosir dan eceran yang bergerak di bidang perdagangan umum dan modern di Indonesia.
Produk-produknya elah tersedia di mancanegara. Untuk mengembangkan pasar ekspor lebih jauh lagi, Sido Muncul telah mendirikan sebuah kantor cabang di Filipina dan anak usaha di Nigeria.
Mengutip dari investor.sidomuncul.co.id pada Jumat (06/09/2024), penjualan seluruh produk milik Sido Muncul pada 2023 tercatat sebesar Rp3,57 triliun. Meskipun pertumbuhan penjualannya tahun kemarin -8%, laba usaha Sido Muncul tercatat sebesar Rp1,19 triliun dengan margin usaha sebesar 33,4%.
Jerih payah Siem Thiam Hie dan Rakhmat Sulistio berbuah manis. Nama sang anak, Irwan Hidayat dan keluarga masuk ke dalam daftar 50 orang terkaya di Indonesia.
Perusahaan yang diperdagangkan secara publik ini memiliki pangsa pasar obat herbal Indonesia sebesar 43%; merek terbesarnya Tolak Angin mengobati batuk, pilek, dan pencernaan. Bahkan, jargon Tolak Angin juga telah bersahabat dengan telinga masyarakat Indonesia dari dulu hingga kini dan nanti, "Orang pintar, minum Tolak Angin!"