Di tengah pesatnya urbanisasi dan berkurangnya minat generasi muda terhadap dunia pertanian, sejumlah perempuan Indonesia justru memilih jalan sebaliknya. Mereka menanam, memberdayakan, meneliti, dan menciptakan inovasi di sektor yang sering dianggap “keras” dan maskulin ini.
Dari sawah, kebun, hingga ruang laboratorium, mereka menunjukkan bahwa pertanian tak hanya tentang pangan tapi juga tentang masa depan.
Baca Juga: Deretan Perempuan Inspiratif yang Berprofesi sebagai Guru
Mengutip dari berbagai sumber, berikut deretan tujuh perempuan inspiratif yang mengubah wajah pertanian Indonesia dengan kerja nyata dan semangat berkelanjutan:
1. Siti Fatimah
Petani perempuan asal Jombang, Jawa Timur ini dikenal sebagai pelopor pertanian organik berbasis komunitas. Ia mempraktikkan metode “pertanian selaras alam” yang menekankan keseimbangan ekosistem dan ketahanan pangan lokal.
Melalui kelompok tani yang ia bentuk, Siti berhasil memberdayakan masyarakat sekitar, terutama perempuan desa agar bisa mandiri secara ekonomi tanpa merusak lingkungan.
Pendekatan ini menjadi signifikan di tengah kondisi petani Jombang yang rata-rata hanya memiliki lahan sekitar 0,3–0,4 hektare. Dengan menerapkan prinsip kesuburan alami dan tanpa pestisida kimia, Siti menunjukkan bahwa keberlanjutan pertanian tidak harus mengorbankan hasil atau pendapatan.
Selain mengembangkan praktik organik di tingkat lokal, Siti juga aktif membimbing petani lain dalam mengolah pupuk kompos dan memanfaatkan limbah pertanian untuk meningkatkan bahan organik tanah yang di wilayah Jombang rata-rata hanya sekitar 1,2%.
Upayanya tidak berhenti di sawah, tetapi ia juga turut mendorong petani perempuan agar mampu mengakses pasar dan memperluas jejaring pemasaran produk pertanian organik. Lewat inisiatifnya, pertanian di desanya bukan hanya menjadi sumber nafkah, tetapi juga ruang belajar dan solidaritas perempuan desa dalam merawat bumi secara berkelanjutan.
2. Heni Sri Sundani
Baca Juga: Deretan Perempuan Inspiratif di Bidang Sastra
Dulu seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Hong Kong, kini Heni Sri Sundani memilih kembali ke kampung halamannya di Bogor dan membangun perubahan dari akar rumput.
Berbekal pengalaman hidup dan pendidikan di Saint Mary’s University, Hong Kong, Heni mendirikan Gerakan Anak Petani Cerdas (GAPC) serta AgroEdu Jampang Community, wadah yang menggabungkan pendidikan, pertanian, dan pemberdayaan masyarakat.
Melalui program literasi, numerasi, hingga pelatihan keterampilan seperti budidaya jamur, hidroponik, serta wisata petik di kampung Jampang, Heni ingin membuktikan bahwa kemajuan desa bisa lahir dari tanah sendiri, bukan dari urbanisasi yang menguras tenaga muda desa.
Baca Juga: 12 Tokoh Perempuan Inspiratif di Bidang Pendidikan
Berawal dari satu kampung dengan 15 anak asuh, kini program yang ia rintis telah menjangkau lebih dari 10 kabupaten dan membantu ratusan anak petani memperoleh akses belajar dan peluang hidup lebih baik.
Tak heran, kiprahnya mengantarkan Heni masuk daftar Forbes 30 Under 30 Asia kategori Social Entrepreneurs. Bagi Heni, masa depan pertanian bukan sekadar menanam padi, tetapi menanam harapa, nagar anak-anak desa memiliki pilihan untuk tumbuh dan berhasil tanpa harus meninggalkan tanah kelahirannya.
3. Britania Sari
Aktivis pangan lokal asal Bogor, telah menggerakkan masyarakat untuk bertani di halaman rumah melalui praktik permakultur sistem pertanian yang selaras dengan alam. Sejak mulai berkebun secara otodidak pada 2014, ia mengembangkan “Kebun Atqiya” di Parung Panjang, Kabupaten Bogor, yang memadukan kebun sayuran organik, kandang ayam, dan pengolahan kompos rumah tangga.
Baca Juga: Deretan Perempuan Inspiratif Indonesia di Bidang Budaya
Lewat pendekatan yang terintegrasi itu, Britania berupaya membuktikan bahwa ketahanan pangan dapat dimulai dari ruang sekecil apa pun, bahkan dari pekarangan rumah sendiri.
Pada pertengahan 2023, Britania memulai program ketahanan pangan bagi keluarga pra-sejahtera di lingkungannya dengan melibatkan sekitar 10 keluarga. Mereka mendapat pelatihan berkebun, membuat kompos, serta memelihara ayam untuk mencukupi kebutuhan protein dan sayuran harian.
Dari inisiatif kecil itu, ia menanamkan kesadaran bahwa bertani bukan hanya tentang memproduksi pangan, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi, memperbaiki gizi keluarga, dan mempererat solidaritas komunitas. Melalui gerakannya, urban farming berubah dari tren sementara menjadi gaya hidup berkelanjutan yang menumbuhkan hubungan baru antara manusia dan alam.
4. Jatu Barmawati
Disebut sebagai “petani milenial inspiratif”, Jatu Barmawati perempuan asal Lampung membuktikan bahwa generasi muda punya tempat penting di dunia pertanian modern. Latar belakangnya sebagai anak petani membuatnya memahami langsung tantangan di lapangan. Ia kemudian mendirikan komunitas AYOMart (Agriculture Youth Organization – Community), wadah kolaborasi antarpetani muda untuk memperkuat akses pasar dan memperluas jejaring distribusi hasil pertanian.
