Tak Pernah Merasa Bosan Bekerja

Memiliki impian besar dan mewujudkannya lewat langkah-langkah kecil, menjadi prinsip yang selalu dipegang Tahir dalam perjalanan hidupnya. Namun, ada satu rahasia lain di balik kesuksesannya, di mana Tahir tak pernah membiarkan rasa bosan menguasai dirinya.

Bagi Tahir, bekerja bukan sekadar kewajiban, tapi juga bentuk rasa syukur atas kesempatan yang Tuhan berikan. Filantropis ternama ini sangat menghargai setiap peluang untuk berbisnis dan mengembangkan diri. Semua itu dijalaninya dengan kerja keras, semangat yang menyala, dan energi yang seolah tak pernah habis.

“Suatu hari salah seorang direktur saya datang ke kantor saya. Ia berkata, "Saya ingin meminta cuti selama dua minggu, Pak. Saya perlu menyegarkan diri. Saya merasa sangat lelah...." Wajahnya tampak kusut,” cerita Tahir.

“Aku menatapnya dan tersenyum, lalu aku berjalan ke jendela dan membuka tirai. "Lihat," kataku. "Kau lihat tukang ojek itu? Apa mereka bisa merasa lelah? Mereka tidak punya kemewahan untuk merasa lelah, dan mereka tidak bisa merasa lelah. Kalau mereka membiarkan diri mereka merasa lelah dan mengikuti kata hati untuk beristirahat, keluarga mereka tidak akan punya apa-apa untuk dimakan. Mereka harus menghasilkan sedikitnya lima puluh ribu rupiah setiap hari untuk membeli beras dan kebutuhan sehari-hari lainnya,” sambungnya.

Menurut Tahir, karyawan tersebut seharusnya merasa sangat beruntung — memiliki jabatan tinggi dan penghasilan yang lebih dari cukup. Tidak seperti tukang ojek di luar sana yang penghasilannya pas-pasan, namun tetap bekerja keras tanpa kenal lelah demi menyambung hidup.

Bagi Tahir, justru di situlah letak perbedaannya. Rasa lelah atau bosan memang manusiawi, tapi bukan alasan untuk menyerah atau berhenti melangkah. Karena itu, ia menganggap bahwa sang karyawan tak perlu terlalu memedulikan rasa lelahnya.

Perkataan Tahir mungkin terdengar keras, bahkan terasa tidak nyaman bagi sebagian orang. Tapi nyatanya, ucapan itu membekas. Sang karyawan yang awalnya ingin cuti, akhirnya membatalkan niatnya.

Tahir paham betul, rasa lelah, bosan, atau ingin menyerah pasti pernah datang. Itu wajar. Namun, pengalaman hidup mengajarkannya satu hal penting bahwa musuh terbesar dalam hidup ini bukan orang lain, melainkan diri sendiri. 

“Perasaan yang menghalangi keinginan kita untuk bekerja keras sering kali berasal dari memanjakan diri sendiri. Orang-orang kreatif menyebutnya suasana hati. Saya tidak pernah menyerahkan diri saya pada suasana hati. Selama saya sehat dan kondisi memungkinkan saya untuk bekerja, saya akan bekerja,” kata Tahir.

“Saya menghargai pencapaian saya dan kesempatan yang saya miliki untuk mencapai pencapaian saya dengan tidak pernah membiarkan diri saya merasa lelah atau bosan. Dan sebenarnya jika kita berusaha sebaik mungkin untuk menikmati dan menghargai pekerjaan kita, kita tidak akan pernah merasa lelah atau bosan dalam bekerja,” tambahnya.

Baca Juga: Kisah Tahir Membangun Toko Bebas Bea

Fokus dan Memilih Mitra yang Kuat

Tahir mengaku, banyak orang yang kerap bertanya bagaimana ia berhasil mengembangkan bisnis yang sukses secara meyakinkan. Sederhana. Ada dua faktor: tetap fokus dan memilih mitra yang kuat. 

Ayah empat anak ini tak pernah menganggap bisnis yang dijalani sebagai bagian dari kehidupannya. Justru, bisnis adalah hidupnya. Namun, bukan berarti ia tidak memiliki atau mempedulikan kehidupan pribadinya. 

“Maksudnya saya mengabdikan diri sepenuhnya untuk bisnis saya. Saya memusatkan seluruh konsentrasi dan perhatian saya. Berbisnis bagi saya seperti bermain golf. Perlu fokus pada tujuan, yaitu memasukkan bola ke lubang yang dituju. Tidak perlu memperhatikan kegagalan atau keberhasilan orang lain. Kita tidak perlu memperhatikan apa yang orang lain sukai atau inginkan dari kita. Tetaplah fokus pada target kita sendiri. Masukkan bola ke lubang. Capai sasaran kita,” jelas Tahir.

Menurutnya, orang yang cenderung mudah terpengaruh oleh komentar atau pandangan orang lain biasanya mudah kehilangan kendali dalam mengambil keputusan, dan kehilangan fokus karena pendapat orang lain belum tentu berdampak pada bisnis yang dijalani.

Faktor kedua adalah mencari mitra yang tangguh. Dalam hal ini, Tahir memiliki cara unik untuk menggambarkannya lewat sebuah pengalaman masa kecil. Tahir pernah belajar menunggang kuda di Tretes, Jawa Timur. 

Masih jelas betul dalam ingatannya, suatu hari Tahir melihat seekor kuda berlari kencang di lapangan. Di belakangnya, seorang pria berusaha mengejar kuda itu hanya dengan berlari. Namun secepat apapun pria itu berlari, mustahil bisa menyamai kecepatan seekor kuda.