Group CEO Lippo Karawaci, John Riady, mengatakan, salah satu kunci yang wajib dimiliki untuk berinovasi adalah mentalitas antifragile. Di tengah perubahan yang kian masif, setiap orang diharapkan mampu menerima goncangan dan tidak mudah rapuh.

Generasi ketiga keluarga Riady ini membeberkan pentingnya memiliki sikap antifragile dalam menghadapi tantangan. Istilah antifragile itu ia kutip dari sebuah buku karangan Nassim Nicholas Taleb.

"Ada satu buku berjudul Antifragile karya Nassim Nicholas Taleb yang juga menulis buku The Black Swan. Buku ini sangat menarik, intinya buku ini mulai dan bertanya, 'apa lawan kata dari fragile?' Fragile itu kan istilah yang menggambarkan sesuatu yang mudah pecah. Penulis buku ini bilang, anonim dari fragile bukanlah resilient, stable atau lain sebagainya," terangnya dalam sebuah potongan video yang tayang di Instagram Olenka dan dikutip pada Selasa (9/7/2024).

Baca Juga: Mengenal Sosok John Riady, Generasi Ketiga Pewaris Keluarga Riady yang Punya Tekad untuk Mandiri

Sependapat dengan buku tersebut, John Riady mengibaratkan diri sama dengan sebuah benda yang mudah pecah atau fragile, mudah berubah, dan mudah rusak saat mengalami perubahan, stres, atau jatuh. Saat hendak menghadapi tantangan, sifat fragile harus dihilangkan dan baiknya seseorang bersikap seperti lawannya.

"Jadi, opposite dari fragile itu harusnya sesuatu ada perubahan ada tekanan ada goncangan bukan hanya resilient, same, atau stable, tapi bahkan becomes better. Jadi dia (Nassim Nicholas Taleb) bilang di dictionary kita ini enggak ada lawan kata dari fragile, makanya dia bikin kata antifragile," katanya.

Ia melanjutkan, sebaiknya seseorang menjadi tangguh, di mana saat dihadapi goncangan bukan hanya jangan sampai hancur, tapi juga perlu semakin baik.

Kemudian, ia mengambil contoh virus Covid-19. Menurutnya, virus tersebut mampu menunjukkan sikap antifragile. Mengapa demikian? Pasalnya, virus tersebut sulit dibunuh dan terus bermutasi.

Baca Juga: Jawaban John Riady soal Stigma Bisnis Keluarga, Apakah Hanya Bertahan di Generasi Ketiga?

"Kalau kita lihat covid, kenapa covid itu susah banget dibunuh itu kuman? Karena dia antifragile. Dari permutasi yang pertama, mutasi lagi, ada vaksin mutasi lagi, sampai huruf o, sampai tiga tahun baru mati. Nah, itu karena sifatnya covid itu antifragile," jelasnya.

"Jadi, buku ini bilang, setiap manusia, perusahaan, negara, setiap kebudayaan dan sebagainya yang bisa bertahan lama adalah mereka yang memiliki mentalitas antifragile ini," tutupnya.

View this post on Instagram

A post shared by Olenka News (@olenkanews)