Selain menjadi pengusaha sukses, Dato Sri Tahir juga telah menjadi sosok inspiratif bagi banyak orang. Ia merupakan pendiri Bank Mayapada dari nol. Bank Mayapada sendiri merupakan bank swasta yang fokus dalam kredit usaha kecil ini terkenal akan kekokohannya menghadapi krisis ekonomi 1998.

Melalui Bank Mayapada, karier bisnis Tahir mulai pesat. Hingga saat ini lini bisnis Mayapada Group merambah ke banyak sektor tidak hanya di sektor keuangan, tapi juga kesehatan, hotel dan real estate, ritel khusus, media, serta pertambangan dan energi.

Dalam perjalanan hidupnya, Tahir mengaku kerap memegang teguh pepatah kuno, “Setiap krisis memberikan peluang tersendiri”. Berkat ungkapan tersebut, kini pria yang bernama asli Ang Tjoen Ming itu memperluas gurita bisnisnya hingga menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.

Saat disinggung soal awal mula pendirian Bank Mayapada, Tahir mengaku bahwa banknya tersebut mengawali perjalanannya dengan penuh percaya diri. Di awal berdirinya, kata Tahir, Bank Mayapada hanya memiliki 2 kantor cabang, satu di Kawasan perbelanjaan Pasar Baru, dan satu lagi di Jl. Balikpapan, di sekitar Kawasan komersial Kota, Jakarta Pusat.

“Kantor pusat kami berada di Kawasan Salemba. Kantor kami kecil dan sederhana. Kami tumbuh secara organik,” ujar Tahir dalam buku biografinya yang bertajuk Living Sacrifice karya Alberthiene Endah, sebagaimana Olenka kutip Kamis (17/10/2024).

Tahir bilang, dirinya tak menerapkan cara khusus dalam mendongkrak bisnis perbankannya itu. Bank Mayapada benar-benar beroperasi secara organik. Yang terpenting baginya adalah Bank Mayapada dapat mempertahankan laporan kinerja yang memuaskan di mata Bank Indonesia.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir Terjun ke Bisnis Perbankan dan Mendirikan Bank Mayapada

Dikatakan Tahir, dibandingkan bank lain, Bank Mayapada besutannya itu ibarat semut kecil yang berjalan perlahan, namun pasti.

“Saya tidak pernah membiarkan diri saya bertindak gegabah. Saya selalu selektif dalam menyetujui pemberian pinjaman dan tidak pernah mengambil keputusan yang berisiko tinggi.

Lebih jauh, Tahir memaparkan bahwa aset banknya sendiri berasal dari 3 jenis simpanan dana umum, yakni rekening tabungan, rekening deposito, dan rekening giro.

Nah, agar Bank Mayapada tumbuh, ia pun mengelola dananya melalui berbagai produk pinjaman yang diciptakannya. Seperti pinjaman pembelian rumah, pinjaman modal usaha, pinjaman dana agunan, pinjaman kendaraan bermotor, dan masih banyak lagi.

“Pemerintah sendiri mengimbau dan mewajibkan industri perbankan untuk membantu masyarakat dengan mengalokasikan 80% dananya untuk program pinjaman. Nah, sebagai gantinya, bank akan tumbuh dari bunga pinjaman itu. Sesederhana itu,” papar Tahir.

Namun kata Tahir, kenyataannya, sebagian dana nasabah justru digunakan oleh beberapa pemilik bank untuk kepentingan pribadi. Gaya liar perbankan seperti itu, kata Tahir, sangatlah berisiko tinggi dan dapat dengan mudah membawa bank tersebut pada kebangkrutan.

Menurutnya pula, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan 3 L, yakni limit, lending dan legal. Karenanya, semua keputusan pemberian pinjaman yang dibuat oleh bank harus didasarkan pada ketiga unsur tersebut.

“Misalnya, anak pemilik bank bermaksud meminjam uang dari bank ayahnya, aturan mainnya berlaku untuk jumlah uang yang boleh dipinjamkan. Ada pula aturan mengenai jumlah dana yang boleh disalurkan kepada masyarakat. Bank Indonesia menerapkan pengawasan yang sangat jelas terhadap aspek ini,” jelas Tahir.

Tahir lantas mengatakan jika dirinya menerapkan penanganan pinjaman kecil asalkan pembayaran angsuran nasabah itu lancar. Menurutnya, cara ini terbukti ampuh menjaga laporan Bank Mayapada ke Bank Indonesia tetap memuaskan.

Imbasnya, setelah resmi beroperasi 2 tahun, Bank Mayapada besutan Tahir ini pun diperbolehkan beroperasi sebagai bank devisa, predikat yang hanya diberikan kepada bank yang dinilai sehat.

“Bank Mayapada tumbuh secara bertahap. Kantor cabang luar kota pertama kami berdiri di Surabaya, kemudian disusul dengan kantor cabang di Solo. Saya sangat bangga ketika meresmikan bank sendiri di kota kelahiran saya itu. Itu adalah pencapaian yang sangat berarti,” ungkap Tahir.