Baca Juga: Deretan Perempuan Inspiratif Indonesia di Bidang Sains, Kiprah Mereka Mendunia
Jatu juga dikenal sebagai salah satu Duta Petani Milenial dan Duta Petani Andalan (DPM/DPA) yang diangkat oleh Kementerian Pertanian, serta kerap menjadi pembicara di berbagai forum untuk menginspirasi mahasiswa dan pemuda desa agar melihat pertanian sebagai bidang yang strategis dan berdaya saing.
Melalui jejaring digital dan pendekatan kewirausahaan, Jatu berhasil menembus pasar ekspor terutama untuk komoditas manggis, yang kini dipasarkan hingga ke Eropa dengan harga mencapai 5–6 euro per kilogram. Ia aktif mengedukasi petani tentang Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP), sekaligus mengubah citra bertani dari pekerjaan tradisional menjadi profesi yang modern, mandiri, dan bernilai ekonomi tinggi.
Bagi Jatu, teknologi dan kolaborasi bukan sekadar alat bantu, melainkan fondasi baru bagi regenerasi pertanian Indonesia di era digital.
5. Diyah Rahmawati
Berawal dari lahan pekarangan rumah yang sangat kecil di Kota Malang, Diyah Rahmawati kini berhasil menumbuhkan bisnis sayuran organik yang menjangkau pasar luas. Lulusan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ini membangun sistem kemitraan dengan sekitar 19 petani lokal dan mengelola lahan seluas hampir dua hektare di kawasan Cemorokandang.
Baca Juga: 12 Perempuan Indonesia yang Berjasa di Bidang Kesehatan
Produksinya mencakup lebih dari 40 jenis sayuran organik yang dipasarkan langsung ke konsumen maupun ke berbagai restoran dan toko bahan pangan sehat. Kisahnya bermula dari pengalaman pribadi melawan eklampsia saat kehamilan, yang mendorongnya beralih pada gaya hidup sehat dan pertanian tanpa pestisida kimia.
Kini, bisnisnya mampu mencatat omzet antara Rp 60–90 juta per bulan dan terus tumbuh berkat diversifikasi produk olahan seperti smoothie serta tempe organik. Diyah juga aktif mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya konsumsi pangan alami dan gaya hidup berkelanjutan.
Melalui ketekunan dan inovasi, ia membuktikan bahwa pertanian organik bukan hanya idealisme, tetapi juga peluang nyata untuk membangun ekonomi hijau yang berdaya saing tinggi.
6. Prof. Dr. Erika Budiarti Laconi
Sebagai salah satu perempuan pertama yang menduduki posisi Wakil Rektor Bidang Inovasi dan Bisnis di IPB University, Prof. Erika Budiarti Laconi menembus batas yang jarang dilalui perempuan di dunia akademik agribisnis.
Baca Juga: Tokoh Perempuan Inspiratif dalam Bidang Pendidikan, Membangun Masa Depan Bangsa yang Cerah
Dengan pengalaman lebih dari tiga dekade sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Peternakan, ia dikenal aktif dalam riset terkait nutrisi ternak, pakan hijauan, dan pemanfaatan tanaman herbal untuk efisiensi produksi peternakan.
Kini, ia juga memimpin Lembaga Kawasan Sains dan Teknologi (LKST) IPB University, yang berperan penting dalam menghubungkan hasil riset kampus dengan dunia industri dan startup agritech.
Melalui perannya, Prof. Erika mendorong inovasi yang berfokus pada ketahanan pangan, lingkungan berkelanjutan, serta pemberdayaan kewirausahaan berbasis riset. Ia percaya bahwa sektor pertanian dan peternakan harus bertransformasi menjadi ruang kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan bisnis hijau.
Visi inilah yang menjadikannya inspirasi bagi mahasiswa dan peneliti muda untuk memandang pertanian bukan sekadar kegiatan produksi, melainkan juga arena inovasi dan kemandirian bangsa.
7. Nira Lestari
Kelompok Wanita Tani (KWT) Nira Lestari berbasis di Dusun Semen, Desa Trenten, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dibentuk oleh sekelompok ibu-ibu desa, kelompok ini mengolah kelapa organik dari perkebunan di ketinggian 460–600 mdpl menjadi berbagai produk turunan bernilai tinggi, seperti gula semut, Virgin Coconut Oil (VCO), asap cair, dan madu kelapa.
Berkat komitmen terhadap praktik pertanian berkelanjutan, KWT Nira Lestari berhasil memperoleh sertifikasi organik internasional dari Control Union (Belanda) dan kini mengekspor produknya ke sejumlah negara, termasuk Belanda, Korea Selatan, dan Malaysia.
Keberhasilan ini juga menarik perhatian banyak pihak dari pemerintah daerah hingga pelaku UMKM nasional yang menjadikan mereka sebagai model pemberdayaan berbasis komunitas.
Lebih dari sekadar unit produksi, KWT Nira Lestari menjadi ruang sosial bagi lebih dari 90 perempuan desa untuk saling belajar, berdaya, dan membangun solidaritas ekonomi.
Melalui kerja kolektif, mereka membuktikan bahwa kegiatan rumah tangga dapat berkembang menjadi usaha produktif yang berorientasi ekspor. Meski masih menghadapi tantangan dalam menjaga kualitas dan kapasitas produksi, keberadaan KWT Nira Lestari memperlihatkan potensi besar perempuan desa sebagai aktor penting dalam rantai nilai pertanian berkelanjutan memadukan kemandirian ekonomi, kepedulian lingkungan, dan semangat komunitas dalam satu ekosistem yang hidup.