Jika seseorang benar-benar mencintai apa yang dikerjakannya, lanjut dia, maka pekerjaan tidak lagi terasa sebagai beban, melainkan sebagai bagian dari kesenangan hidup. Dalam kondisi seperti ini, memisahkan kerja dan bermain justru terasa tidak relevan.

“Ketika yang sekarang, kalau misalnya kita mendapatkan suatu pekerjaan atau pilihan hidup kita untuk mengejar sesuatu yang kita senang, harusnya kita nggak akan memisahkan antara kerja sama bermain,” tegas Ishak.

Berbeda dengan fase muda yang sarat eksplorasi, Ishak menilai bahwa work-life balance justru menjadi sangat penting di masa tua. Alasannya sederhana, namun krusial, yakni kesehatan fisik yang mulai menurun.

“Kenapa di masa tua? Karena kita memang kesehatannya sudah menurun. Jadi kita mesti membatasinya antara bekerja sama bermain, atau istirahat,” jelasnya.

Dikatakan Ishak, di fase ini, tubuh tidak lagi sekuat dulu sehingga pengaturan waktu antara aktivitas, pekerjaan. Dan istirahat, kata dia, menjadi kebutuhan, bukan sekadar pilihan. Batas yang dulu terasa menghambat, sambung dia, justru menjadi pelindung agar kualitas hidup tetap terjaga.

Lebih jauh, Ishak Reza pun mengajak kita melihat work-life balance secara lebih kontekstual, bukan sebagai konsep baku yang harus diterapkan sama di setiap fase kehidupan.

Menurutnya, di usia produktif, terutama bagi para pekerja kreatif, menyatukan kerja dan passion justru bisa menjadi sumber energi. Sementara di masa tua, pembatasan aktivitas menjadi kunci untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan hidup.

“Tetapi ketika yang sekarang, kalau misalnya kita mendapatkan suatu pekerjaan atau misalnya pilihan hidup kita untuk mengejar sesuatu yang kita senang, harusnya itu akan nggak ada, kita nggak akan misahin antara kerja sama bermain sih,” pungkasnya.

Baca Juga: Cara Pandang Ishak Reza Soal Kreativitas