Baca Juga: Prinsip Bisnis Dato Sri Tahir dalam Membangun Bank Mayapada

Menganut Prinsip ‘Memilih Orang Tepat untuk Pekerjaan yang Tepat’

Diakui Tahir, dirinya mempertahankan bisnis perbankannya itu dengan jumlah kantor cabang yang sedikit. Alasannya, karena keterbatasan situsasi saat itu yang tidak memungkinkan dirinya untuk mengembangkan usaha dengan mudah.

Kata Tahir, saat itu adalah era pemerintahan Presiden Soeharto, dimana industri perbankan sendiri dikuasai oleh bank-bank berskala raksasa yang mendapatkan fasilitas khusus untuk kekuatan dan keberhasilannya. Sedangkan, bank-bank kecil seperti Bank Mayapada ‘kastanya’ cukup jauh dibandingkan bank-bank raksasa tersebut.

“Bank Mayapada berada cukup jauh dari rindangnya pepohonan besar bank-bank terkemuka. Matahari tidak pernah menyentuh kami karena terhalang oleh dahan-dahan dan ranting bank-bank besar yang tak terhitung jumlahnya,” aku Tahir.

“Hanya bank-bank besar yang sukses tumbuh pesat. Bank-bank kecil seperti Mayapada hanya bisa menunduk dan tumbuh secara bertahap di bahwa kejayaan bank-bank yang lebih unggul,” sambung Tahir.

Meski harus membesarkan Mayapada dengan segala keterbatasan, Tahir mengaku sangat menikmati menjalankan bisnis perbankan. Dia menjalankan bisnis dengan perlahan tapi pasti.

Ia pun tak luput mengirimkan orang kepercayaannya untuk berkeliling meninjau kemungkinan mendirikan kantor cabang di pulau lain, seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.

“Mereka pun bergerak sendiri tanpa fasilitas khusus. Mereka hanya mengandalkan yellowpages untuk mencari lokasi dan nomor telepon. Sekarang saya pun mengenang masa-masa itu sebagai bagian dari sejarah manis Bank Mayapada,” tutur Tahir.

Baca Juga: Filosofi Kehidupan Dato Sri Tahir: Bangun Kekuatan dari Dalam Diri Sendiri, Berjuanglah untuk Itu!

Tahir mengaku tak neko-neko dalam membesarkan Bank Mayapada. Meski tak memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang manajemen perbankan, namun Tahir punya prinsip bisnis yang dipegang erat. Dia bilang, prinsipnya mirip dengan prinsip Presiden Soeharto, yakni memilih orang tepat untuk pekerjaan yang tepat.

“Presiden Soeharto itu kan menugaskan Menteri-menteri yang cerdas untuk mengurus kepentingan nasional. Ia belajar banyak hal dari mereka untuk membuat keputusan-keputusan strategis bagi negara,” beber Tahir.

Lebih lanjut, Tahir pun membeberkan kisah saat dirinya berkunjung ke Amerika Serikat (AS) pada tahun 1980-an untuk menyelesaikan pendirikan Magisternya. Saat itu, kata dia, dosen pembimbing Tahir bercerita tentang GE atau General Electric, sebuah perusahaan elektronik besar yang tangguh.

Saat itu, lanjut Tahir, pimpinan perusahaan GE memberikan kesaksiannya tentang penggunaan waktunya. Ia menggunakan 95% waktunya untuk melakukan pembicaraan tidak resmi dengan para eksekutifnya. Sisanya yang 5% ia gunakan untuk mengarahkan perusahaan.

“Mengapa ia menggunakan 95% waktunya hanya untuk berbincang santai dengan para eksekutifnya? Alasannya, karena ia percaya bahwa berdasarkan pembicaraan santai tersebut, sang pimpinan GE tersebut dapat memeriksa apakah ia telah memilih orang yang tepat untuk pekerjaan yang tepat,” beber Tahir.

Baca Juga: Komitmen Dato Sri Tahir Berbakti ke Tanah Kelahiran Surabaya: Semua Saya Lakukan Penuh Sukacita

Lakukan Pengamatan Tajam terhadap Kinerja Anak Buah

Berkat kisah sang pemimpin GE tersebut, Tahir pun terinspirasi. Karenanya, ia selalu memilih orang yang tepat untuk berbagai posisi di Bank Mayapada. Menurutnya, para direktur dan kepala cabang haruslah orang-orang yang cakap dan berkualitas tinggi.

“Nah, untuk menilai mereka, saya menerapkan metode spontan dan sederhana. Waktu itu saya pernah berkunjung ke kantor cabang di Jawa Tengah. Begitu saya masuk ke kantor kepala cabang, saya melihat ada 5 buah ponsel tergeletak di meja. Saya lantas bertanya, mengapa ia harus memiliki banyak ponsel”,” ujar Tahir.

“Lalu kepala cabang itu pun menjawab, jika kelima ponselnya dipakai untuk untuk urusan-urusan tertentu. Ada yang khusus untuk komunikasi dengan nasabah, rekan kerja, keluarga, keluarga, debitur, katanya. Saya pun tercengang. Saya tak mengatakan sepatah katapun dan meninggal kantornya. Saya pun menghubungi direktur saya dan mengatakan ke dia bahwa jangan menugaskan orang tadi sebagai kepala cabang,” sambung Tahir.

