Mimpi, Prestasi, dan Integritas ala Ciputra
‘Segalanya berawal dari mimpi’, kalimat itu bukan sekadar retorika bagi Ciputra, melainkan filosofi hidup yang ia pegang teguh sepanjang perjalanan kariernya. Ia percaya, kekuatan mimpi bukan hanya membangkitkan semangat, tetapi juga menjadi kompas dalam menavigasi kehidupan dan bisnis.
“The power of dream. Mimpi akan mengarahkan kita untuk bergerak. Itu sebabnya saya selalu mengobarkan sikap ini pada segenap staf,” ujarnya penuh keyakinan.
Bagi Ciputra, mimpi tidak cukup hanya dipeluk. Ia harus diperjuangkan dengan semangat dan sikap mental yang kuat. Ia merumuskan lima pilar yang menjadi penyulut keberhasilan, yakni Dream, Desire, Drive, Discipline, dan Determination.
“Sikap-sikap itu akan mengantar kita menjadi pemimpi yang bergerak. Bukan pemimpi yang duduk melamun,” tegasnya.
Namun, semangat besar pun harus dibingkai dalam nilai-nilai luhur. Karena itu, ia mengingatkan bahwa setiap impian yang dijalankan harus dijaga dengan prinsip IPE, yakni Integritas, Profesionalisme, dan Entrepreneurship, tiga nilai yang menjadi fondasi dalam setiap langkah Ciputra Group.
Meski usianya terus bertambah dan kesuksesan telah diraih, Ciputra tak pernah berhenti berkarya. Banyak yang bertanya, apa lagi yang ingin ia capai?
“Orang-orang bertanya, kenapa Ciputra tak henti-hentinya berkarya, memproduksi ciptaan-ciptaan baru? Mau mengejar apa lagi? Perolehan harta sudah cukup. Orang mengira saya ini berambisi menambah kekayaan. Tidak,” jawabnya tegas.
Bagi Ciputra, harta bukan tujuan akhir. Ia mengaku bukan pengejar kekayaan, melainkan pengejar prestasi. Impiannya selalu tentang membangun sesuatu yang bermakna, karena prestasi pula yang dulu membantunya bangkit dari kesulitan hidup.
“Seperti juga prestasi yang menolong saya bangkit dari kesulitan hidup di masa lalu, prestasi pula yang menjadi penghangat kehidupan saya saat ini,” ungkapnya.
Ciputra juga memiliki pandangan yang sangat dalam tentang makna kehidupan dan penghormatan terhadap sesama manusia. Ia memaknai waktu sebagai aset paling berharga dan tidak ingin satu hari pun berlalu tanpa makna.
“Saya sangat menghormati dan mengapresiasi kehidupan, sehingga saya tak mau satu hari pun menjadi sia-sia,” katanya.
Penghargaan Ciputra terhadap orang lain juga tidak didasarkan pada status sosial, melainkan pada prestasi yang disertai integritas.
“Saya menghormati orang karena prestasi. Tidak pandang bulu apakah mereka mewah atau sederhana, prestasi membuat saya respek. Prestasi dengan integritas lah yang mampu membuat orang-orang berada di meja kehormatan,” tandasnya.
Baca Juga: Integritas, Profesionalisme, Entrepreneurship dan Rahasia Kesuksesan Ciputra
Kegagalan yang Membentuk Ketangguhan Ciputra
Di mata banyak orang, nama Ciputra identik dengan kesuksesan. Ia adalah tokoh besar di dunia properti Indonesia dan visioner yang tak pernah lelah bermimpi. Namun, di balik gemerlap prestasi itu, ada sisi lain dari perjalanan hidup Ciputra yang jarang diketahui, yaitu tentang kegagalan, kekecewaan, dan air mata.
“Lalu, timbul pertanyaan juga dari orang-orang yang mengamati saya. Apakah seorang Ciputra pernah kecewa? Apakah Ciputra pernah gagal dan bangkrut? Apakah si pemimpi ini selalu berhasil meraih impiannya?,” tutur Ciputra seraya menirukan pertanyaan orang-orang terhadapnya.
Pertanyaan-pertanyaan itu, kata dia, dijawabnya dengan penuh keterbukaan. Ciputra tidak pernah menutupi kenyataan bahwa hidupnya juga dipenuhi luka, cobaan, dan pukulan berat.
“Jangan salah. Kesempurnaan pengalaman seorang pebisnis adalah ketika ia pernah digempur kegagalan selain juga kesuksesan. Ia pernah dilumat kekecewaan selain juga kebahagiaan,” ujarnya jujur.
Salah satu momen paling emosional dalam hidup Ciputra adalah ketika ia tergeser dari posisi pimpinan Lapangan Golf Pondok Indah.
“Saya menangis,” kenangnya.
Menurutnya, kesedihan itu bukan yang terakhir. Krisis moneter 1998 menjadi pukulan hebat berikutnya. Perusahaannya terpuruk, dan ia harus melepaskan sahamnya di BSD demi membayar utang.
“Ketika saham saya di BSD lenyap karena harus membayar utang akibat badai krismon, saya menangis,” katanya lirih.
Namun, bagi Ciputra, semua rasa sakit itu adalah bagian tak terpisahkan dari proses menjadi lebih kuat. Ia percaya bahwa manusia tidak akan tumbuh hanya dari keberhasilan, melainkan juga dari kegagalan.
“Kita memang memerlukan cobaan agar menjadi lebih kuat,” tegasnya.
Menurut Ciputra, kesalahan banyak orang adalah hanya mempersiapkan diri untuk sukses dan bahagia. Padahal, hidup tak selalu ramah.
“Di dalam hidup, tidak masuk akal jika kita bersiap untuk berbahagia saja. Untuk berhasil saja. Untuk sukses saja. Hidup tidak akan sebaik itu pada kita,” ujarnya penuh makna.
Dalam pandangannya sendiri, hidup adalah gerak konstan antara dua kutub, yakni kemungkinan berhasil dan kemungkinan gagal. Keberanian yang sesungguhnya terletak pada kemampuan untuk tetap berjalan di antara keduanya.
“Di hadapan kebahagiaan selalu ada kekecewaan. Di hadapan kesuksesan selalu ada kemungkinan runtuh kembali. Di hadapan keberhasilan selalu ada kemungkinan gagal. Di antara dua kemungkinan itulah kita bergerak dalam hidup,” tegasnya.
Dan bagaimana cara untuk bertahan? Ciputra pun memberikan jawaban yang sederhana, namun sarat makna dalam.
“Cara agar kita survive adalah menyusun kekuatan di dalam diri kita agar tetap bersemangat di dalam dua kemungkinan itu. Karena, tujuan kita hidup adalah fokus pada perbaikan keadaan, bukan menangisi yang mengecewakan,” ungkapnya.
Baca Juga: Kisah Ciputra Membangun Citraland Sambil Mencetak Pemimpin Tangguh dari Keluarga