Ekonom senior INDEF, Tauhid Ahmad, menekankan pentingnya perhatian lebih besar dari pemerintah terhadap industri sawit sebagai salah satu tulang punggung ekonomi Indonesia. Industri ini tidak hanya menjadi sumber devisa utama negara tetapi juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

“Karena sawit jadi backbone ekonomi, pendapatan negara, devisa, dan banyak menyerap tenaga kerja, itu harus dioptimalkan lagi,” ujar Tauhid.

Tauhid merekomendasikan perbaikan pendanaan yang disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) agar lebih efektif, serta supervisi dan monitoring akses lahan oleh pemerintah untuk mendukung keberlanjutan sektor ini.

Baca Juga: Apakah Kelapa Sawit Mengandung Kolesterol? Pakar Buka Fakta, Begini Katanya

Pasalnya, Produktivitas sawit mencatat penurunan berdasarkan data GAPKI hingga Agustus 2024, yang menunjukkan produksi sebesar 34,7 juta ton dibandingkan 36,2 juta ton pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penyebabnya mencakup usia tanaman yang tidak lagi produktif, program replanting yang belum memadai bagi petani mandiri, dampak perubahan iklim, dan tingginya permintaan biodiesel.

Melihat kondisi itu, Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, juga menyoroti pentingnya peningkatan produktivitas di sektor hulu.

"Sebab produksi lima tahun terakhir stagnan dan konsumsi terus meningkat," katanya.

Baca Juga: Pakar Ungkap Keunggulan Minyak Kelapa Sawit dari Minyak Lainnya, Apa Saja?

Eddy juga menyerukan pemerintah untuk lebih tegas menindak perusahaan yang tidak mematuhi aturan, mengingat hal ini dapat menghambat efisiensi dan keberlanjutan industri.

Dengan langkah-langkah ini, optimisme terhadap pemulihan produktivitas dan daya saing sawit Indonesia dapat terus ditingkatkan, sehingga industri ini mampu mempertahankan perannya sebagai salah satu penopang utama perekonomian nasional.