Di tengah dunia yang semakin materialistis, ada satu suara yang mengajak kita berhenti sejenak dan bertanya, "Untuk apa sebenarnya kita hidup?" Suara itu datang dari Dato Sri Tahir, pendiri Mayapada Group, yang tak hanya dikenal sebagai pengusaha sukses, tetapi juga sebagai filantropis yang hatinya besar.
Dalam buku biografinya karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice, Tahir membagikan pandangannya tentang uang, hidup yang bermakna, dan kekuatan memberi.
Ia sendiri mengaku terinspirasi oleh tokoh dunia, Bill Gates, yang pernah berkata bahwa ia telah menyumbangkan miliaran dolar dan tetap hidup dengan baik. Bagi Tahir, itu menjadi bukti bahwa memberi tidak mengurangi, justru memperkaya—bukan harta, tapi makna.
“Uang bisa menjadi sumber kebaikan. Itu tergantung bagaimana kita melihatnya. Namun, uang bisa menjadi tuan yang jahat ketika kita memperbudak diri kita sendiri padanya. Ketika kita memuja uang dan membiarkannya memperbudak kita, hidup kita akan dikelilingi oleh kejahatan,” tegas Tahir, dikutip Olenka, Selasa (6/5/2025).
“Namun, jika kita berhasil mengendalikan uang dan menggunakannya untuk tujuan yang baik, kita akan memiliki kehidupan yang sangat baik. Sejak awal bisnis saya, saya tidak hanya mengejar kekayaan,” sambung Tahir.
Tahir pun menolak menjadikan kekayaan sebagai tujuan utama hidup. Ia memilih menjadikan uang sebagai alat untuk menebar manfaat. Baginya, hidup yang bermakna bukan soal umur panjang, kekayaan melimpah, atau sanjungan orang. Hidup bermakna adalah ketika seseorang mampu memberi cahaya—meski dalam diam.
“Cita-cita saya adalah menjadi pribadi yang mampu memberi pencerahan kepada sesama. Dimulai dari diri saya sendiri, keluarga, orang-orang terdekat di sekitar saya, masyarakat, negara, dan dunia,” ujarnya.
Tahir pun menyadari satu hal penting, bahwa kekayaan sejati bukan terletak pada jumlah uang yang dimiliki, melainkan pada bagaimana uang itu dimaknai dan digunakan.
Sebagai sosok dermawan yang telah lama terlibat dalam kegiatan filantropi melalui Tahir Foundation maupun secara pribadi, Tahir pun mengajak kita untuk merenungi kembali hubungan kita dengan uang.
Menurutnya, kebutuhan dasar manusia sebenarnya sangat sederhana. Namun sering kali, ambisi dan ketamakan membuat kita kehilangan arah dan lupa pada makna hidup yang sesungguhnya.
“Sekaya apapun seseorang, sebenarnya ia hanya membutuhkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhannya. Jika ia menyadari bahwa ia tidak akan membawa uangnya ke liang lahat, sebenarnya ia dapat menggunakan uang tersebut untuk membawa terang bagi dunia,” ujar Tahir.