Accenture dalam laporan berjudul Cracking the Code on Data Debt menyoroti tantangan besar yang dihadapi operator telekomunikasi atau Communication Service Providers (CSP) di Asia Pasifik (APAC) saat ini, yaitu data debt. Istilah ini merujuk pada kondisi ketika data perusahaan tersebar, terfragmentasi, dan tidak konsisten sehingga sulit dimanfaatkan secara optimal.
Sebanyak 71% eksekutif operator telekomunikasi di Asia Pasifik mengakui bahwa minimnya visibilitas menyeluruh terhadap jaringan dan portofolio mereka memperlambat proses pengambilan keputusan. Selain itu, 66% karyawan menghabiskan lebih banyak waktu untuk membersihkan data dibandingkan menganalisisnya, dan hanya 2% operator yang sudah memiliki strategi data terpadu dengan proses berbagi data lintas fungsi yang benar-benar mulus.
Baca Juga: Studi Accenture: 86% Pimpinan Organisasi di Asia Pasifik Berencana Tingkatkan Investasi pada AI
“Selama bertahun-tahun, operator telekomunikasi telah membangun sistem IT yang kompleks sehingga banyak yang kini terbebani technical debt. Sistem lama menyerap anggaran, tetapi menghambat kelincahan. Sekarang muncul pula data debt karena data yang tidak konsisten dan terisolasi menghambat inovasi berbasis AI. AI justru dapat membantu operator mempercepat modernisasi dan mengatasi masalah tersebut," kata Vivek Luthra, Senior Managing Director, Data and AI Lead, APAC & South East Asia Business and Global Strategic Pursuits at Accenture.
“Seiring dengan meningkatnya otomatisasi, kebutuhan keterampilan pun berubah. Industri membutuhkan tenaga profesional yang memahami telekomunikasi sekaligus memiliki kemampuan AI yang lebih maju. Misalnya, network engineer yang juga menguasai data science atau machine learning. Operator perlu strategi terarah untuk membangun keterampilan baru sekaligus menyiapkan tenaga kerja masa depan," jelas Vivek menambahkan, sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (26/11/2025).
Laporan lainnya dari Accenture, The Front Runner’s Guide to Scaling AI, menunjukkan bahwa baru 21% Perusahaan Telekomunikasi di Asia Pasifik yang berhasil memperoleh hasil nyata dari investasi AI mereka. Operator yang lebih maju ini biasanya menempatkan investasi jangka panjang pada proses-proses inti dalam rantai nilai telekomunikasi, memperbarui fondasi teknologi mereka, membangun landasan data yang siap untuk AI, serta mengembangkan tenaga kerja dengan keterampilan baru yang sesuai kebutuhan era digital.
Laporan tersebut juga mengidentifikasi lima area prioritas yang kini menjadi fokus investasi strategis operator di APAC, mulai dari Self-Healing Automated Network dan Field Engineer Technical Assistant dalam Network & Service Assurance, Agent Co-Pilot dalam Customer Experience & Care, hingga Sales Co-Pilot dan Marketing Content Generation pada fungsi penjualan dan pemasaran.
Tejas Rao, Managing Director and Global Network Practice Lead, Communications Media and Technology, Accenture, menegaskan, “Agentic AI dapat mempercepat perjalanan operator menuju operasi jaringan yang lebih otonom dan zero-touch. Sebanyak 63% operator telekomunikasi global kini telah berinvestasi dalam AI agents. Sebagian besar masih pada tahap eksperimen, tetapi 2 dari 10 sudah mulai menerapkannya secara lebih luas di berbagai fungsi. Teknologi ini memberikan peluang besar bagi operator untuk mentransformasi konektivitas menjadi aset strategis yang mendorong pertumbuhan.”
“Pertumbuhan AI dan meningkatnya kebutuhan solusi berbasis cloud yang aman memberikan peluang besar bagi operator untuk memanfaatkan kekuatan jaringan dan kepercayaan pelanggan. Ini dapat mendorong pertumbuhan bisnis B2B sekaligus memperkuat peran mereka dalam ekonomi digital," pungkas Tore Berg, Managing Director and Lead, Communications, Media and Technology Industry, Accenture in APAC.