Tahir tak ragu membuat keputusan tersebut. Menurutnya, alasan ia membuat keputusan itu berdasarkan detail sekecil yang dipaparkan sang kepada cabang. Dari pemaparannya soal ponsel tersebut, Tahir pun menarik kesimpulan bahwa orang tersebut tak mampu bertindak sebagai manajer yang baik. Pasalnya, ia membutuhkan 5 ponsel untuk bekerja.

“Itu merupakan indikasi orang yang bermasalah. Jika orang lain dapat bekerja secara efisien dengan satu ponsel, mengapa ia harus menggunakan lima? Detail sekecil ini mencerminkan karakter dan gaya hidupnya,” tegas Tahir.

Terlepas dari itu, Tahir pun mengatakan bahwa ia bisa menilai kompetensi seorang kepala cabang dari cara dia melakukan analisis pinjaman.

Suatu hari, kata Tahir, dirinya pernah menerima seorang kepala cabang yang datang melapor kepadanya bahwa ada calon nasabah yang mengajukan pinjaman sebesar Rp 1 miliar. Omzet sang calon nasabah itu pun diketahui Rp 10 miliar per bulan dan ia memiliki laba stabul 30%.

Saat ditanya oleh sang kepala cabang, Tahir pun dengan tegas menggelengkan kepala, yang berarti ia tak menyetujui permintaan kepala cabang yang hendak memberikan pinjaman kepada calon nasabah itu.

“Saya menatap lekat-lekat dan menggelengkan kepala. Meski dia bilang calon nasabah itu meyakinkan, tapi saya melihat hal aneh. Jika dia memiliki omzet sebulan Rp 10 miliar, dan keuntungan 30% per bulan, berarti dia memiliki pendapatan Rp 3 miliar per bulan. Untuk apa dia pinjam Rp 1 miliar dari bank?,” ungkap Tahir.

Baca Juga: Kisah Dato Sri Tahir di Tengah Keluarga Riady: Saya Sering Merasa Tak Dianggap

Tahir lantas mengatakan, dari kejadian tersebut ia pun bisa menyimpulkan bahwa ada yang salah dengan kepala cabang tersebut. Sang kepala cabang, kata Tahir, bisa saja berbohong kepadanya atau ia telah ditipu oleh calon nasabah.

Dan bagi Tahir, keduanya sama-sama merugikan tanggung jawabnya sebagai kepala cabang. Lebih buruk lagi, jika kepala cabang itu telah disuap oleh si calon nasabah.

“Saya menggunakan analisis dan logika dalam menjalankan bisnis. Saya mungkin tidak memiliki pengetahuan terperinci tentang cara menjalankan bisnis. Namun dengan belajar dari contoh-contoh global, saya mengasah kepekaan untuk bisa melihat indikasi yang mendasarinya,” tukas Tahir.

Lebih lanjut, Tahir pun mengatakan jika Bank Mayapada juga beroperasi secara efisien karena etika kerja audit yang sangat ketat. Tahir selalu menerapkan analisis yang sangat rinci, efektif, dan efisien dari segi waktu.

“Saya pun selalu berulang kali menekankan kepada bawahan jika kamu mengaudit perusahaan, kamu akan mempelajari kinerja perusahaan tersebut sepanjang tahun. Jika tiba-tiba dalam satu bulan di tahun tersebut kamu menemukan data yang tak biasa yang menunjukan omzet yang luar biasa, kamu harus curiga,” tegas Tahir.

“Prinsip saya adalah memaksimalkan operasi bank dalam waktu sesingkat mungkin untuk mendapatkan yang optimal. Itulah metode yang saya gunakan dalam melakukan analisis Bank Mayapada,” lanjut Tahir.

Lebih lanjut, Tahir pun mengaku, dirinya menggunakan pengamatannya yang tajam terhadap setiap detail yang mencurigakan dalam kinerja orang-orang yang bekerja di Bank Mayapada. Salah satunya adalah dia berbicara dengan salah satu kepala cabang dan bertanya soal berapa banyak anaknya, juga dimana anaknya sekolah.

Ia pun mengaku pernah menemukan jawaban mengejutkan saat bertanya seperti itu kepada salah satu kepala cabang banknya. Tahir bilang, si kepala cabang saat itu memiliki rumah mewah dan anak-anaknya belajar di Amerika Serikat.

Sementara, ia tahu bahwa gaji seorang kepala cabang di Bank Mayapada itu tak mungkin mampu membuat si kepala cabang memiliki rumah mewah dan menyekolahkan anaknya ke luar negeri.

“Itu menimbulkan kecurigaan saya. Gajinya hanya Rp 30 juta. Mungkin saja dia punya sumber pendapatan lain, tapi bagi saya tetap tidak masuk akal. Ia bekerja dari pagi hingga sore di bank. Dan saya pun melakukan penyelidikan terhadapnya dan menemukan bahwa ia menerima suap,” tandas Tahir.

Baca Juga: Cerita Dato Sri Tahir tentang Keajaiban Tuhan dan Para Malaikat dalam Hidupnya