Perjalanan Dato Sri Tahir sebagai salah seorang konglomerat di Indonesia begitu menarik. Ia merupakan tokoh filantropis di Indonesia yang memiliki kemampuan dalam bidang perbankan, tekstil dan industri otomotif sejak awal 1980-an.

Pria yang memiliki nama asli Ang Tjoen Ming  merupakan pengusaha pemilik dari Mayapada Group dalam tiga dekade terakhir. Sektor bisnis yang menjadi unggulannya adalah dari sektor perbankan, yaitu PT Bank Mayapada Internasional atau dikenal dengan Bank Mayapada. Grup Mayapada juga merambah sejumlah lini usaha, mulai dari properti, jasa keuangan, ritel,  hingga kesehatan.

Berkat tangan dinginnya mengelola gurita bisnisnya, Tahir pun kini memiliki harta kekayaan US$5,1 miliar, menurut data Forbes Juni 2024 lalu. Dengan asumsi kurs JISDOR Rp16.458 per dolar AS, kekayaan keluarga Tahir itu menjadi sekitar Rp83,93 triliun. Nilai tersebut menempatkan dirinya sebagai orang terkaya ke-605 di dunia saat ini. Sedangkan, di Indonesia pria 72 tahun itu tercatat sebagai orang terkaya urutan ke-8 dan ke-626 dunia.

Selain dikenal sebagai pebisnis ulung, pria yang lahir di Surabaya, 26 Maret 1952 ini juga dikenal sebagai sosok berjiwa sosial tinggi. Kegiatan amal sosialnya di bawah naungan Tahir Foundation. Jiwa sosial yang tinggi melekat pada Tahir. Ia tak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga di mancanegara. Bahkan orang terkaya dunia Bill Gates mengakui itu. Sikap berbagi Tahir diutamakan dalam dunia pendidikan dan sosial.

Dan, di balik sikap dermawannya, Tahir juga dikenal sebagai sosok yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Ia pun mampu mencatatkan namanya sebagai salah tokoh sukses di dunia pendidikan. Namun, kendati terkenal sebagai salah satu sosok yang peduli dengan pendidikan, perjalanan Tahir menapaki dunia pendidikan tak semua berjalan mulus karena berbagai kondisi. 

Seperti apa kisah Tahir dalam menempuh jenjang pendidikannya? Berikut ulasan Olenka selengkapnya.

Baca Juga: Deretan Perusahaan Milik Dato Sri Tahir, Rambah Segala Sektor

Jenjang Pendidikan Dato Sri Tahir

Lahir di tengah keluarga pas-pasan, Tahir harus rela mengubur dalam-dalam mimpinya menjadi seorang dokter. Tahir muda yang baru saja menuntaskan pendidikannya di SMA Kristen Petra Kalianyar Surabaya itu tak mampu mengejar cita-citanya, niatan berbakti lewat dunia kesehatan kandas karena keadaan.

Ya, sebelumnya, Tahir pernah bermimpi menjadi dokter dan berkeinginan mewujudkannya dengan masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Namun, impiannya tersebut pupus lantaran tak memiliki biaya.

Meski begitu nasib baik masih berpihak padanya. Setahun setelahnya, Tahir pun mendapatkan beasiswa Nanyang Technological University di Singapura. Saat kuliah di negeri Singa itulah jiwa bisnis Tahir pun tampak. Ia aktif membeli barang-barang dan menjualnya kembali di Indonesia.

Selepas dari Nanyang Technological University, Tahir pun mulai melebarkan bisnisnya, kali ini dia mencoba peruntungan di bisnis garmen. Bisnis ini pula yang menumbuhkan rasa percaya diri Tahir untuk menggeluti bisnis lain dan mendirikan Mayapada Group di tahun-tahun berikutnya.  

Ketika bisnis garmen mulai menggeliat dengan hasil yang menjanjikan, Tahir tetap tak mengesampingkan pendidikannya. Di usia 35 tahun dia memutuskan melanjutkan studinya. Amerika Serikat menjadi tujuannya, kali ini Tahir yang dengan kondisi ekonomi yang lebih mapan masuk ke Golden Gates University. 

Di negeri Paman Sam tersebut, Tahir pun tetap berkuliah sambil berbisnis. Karena hal itulah Tahir pun akhirnya merengkuh penghargaan bidang pendidikan yang diberikan langsung oleh Perdana Menteri Singapura saat itu, Lee Kuan Yew pada 2011. 

Tak hanya itu, Tahir juga memperoleh gelar Chancellor's Citation dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat. 

Baca Juga: Rekam Jejak Pendidikan Dato Sri Tahir, Sempat Putus Kuliah, Kini Jadi Orang Asia Pertama yang Jabat Wali Amanat University of California

Sempat Stres saat S3 di UGM

Tahir diketahui pernah mengenyam  pendidikan doktor di Sekolah Pascasarjana (SPs) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. 

