Berdasarkan studi terbaru dari Accenture yang bertajuk Pulse of Change, sebesar 86% eksekutif perusahaan di Asia Pasifik berencana untuk meningkatkan investasi AI pada 2025 meski ada ketidakpastian ekonomi dan ancaman resesi. Meski begitu, hanya 41% yang memprioritaskan pelatihan dan pengembangan karyawan untuk mendukung transformasi tersebut.

Studi yang melibatkan 700 pimpinan perusahaan dan 713 karyawan di kawasan Asia Pasifik ini menemukan bahwa AI kini tidak lagi dianggap sekadar alat bantu, tetapi berperan sebagai “rekan kerja” dalam aktivitas sehari-hari. Tantangan utama bagi banyak perusahaan saat ini adalah menyelaraskan visi kepemimpinan dengan kesiapan karyawan karena kurangnya pelatihan dan peningkatan keterampilan dapat menghambat keberhasilan transformasi AI di berbagai organisasi.

Baca Juga: Menakar Eksistensi Artificial Intelligence vs Masa Depan Suku Bunga

“Di seluruh kawasan, kami melihat momentum kuat di balik investasi AI. Namun, antusiasme saja tidak cukup untuk menciptakan dampak. Ketika karyawan menunjukkan kemauan untuk beradaptasi, itu bukan sekadar sinyal, tetapi peluang untuk membangun keterampilan yang dibutuhkan agar AI benar-benar dapat dimanfaatkan secara maksimal,” ujar Anoop Sagoo, CEO, Accenture, Southeast Asia, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Keyakinan para pimpinan perusahaan terhadap AI lebih rinci ditunjukkan oleh 58%-nya yang melaporkan peningkatan produktivitas terbesar di bidang IT/teknologi; diikuti dengan bagian operasional (43%) serta penelitian dan pengembangan (41%). Dari sisi karyawan, 55% mengatakan bahwa mereka kini lebih sering mengandalkan AI untuk membantu menyelesaikan tugas dibandingkan meminta bantuan kepada rekan kerja.

Penggunaan AI paling umum adalah untuk analisis data (51%), disusul untuk keperluan pembelajaran dan pengembangan, serta riset. Namun, ambisi dan investasi ini belum diimbangi dengan kesiapan tenaga kerja. Sebanyak 73% karyawan merasa kecepatan perkembangan AI melampaui kemampuan perusahaan mereka dalam memberikan pelatihan yang memadai.

Temuan lain yang menarik adalah:

  • Sebanyak 57% responden menyatakan bahwa AI membantu mereka belajar dan meningkatkan keterampilan, sementara 51% merasa teknologi ini mendukung mereka dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan berbasis data;
  • Untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menggunakan AI, 48% karyawan berharap mendapatkan lebih banyak waktu untuk bereksperimen dan belajar langsung, sementara 46% menginginkan pedoman perusahaan yang jelas tentang penggunaan AI secara bertanggung jawab;
  • Tingkat kepercayaan terhadap organisasi di kawasan Asia Pasifik tergolong tinggi dengan 82% karyawan percaya bahwa institusi mereka berkomitmen untuk membantu mereka tetap relevan di era AI, dan 82% merasa didukung untuk tumbuh dan beradaptasi di tengah perubahan cepat;
  • Namun, masih terdapat kesenjangan pemahaman karena hanya 48% karyawan yang mengaku memiliki pemahaman yang cukup tentang potensi nilai yang dapat diciptakan oleh AI generatif;
  • Karyawan juga secara aktif mencari kesempatan belajar di luar tempat kerja untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman mereka tentang AI. Sebanyak 57% mengikuti kursus atau tutorial online, sementara 52% lainnya memanfaatkan blog dan media sosial sebagai sumber pembelajaran tambahan.

Selanjutnya, sebanyak 83% pimpinan perusahaan percaya bahwa infrastruktur teknologi mereka sudah siap untuk mengadopsi agentic AI. Teknologi itu merupakan sistem yang dapat bertindak, mengambil keputusan, dan berkolaborasi dengan intervensi manusia yang minimal. Sementara itu, 82% menilai strategi pengelolaan talenta mereka dapat mendukung penerapan teknologi tersebut.

Sebanyak 63% pimpinan perusahaan aktif berinvestasi dalam pengembangan agentic AI dan 57% telah melakukan uji coba atau penerapan awal. Sementara itu, hanya 45% karyawan yang rutin menggunakan AI agents. Meski demikian, tingkat penerimaan terhadap teknologi ini tergolong tinggi:

  • 83% merasa nyaman mendelegasikan tugas kepada AI;
  • 82% percaya AI dapat memberi mereka lebih banyak waktu untuk fokus pada pekerjaan yang kreatif dan strategis;
  • 79% yakin AI akan bertindak selaras dengan tujuan organisasi; dan
  • 74% merasa siap memimpin tim yang melibatkan AI sebagai rekan kerja aktif.

Jayant Bhargava, Country Managing Director, Accenture Indonesia, mengatakan “Hasil riset Pulse of Change mencerminkan apa yang kami amati di Indonesia. Laju transformasi kini semakin cepat, didorong oleh kemajuan AI, otomatisasi, dan digitalisasi. Banyak organisasi masih terlalu berfokus pada penerapan teknologi tanpa sepenuhnya meningkatkan kemampuan talenta. Padahal, transformasi hanya akan terjadi ketika kemampuan manusia, seperti budaya, keterampilan, dan proses berkembang sejalan dengan inovasi.”

“Indonesia kini memasuki tahap penting dalam perjalanan adopsi AI. Dengan ekonomi digital yang dinamis, ekosistem startup yang berkembang pesat, serta dukungan kuat dari pemerintah melalui inisiatif seperti Strategi Nasional AI, Indonesia tengah membangun fondasi bagi pertumbuhan AI yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.” lanjut Jayant.

“Untuk itu, dengan memanfaatkan potensi talenta muda dan infrastruktur digital yang terus berkembang, Indonesia berada pada posisi yang sangat strategis untuk mendorong transformasi di berbagai sektor," pungkasnya.