Suasana tegang, kabut yang mengambang di atas rumah tua, dan bisikan dari masa lalu, itulah atmosfer yang dibawa film The Dark House, karya terbaru sutradara Hans Wanaghi. Film ini bukan sekadar suguhan horor biasa. Ia hadir membawa nuansa misteri lintas zaman, eksperimen budaya, dan akting penuh totalitas dari para pemerannya.
Dalam acara press conference sekaligus gala premiere yang berlangsung di Epicentrum XXI, Jakarta, Senin (2/5/2025), sang Sutradara, Hans Wanaghi menyampaikan rasa terima kasihnya kepada media dan para tamu undangan.
“Mohon dukungannya terus di dalam doa juga ya supaya film ini boleh diterima oleh masyarakat dan menjadi hiburan menarik bagi perfilman tanah air,” tutur Hans.
Salah satu hal menarik yang langsung memancing perhatian penonton adalah penggunaan permainan pemanggil arwah asal Spanyol, Charlie Charlie.
Alih-alih menggunakan ritual lokal seperti jelangkung, Hans menjelaskan bahwa film ini memang mengambil inspirasi dari kisah Sukma dan Ayu di tahun 1950-an, tapi dihadirkan dalam setting masa kini.
Tokoh-tokoh utama seperti Arya dan Dewi merupakan representasi anak muda zaman sekarang, yang menurut Hans lebih mengenal tren luar negeri daripada ritual tradisional.
“Anak-anak masa kini mungkin belum familiar dengan dukun atau jelangkung. Mereka lebih akrab dengan hal-hal kebaratan, dan dari situlah ide Charlie Charlie muncul,” beber Hans.
Terkait lokasi film yang tampak sangat otentik dan terasa seperti karakter tersendiri dalam cerita, Hans bilang, itu bukan kebetulan. Menurut Hans, pemilihan lokasi syuting di Baturaden bukan hasil hunting biasa.
“Cerita ini berasal dari imajinasi penulis kami, lengkap dengan rumah, basement, tangga, dan pohon di luar jendela. Dan anehnya, penulis itu menemukan tempat itu secara tidak sengaja saat liburan, tempat itu sama persis dengan bayangannya, padahal dia belum pernah ke sana sebelumnya,” ungkap Hans.
Hans melanjutkan, film ini rupanya adalah bagian pertama dari sebuah trilogi. Kisah Sukma dan Ayu sebenarnya lebih detailnya ada di film pertama dari tiga cerita kata Hans.
Menurutnya, film pertama mengambil latar tahun 1950-an, lalu berkembang ke tahun 1990-an, dan kini disajikan dalam versi modern. Strategi ini diambil untuk menjaga rasa penasaran penonton sekaligus menyiapkan landasan kuat untuk dua sekuel berikutnya.
Baca Juga: Rio Dewanto hingga Faradina Mufti Bakal Bintangi Film Legenda Kelam Malin Kundang