Saat ujian terbuka untuk promosi doktor bagi Tahir dari Program Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan, Jumat (30/8/2019), Tahir pun memaparkan hasil riset disertasinya yang berjudul Studi Ekonomi Kelembagaan Baru dan Kepemimpinan (Studi Kasus Kebijakan Penyelamatan Perbankan pada Saat Krisis Moneter 1997/1998). Tahir pun lulus sebagai doktor dengan predikat Cum Laude kala itu.

Ujian terbuka tersebut dihadiri sejumlah tokoh antara lain, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, pendiri dan chairman Lippo Group Mochtar Riady, pendiri Yayasan UPH James T Riady, Jusuf Wanandi, mantan Kapolri Dai Bachtiar, Hakim Mahkamah Konstitusi Saldi Isra, mantan Rektor UGM Dwikorita, dan kalangan pengusaha, profesional, serta pejabat.

Dalam ujian terbuka tersebut, Tahir memaparkan hasil penelitiannya yang menggali berbagai faktor yang memperburuk kondisi sistem keuangan Indonesia pada 1997-1998.

Dengan teori New Institutional Economics (NIE), Tahir menemukan institusi informal memberikan dampak buruk terhadap efektivitas institusi formal. Akibatnya, Bank Indonesia tidak bisa bekerja secara independen karena banyaknya campur tangan penguasa untuk melindungi kepentingan keluarga dan kroninya. 

Dalam sebuah kesempatan, suami Rosy Riady ini pun menceritakan kisahnya saat mengikuti ujian S3 di UGM.

“Ujian S3 di UGM tersedia dalam bentuk ujian tertutup atau ujian terbuka. Sebetulnya, ujian tertutup untuk S3 sudah cukup, tapi saya minta yang terbuka juga. Waktu ujian tertutup, Rektor UGM saat itu, Prof. Panut, menjenguk saya dan di luar bilang begini ke dosen-dosen yang hadir, 'Ini yang di dalam ini, Pak Tahir yang nguji profesornya? Atau Profesor yang menguji Pak Tahir?'," kenang Tahir.

Berangkat dari disertasinya itu, Tahir beberapa waktu lalu pun sempat mengusulkan Leadership Public Policy School di UGM. Namun menurutnya, langkah ini masih membutuhkan proses. Tahir menambahkan, beberapa universitas lain sudah mendirikan institusi pendidikan semacam itu.

Tujuannya antara lain guna menghilirkan nilai-nilai ke-UGM-an dan pemikiran para tokoh bangsa yang lahir dari UGM untuk pembangunan bangsa. Seperti di Singapura ada Lee Kuan Yew School of Public Policy dan John F. Kennedy Public School di India.

Sementara itu, dikutip dari laman kagama.co, Wihana selaku promotor sekaligus pembimbing Tahir kala itu pun bersaksi bahwa Tahir adalah mahasiswa yang brilliant, pembelajar yang cepat, dan pelaku sejarah. 

Sebagai pembimbing, Wihana mengaku bangga karena Tahir bisa belajar dengan cepat. Namun, lanjut Wihana, saat kuliah, Tahir sering terlihat seperti tidak siap mengikuti kuliah.

Ia pun mengungkap, saat berjuang meraih gelar doktornya, Tahir pun sempat mengalami stres.

“Ya itu wajar. Beliau juga sempat stres (saat mengerjakan disertasi), belum menemukan suatu kebenaran. Beliau sudah dua kali bertanya ‘apa saya mundur saja?’. Tapi saya yakinkan bahwa beliau bisa,” ungkap Wihana.

Baca Juga: Satu-satunya Orang Indonesia yang Tanda Tangani Giving Pledge Bill Gates, Bukti Kesungguhan Dato Sri Tahir pada Dunia Filantropi

‘Kedekatan’ Dato Sri Tahir dengan UGM

Lewat Tahir Foundation, Tahir juga diketahui pernah melakukan kerja sama dengan UGM di bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat beberapa waktu lalu.

Pada saat yang bersamaan, dilakukan juga penandatanganan nota kesepahaman antara Tahir Foundation dengan National Chengchi University Taiwan. Nota Kesepahaman Bersama menjadi pedoman untuk kegiatan pertukaran profesor antara UGM dan NCCU dalam rangka penguatan Tridharma Perguruan Tinggi di Universitas Gadjah Mada serta kerja sama lainnya.

NCCU sendiri merupakan perguruan tinggi yang berbasis di Taipei, dan menduduki posisi 100 besar perguruan tinggi terbaik di Asia pada QS World University Rankings Tahun 2021. Perguruan tinggi yang didirikan pada tahun 1927 ini memiliki 34 departemen, 10 pusat riset di tingkat universitas, 1.400 faculty members dan 16.000 mahasiswa.

Sebelumnya, Tahir Foundation pun menjalin kerjasama di bidang pendidikan dengan menggandeng Universitas Gadjah Mada dan Singapore Management University. Terkait kerjasama itu, Tahir Foundation berkomitmen menyumbangkan dana sebesar Sin$1 juta untuk pengembangan sumber daya manusia dan fasilitas pendidikan di UGM.

