Akibatnya, lanjut Ajib, pelambatan ekonomi pun tak terhindarkan. Bagaimana mungkin pengusaha bisa melakukan invoicing jika mereka bahkan tidak dapat mencetak faktur? Permasalahan teknis seperti ini tentu semakin membebani upaya pengumpulan pajak di tahun 2025.
“Jadi, hal pertama yang menjadi saran kita adalah, pemerintah harus berani membuat langkah terobosan. Bagaimana menyikapi Cortex yang ada, bagaimana menyikapi problem yang ada,” jelas Ajib.
“Sehingga jangan sampai sebuah sistem yang digadang-gadang bisa menjadi penopang dan pengungkit pertumbuhan ekonomi dan pengungkit penerimaan pajak,” sambungnya mengakhiri.
Baca Juga: Mengenal Sosok dan Perjalanan Karier Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani
Sebagai informasi, Coretax mulai diperkenalkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1 Januari 2025. Sistem ini bertujuan untuk mempermudah wajib pajak dalam mengakses berbagai layanan, mulai dari pendaftaran, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).
Alasan DJP mengganti sistem lama dengan Coretax adalah untuk memperbaiki sistem perpajakan yang sebelumnya dianggap kompleks dan tidak efisien.
Dengan Coretax, diharapkan seluruh layanan pajak dapat terintegrasi dalam satu platform yang lebih efisien. Namun, kenyataannya jauh dari harapan. Alih-alih mempermudah, Coretax malah memicu berbagai keluhan dari para penggunanya.