Topik soal Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) masih mewarnai pemberitaan media massa hingga hari ini. Implementasi sistem ini pun terpantau masih bermasalah. Jika hanya sekadar error kecil, mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi, masalah di Coretax bukan sekadar gangguan teknis biasa.
Sebagai informasi, Coretax sendiri resmi diperkenalkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 1 Januari 2025. Sistem ini dirancang untuk memudahkan wajib pajak dalam berbagai layanan, termasuk registrasi, pembayaran, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT).
Adapun, tujuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ‘sengaja’ mengganti sistem pelaporan dan pembayaran pajak dengan sistem lama ke Coretax ini adalah untuk memperbaiki sistem perpajakan yang sebelumnya dikenal rumit dan tidak efisien.
Coretax diharapkan dapat mengintegrasikan seluruh layanan dalam satu platform yang lebih efisien. Namun, kenyataannya jauh dari harapan. Bukannya memberikan kemudahan, Coretax justru malah menimbulkan banyak keluhan dari para pengguna.
Sejak awal penggunaan Coretax, sistem ini sudah menimbulkan kendala, seperti pembuatan akun tidak berjalan lancar, dan tak sedikit pula wajib pajak yang melaporkan kesulitan mengakses sistem, data yang tidak cocok, hingga seringnya error saat proses pelaporan pajak. Hal ini jelas membuat para pengguna frustasi karena kewajiban mereka untuk melapor dan membayar pajak tetap berjalan, sementara sistem tidak mendukung.
Tak pelak, kritik terhadap Coretax pun bahkan sampai memicu pihak tertentu melaporkan ke aparat penegak hukum tentang dugaan adanya unsur pelanggaran hukum dalam pengadaannya.
Beberapa pihak menilai biaya pembuatan aplikasi Coretax tidak seimbang dengan hasil dan manfaat yang diperoleh, terlebih ketika implementasinya di lapangan menghadapi banyak kendala.
Lantas, seperti apa 'kegaduhan' yang terjadi akibat Coretax ini? Apa saja respons dari pemerintah terkait kendala sistem ini? Berikut Olenka ulas selengkapnya, sebagaimana dikutip dari berbagai sumber, Kamis (20/2/2025).
Tentang Coretax
Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang sudah dirintis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sejak 2018 akhirnya terwujud melalui implementasi Coretax sejak 1 Januari 2025.
Coretax sendiri dibuat untuk bisa mengintegrasi seluruh fungsi yang ada dalam administrasi perpajakan. Rinciannya, meliputi pendaftaran wajib pajak, pelaporan, pembayaran pajak, hingga ranah pengawasan dan penegakan hukum terkait pajak.
Coretax ini diharapkan mampu membuat wajib pajak lebih mudah dalam pengelolaan pajak dan mengurangi pengemplangan pajak. Namun, sejak dirilis, implementasi Coretax ternyata penuh dinamika dan menghadapi banyak kendala yang memicu kritik dari para Wajib Pajak.
Seperti, kegagalan koneksi, masalah dalam penerbitan Faktur Pajak dan pembuatan Bukti Potong pajak, kesulitan verifikasi dan otorisasi data melalui aplikasi Coretax adalah sebagian masalah yang sering dikeluhkan Wajib Pajak dalam satu bulan terakhir.
Kendala yang terjadi pada sistem ini pun membuat geram masyarakat. Pasalnya, untuk membuat Coretax ini, dana yang digelontorkan senilai Rp1,3 triliun dan dikelola oleh Kementerian Keuangan dan berjalan dengan Peraturan presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018.
Namun, banyak pihak menilai biaya pembuatan aplikasi Coretax tidak seimbang dengan hasil dan manfaat yang diperoleh, terlebih ketika implementasinya di lapangan menghadapi banyak kendala.
Profil Pengembang Coretax
Melansir laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjuk PT PricewaterhouseCoopers Consulting Indonesia atau PwC sebagai agen pengadaan Coretax. PwC bertugas mengurus dari awal tender pengadaan sistem informasi hingga selesai.
Pada Rabu, 2 Desember 2020, PwC mengumumkan LG CNS-Qualysoft Consortium sebagai pemenang pengadaan Coretax. Penetapan pemenang tender tersebut pun tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 549/KMK.03/2020.
LG CNS-Qualysoft Consortium memenangkan tender senilai Rp1.228.357.900.000, termasuk pajak. Perusahaan yang beralamat di Jakarta tersebut harus menyediakan solusi Commercial off the Shelf (COTS) untuk Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) dan mengimplementasikan solusi tersebut.
Selain itu, PwC juga mengumumkan pemenang pengadaan jasa konsultasi owner’s agent-project management and quality assurance, yaitu PT Deloitte Consulting dengan nilai kontrak Rp110.301.831.878, termasuk pajak.
Tugas PT Deloitte Consulting adalah memberikan jasa konsultasi tentang layanan manajemen proyek, vendor dan kontrak, serta menyediakan layanan penjaminan kualitas untuk memastikan keberhasilan proyek Coretax.
Baca Juga: Menteri Keuangan Sri Mulyani Tanggapi Fenomena APBN Surplus di Argentina