Integritas, Kerendahan Hati, dan Seni Mengembangkan Kota

Bagi Ciputra, membangun BSD adalah perjalanan panjang penuh mimpi, strategi, dan seni kepemimpinan. Salah satu sosok penting di balik pengembangan BSD adalah Budiarsa, yang kemudian dipercaya menjadi Presiden Direktur.

Awalnya, tanggung jawab besar ini sempat membuat Budiarsa panik. Ia merasa dirinya bukan siapa-siapa. Namun, para pemegang saham memiliki keyakinan kuat bahwa Budiarsa adalah orang yang tepat untuk menjaga dan mengembangkan BSD ke arah yang lebih maju.

Kepercayaan besar itu dijalankan Budiarsa dengan penuh kehati-hatian dan kerendahan hati. Inilah yang membuat Ciputra menaruh rasa hormat tinggi kepadanya.

“Ia begitu rendah hati. Jabatan tinggi tidak diartikan sebagai posisi yang bisa membuatnya semena-mena. Tapi justru ia semakin menghargai seluruh tim dan selalu menyertakan pendapat dari berbagai pihak sebelum membuat Keputusan,” kata Ciputra.

Sebagai mentor sekaligus mertua, Ciputra memberi arahan strategis kepada Budiarsa untuk membangun BSD dengan langkah-langkah yang penuh perhitungan. Ia menasihati agar pembangunan tidak dilakukan secara gegabah dengan membangun rumah-rumah besar terlebih dulu.

Sebaliknya, mulailah dari rumah sederhana dan kecil, agar mudah terjual dan menumbuhkan keramaian di kawasan tersebut. Ketika kawasan mulai hidup, maka segmen menengah atas pun akan mulai melirik dan mencari rumah yang sesuai dengan gaya hidup mereka.

“Mengembangkan suatu wilayah itu adalah sebuah seni,” kata Ciputra kepada Budiarsa.

“Kita harus menghayati, mengenali, dan bersinergi harmonis dengan lahan. Kita sangat perlu memiliki visi masa depan dan meyakini itu. Namun, lakukan langkah dengan penuh perhitungan dan kecerdikan. Integritas dan kedisiplinan akan sangat membantu melancarkan usaha kita. Namun, jiwa entrepreneur juga dibutuhkan,” sambung Ciputra.

Ciputra pun mengingatkan Budiarsa pada pengalamannya membangun Ancol. Karena keterbatasan dana, ia menjual kavling sebelah barat untuk industri dan kavling sebelah timur untuk perumahan, sebelum akhirnya membangun pusat rekreasi di bagian tengah.

“Itulah entrepreneurship. Kita harus memutar otak dan kreatif memecahkan masalah untuk mencapai tujuan,” ujarnya.

Memasuki pertengahan dasawarsa 90-an, Budiarsa juga disibukkan dengan tanggung jawab di perusahaan keluarga, PT CHI, yang saat itu telah berubah nama menjadi Ciputra Development setelah masuk bursa saham. Bersama Ciputra, mereka menggarap proyek besar lainnya, Citra Raya di Cikupa.

Karena merasa harus fokus mendukung perusahaan keluarga, Budiarsa mengajukan pengunduran diri dari jabatannya sebagai Presiden Direktur BSD. Namun, para pemegang saham BSD, termasuk Salim Group dan Sinar Mas, menolak permohonan itu. Mereka yakin, Budiarsa mampu menangani kedua perusahaan sekaligus.

Saat itu, Budiarsa sempat berkata kepada Ciputra.

“Papi, saya hanya tidak mau merusak nama Papi. Saya berusaha bekerja baik karena mengusung nama Papi. Terlebih di BSD ada beberapa pengusaha yang terlibat di dalamnya. Kini izinkan saya fokus mengurus perusahaan keluarga. Sudah cukup saya turut membesarkan BSD,” terang Ciputra seraya menirukan perkataan Budiarsa kala itu.

Mendengar itu, Ciputra pun hanya menjawab dengan bijak.

“Jika kau dipercaya untuk menjadi Direktur Utama di dua perusahaan, jalankan saja, Budiarsa. Anggap kepercayaan itu sebagai sebuah kehormatan untukmu. Jalani pekerjaanmu dengan penuh integritas,” tandasnya.

Baca Juga: Kisah di Balik Keputusan Ciputra Meminta Anak-anaknya Merintis dari Nol dan Tak Langsung Mewarisi Konglomerasi