Dalam sejarah perkembangan pendidikan, nama-nama perempuan inspiratif telah menorehkan jejak yang tak terhapuskan. Mereka bukan hanya figur idealis, tetapi juga aktor nyata yang telah berjuang keras untuk memastikan bahwa setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki akses yang sama ke dunia ilmu. 

Mereka semua menunjukkan bahwa keberanian dan dedikasi dapat membawa perubahan signifikan. Kisah-kisah mereka tidak hanya menginspirasi generasi saat ini, tetapi juga memberikan harapan bagi masa depan pendidikan global yang lebih inklusif.

Lalu, siapa deretan tokoh perempuan di bidang pendidikan yang kalian suka? Olenka telah berhasil merangkum beberapa di antaranya mengutip dari berbagai sumber pada Jumat (28/10/2024):

Raden Ajeng Kartini

Siapa yang tidak kenal dengan Raden Ajeng Kartini? Ia merupakan salah satu tokoh pendidikan dan emansipasi wanita paling terkenal di Indonesia. Ia dikenal sebagai pelopor gerakan feminis dan pejuang hak-hak pendidikan bagi perempuan, terutama di kalangan masyarakat pribumi.

Baca Juga: 11 Tokoh Perempuan Inspiratif Asal ‘Kota Anging Mammiri’ Makassar

Kartini percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan derajat perempuan dan memajukan bangsa. Ia mulai menulis surat-surat kepada sahabat-sahabatnya yang berisi pemikiran dan gagasan tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan. Karya terkenalnya, "Habis Gelap Terbitlah Terang," diterbitkan pada tahun 1911, berisi refleksi tentang perjuangannya dan harapannya untuk masa depan perempuan Indonesia.

Salah satu langkah konkret yang diambil Kartini adalah mendirikan sekolah khusus untuk perempuan. Sekolah pertama dibuka pada tahun 1903 di Jepara dengan hanya sembilan murid. Di sekolah tersebut, Kartini mengajarkan berbagai keterampilan seperti membaca, menulis, menjahit, dan kerajinan tangan. Ia juga mendirikan perpustakaan untuk anak-anak perempuan agar mereka dapat mengakses pengetahuan.

Kartini juga aktif meminta dukungan dari pemerintah Hindia Belanda untuk memprioritaskan pendidikan bagi perempuan. Ia berharap agar pemerintah memberikan bantuan dana dan tenaga pengajar untuk mendukung rencananya. Pandangan Kartini tentang pendidikan yang mengedepankan siswa sebagai subjek belajar dianggap sangat modern pada zamannya.

Pemikiran dan perjuangan Kartini telah membuka jalan bagi banyak perempuan Indonesia untuk mengejar pendidikan dan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Ia dianggap sebagai simbol pergerakan feminis di Indonesia dan terus menginspirasi generasi muda untuk memperjuangkan hak-hak mereka.

Baca Juga: Berperan dalam Membangun Bangsa, Ini Daftar Tokoh Perempuan Asal Jawa Tengah

Dewi Sartika

Dewi Sartika adalah seorang tokoh perempuan yang sangat berpengaruh dalam sejarah pendidikan Indonesia, terutama dalam upaya memajukan pendidikan bagi perempuan. Lahir pada 4 Desember 1884 di Cicalengka, Jawa Barat, ia berasal dari keluarga priyayi yang terpelajar dan berpendidikan. Ayahnya, R.Rangga Somanegara, adalah seorang patih yang terkemuka di wilayah Bandung, dan ibunya, RA Rajapermas, adalah putri Bupati Bandung.

Pada tanggal 16 Januari 1904, Dewi Sartika mendirikan Sekolah Istri di Pendopo Kabupaten Bandung. Sekolah ini didirikan dengan dukungan dari kakeknya, Raden Adipati Aria Martanegara, yang menjabat sebagai Bupati Bandung, dan Den Hamer, Inspektur Kantor Pengajaran.

Sekolah Istri awalnya berlokasi di Paseban Kulon Pendopo Kabupaten Bandung dan memiliki tiga pengajar, termasuk Dewi Sartika sendiri. Pada tahun 1905, sekolah ini dipindahkan ke Jalan Ciguriang karena meningkatnya jumlah siswa.

Pada tahun 1910, Sekolah Istri berganti nama menjadi Sekolah Dewi Sartika. Empat tahun kemudian, pada tahun 1914, sekolah ini kembali berganti nama menjadi Sekolah Kautamaan Istri untuk lebih mendekati tujuan pendidikan yang ingin dicapai, yaitu menghasilkan wanita utama yang terdidik dan mandiri.

Baca Juga: 7 Perempuan Inspiratif Asal Jawa Barat

Dewi Sartika dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia karena jasanya dalam memajukan pendidikan bagi perempuan. Pemerintah Kolonial Belanda dan Republik Indonesia memberikan penghargaan atas kontribusinya. Makamnya dipindahkan ke kompleks pemakaman Bupati Bandung setelah meninggalnya pada 11 September 1947 di Tasikmalaya.