“Awalnya ya kita ini perusahaan film, terus tiba-tiba ada policy di perusahaan film yang tidak menguntungkan kita. Jadi pada waktu itu bisnis film ada monopoli, jadi kita berpikir waduh yang namanya penghasilan dari bisnis film itu akan terbatas sekali dan enggak akan banyak,” papar Alexander, dalam sebuah video yang diunggah Asosiasi Emiten Indonesia, dikutip Olenka, Rabu (22/1/2025).
“Jadi ada satu tempat di Tunjungan kita rencananya mau jadi bioskop, akhirnya kita ubah jadi pusat belanja. Jadi mall,” lanjut Alexander.
Alexander pun mengatakan, meski akhirnya perusahaan shifting dari bisnis film ke bisnis properti, hal itu tak merta mudah dan berjalan lancar. Nyatanya, ada beragam tantangan yang harus dihadapi perusahaan.
"Masalahnya tak sesederhana itu, bangun mall saja tidak. Di Indonesia itu tidak ada chain store, Ternyata di Indonesia itu tidak ada chain store, tidak ada toko-toko yang buka di dua tempat. Kami mencarinya susah banget," ujar Alexander.
Tantangan lain pun dihadapi Pakuwon ketika itu. Alexander menuturkan, bukan menjadi kebiasaan masyarakat untuk datang berbelanja ke mall hingga malam, tapi hanya sebatas jam 17.00. Hingga kemudian, Pakuwon melakukan berbagai strategi untuk meramaikan mall tersebut, termasuk dengan mendatangkan banyak tenant dari Jakarta.
“Dan di Surabaya belum ada kebiasaan orang datang ke sana belanja di mall dari pagi sampai tengah malam, sampai jam 10. Tapi yang itu tantangannya belum ada mall di sana. Tapi gak apa-apa, kita pantang mundur kok. Asal kita berusaha, kita yakin sukses, ternyata selalu begitu, harus sukses,” tandas Alexander.
Baca Juga: Kisah Pendirian Perusahaan Pakuwon Jati