Saat itu, Tahir berujar bahwa banyak pengusaha tidak tahu pendidikan. Padahal, mereka menikmati pendidikan melalui anaknya yang bisa sekolah dengan lebih baik, bahkan bisa meneruskan usahanya.

“Semua itu, sebenarnya karena gara-gara pendidikan. Semoga di hari mendatang dengan dukungan UGM, kami dan foundation bisa lebih banyak memberikan sumbangsihnya,” imbuhnya, dikutip dari laman ugm.ac.id.

Selang beberapa waktu, di tahun 2018 pun Tahir menghibahkan gedung baru untuk untuk perkuliahan mahasiswa Pascasarjana FKKMK UGM.

Gedung yang memiliki dua tower akan difungsikan sebagai gedung pascasarjana FKKMK dengan menghabiskan dana pembangunan sekitar Rp 100 miliar.

Gedung dua tower masing-masing memiliki 8 lantai dan 1 basement. Memiliki total luas 9.760.032 m2 dilengkapi dengan skybridge di lantai 3 dan 4 seluas 908,325 m2.

Tahir juga diketahui pernah membantu pembangunan gedung student center UGM. Menurutnya, gedung tersebut tidak hanya menjadi bangunan biasa namun bisa menjadi ikon mahasiswa UGM, masyarakat Yogyakarta, dan Indonesia.

Kontribusi Tahir dalam mengembangan dunia pendidikan pun tak sebatas di UGM saja. Tercatat, Tahir Foundation pun kerap melakukan kerjasama serupa dengan beberapa universitas lainnya di Indonesia.

Tahir pun menyampaikan bahwa pihaknya bersyukur mendapat kesempatan untuk memberi kontribusi bagi pendidikan.

“Saya percaya pendidikan bisa mengubah nasib negara dan bangsa saya, karena itu saya sangat senang bisa menjadi bagian dari proses ini,” tuturnya.

Baca Juga: Super Disiplin, Rutinitas Orang Terkaya RI Dato Sri Tahir yang Patut Ditiru!

Dianugerahi Gelar Doktor Honoris Causa dari Berbagai Universitas

Komitmen dan perhatian Tahir di bidang sosial memang sudah cukup dikenal. Hal ini menjadi salah satu alasan yang membuatnya dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa oleh UGM pada tahun 2016 silam di bidang manajemen. Pada tahun 2017, Tahir juga menjadi anggota Majelis Wali Amanat Universitas Gadjah Mada (UGM).

Sebelumnya, Tahir juga mendapat gelar serupa dari National Taiwan University dan Universitas 17 Agustus Surabaya, di bidang kedokteran.

Selanjutnya, Tahir juga dikukuhkan gelar doktor honoris causa bidang Ilmu Ekonomi dan Kebijakan Publik di Universitas Airlangga, Surabaya pada 2018. Ia pun kembali mendapat gelar doktor honoris causa (HC) di bidang hukum dan kemanusiaan di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat pada tahun yang sama.

Tahir juga tercatat sebagai Majelis Wali Amanat, organ pengawas perguruan tinggi, untuk University of California, Berkeley dan Universitas Pancasila. Dia merupakan orang Asia pertama yang menjadi anggota Wali Amanat University of California (UC) Berkeley, AS. 

Baca Juga: Tak Hanya Dermawan, Sepak Terjang Dato Sri Tahir di Dunia Pendidikan Juga Mengesankan

Pesan Dato Sri Tahir untuk Para Mahasiswa

Di balik kesuksesannya mengelola bisnis, Tahir pun diketahui pernah menjadi dosen luar biasa di beberapa universitas di Tanah Air dan menjadi dosen tamu untuk mengisi kuliah umum kepada mahasiswa.

Saat memberikan kuliah umum bertajuk ‘Successful Entrepreneur’ kepada lebih dari 100 mahasiswa UGM beberapa waktu lalu misalnya, Tahir pun mendorong mahasiswa untuk tidak hanya menjadi orang yang berilmu, tetapi juga orang yang memiliki visi dan mampu berkontribusi.

Only the visionary can change the world. Tidak cukup dengan kerja keras. Kerja keras itu minimum requirement, tetapi orang yang visioner bisa lebih dari itu,” tuturnya kala itu.

Ia pun lantas menantang para mahasiswa untuk dapat menetapkan visi yang ingin mereka capai dalam beberapa tahun mendatang dan terus mencari nilai tambah dalam hidup mereka.

Tak hanya itu, ia pun mendorong mahasiswa untuk mampu berkontribusi bagi masyarakat. Menjadi entrepreneur, menurutnya, bukan sekadar membangun perusahaan dan mengumpulkan harta untuk diri sendiri, tetapi juga untuk menjadi saluran ‘berkat’ bagi orang lain.

“Hidup itu bukan seperti analisa ekonomi yang hanya memikirkan cost and benefit. Seorang entrepreneur harus bisa menjadi berkat, supaya kehadiran Anda dapat dinikmati oleh banyak orang,” tandasnya.

Baca Juga: Filosofis Kehidupan Dato Sri Tahir, Orang Terkaya di Indonesia: Hidup Seperti Kontainer