Growthmates, menjadi pewaris bisnis orang tua memang memiliki tantangan tersendiri. Perusahaan sudah ada, sistem sudah terbentuk, dan si anak tinggal meneruskan dan mengembangkan. Dan tak dipungkiri, stigma negatif kerap melanda anak yang mewarisi bisnis orang tuanya.
Kemudian, terkait sejumlah survei, salah satunya yang dilakukan The Economist Intelligence dan Harvard Business School, yang menyebut bahwa 95 persen bisnis keluarga tidak akan sanggup bertahan melewati generasi ketiga, Direktur Eksekutif Lippo Group, John Riady, pun punya pandangannya tersendiri.
Menurut generasi ketiga dari keluarga Riady ini, company lifecycle-speed of inovation dan perubahan behavior dari zaman ke zaman makin cepat. Jika dulu butuh sampai ke generasi 3, kata John, sekarang gak butuh sampe generasi 2 banyak perusahaan keluarga yang ambruk kalau gak bisa adaptasi.
“Saya rasa, kalau kita lihat memang semua usaha, bukan hanya family business saja, semua usaha zaman sekarang itu dia jatuh bangunnya lebih cepet atau bangun jatuhnya lebih cepet kalau gak bisa adaptasi dengan pekembangan zaman,” tutur John Riady ini dalam sebuah acara PermataBank yang dikutip Olenka pada Senin (24/06/2024).
“Jadi memang ini mungkin mencerminkan bahwa kita hidup di dalam sebuah dunia dan realita dengan perubahan yang begitu cepat. Sekarang perubahan inovasi itu jauh lebih cepat. Jadi kalau ada perusahaan yang sudah berhasil kemudian setelah itu turun lagi, juga semakin cepat tuh cycle-nya,” lanjut John Riady.
Baca Juga: Mengenal Sosok John Riady, Generasi Ketiga Pewaris Keluarga Riady yang Punya Tekad untuk Mandiri
John Riady pun mengutip sebuah pepatah kuno yang berbunyi When The Wind of Change Began To Blow, Some People Build Windmills While Others Build Walls. Menurut John, demi menjaga kesinambungan bisnis keluarga ini, dirinya pun berupaya membangun “kincir angin” untuk membawa perubahan yang lebih baik kepada para stakeholder Lippo.
“Pada saat angin perubahan mulai meniup, ada yang membangun kincir angin, ada juga yang membangun tembok. Dan saya berupaya membangun “kincir angin” untuk membawa perubahan dalam bisnis keluarga ini,” ujar John Riady.
Lebih lanjut, John mengatakan bahwa dalam bisnis sekarang ini tantangan terbesar bukan berasal dari dalam, tapi dari luar. Dan menurutnya, satu tantangan dari luar di era digital seperti saat ini adalah teknologi berkembang dengan begitu cepat.
Karena itu, kata dia, setiap perusahaan harus sensitif terhadap perubahan teknologi. Apabila tidak sensitif, perusahaan harus bersiap-siap untuk mengalami kemunduran bisnis. Dan, sebagai seorang pemimpin, ia pun dituntut untuk terus harus berinovasi, relevan, dan berubah menyesuaikan perkembangan zaman.
“Jadi memang kita hidup di dalam sebuah dunia dengan perubahan yang luar biasa, contohnya kehadiran AI atau kecerdasan buatan yang saat ini kian canggih. Dan ini bukan sesuatu yang mudah,” ujar John.
Selain dari luar, John pun tak menampik bahwa tantangan dalam menjalankan bisnis keluarga datang dari dalam. Dan lagi-lagi, menurutnya hal ini pun bukan perkara mudah.
“Kita harus menjaga succession itu ya. Dan saya pikir mungkin kata kuncinya itu values. Seringkali keluarga itu mulai berantem ke dalam itu kan ujung-ujungnya kita memang memiliki nilai-nilai yang berbeda. Jadi hal seperti ini memang yang bikin ribet. Jadi ini bagaimana kita terus menjaga values kebersamaan dan trust ya. Ini sesuatu yang gak mudah,” terang John.
“Jadi memang kalau kita lihat, family business ataupun bisnis yang bukan family pun secara statistic the odds are stack against us sebenarnya. Apalagi di dalam dunia sekarang ini karena perubahan luar begitu cepat, dan juga ke dalam juga kita harus terus membangun itu. Jadi memang ini di satu sisi tantangan, tapi juga di sisi lain menjadi excitement untuk terus memacu kita untuk terus maju dan bergerak,” tandas John.
Baca Juga: Generasi Ketiga Keluarga Riady Bicara soal Tantangan dalam Bisnis Keluarga