Nama Presiden RI ke-2, Jenderal Besar TNI (Purn) Soeharto masuk dalam usulan pahlawan nasional 2025. Presiden berjuluk bapak pembangunan itu diusulkan menjadi pahlawan nasional bersama 9 tokoh lain oleh Kementerian Sosial, namun belakangan nama Soeharto memicu polemik, ada yang sepakat tetapi tak sedikit yang menolak dengan berbagai alasan.
Sejarawan Universitas Gadjah Mada Agus Suwignyo mengatakan apabila ditinjau dari persyaratan, Soeharto layak mendapatkan tempat sebagai pahlawan nasional, namun untuk memberi gelar tersebut ada faktor lain yang menjadi pertimbangan, salah satunya adalah kontroversi dan jejak masa lampau seperti yang terjadi pada 1965.
Baca Juga: Mensos Klaim Usulan Soeharto Menjadi Pahlawan Nasional dari Aspirasi Rakyat
“Kalau melihat kriteria dan persyaratan sebagai pahlawan nasional, nama Soeharto memang memenuhi kriteria tersebut. Namun tidak bisa juga mengabaikan fakta sejarah dan kontroversinya pada 1965,” ujar Agus kepada wartawan dilansir Senin (21/4/2025).
Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 15 Tahun 2012, tokoh yang didapuk menjadi pahlawan nasional mesti lolos beberapa pertimbangan, salah satunya adalah sebagai tokoh yang berkontribusi nyata sebagai pemimpin atau pejuang dan tidak pernah mengkhianati bangsa.
Soeharto diketahui memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 yang berhasil merebut Yogyakarta dari pendudukan Belanda, serta menjabat sebagai Panglima Komando Mandala dalam operasi pembebasan Irian Barat pada 1962.
“Cara pandang sejarah terhadap Soeharto ini tidak bisa hitam putih. Sebagai pahlawan nasional, tidak bisa mengabaikan fakta sejarah. Namun, tidak bisa juga mengabaikan kontribusinya dalam kemerdekaan,” ujarnya.
Jejak sejarah kata Agus bakal memicu kontroversi jika Soeharto ditetapkan menjadi pahlawan nasional kendati ia punya peran besar dalam kemerdekaan Indonesia, namun di sisi lain Soeharto juga menjadi salah satu tokoh yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM berat dan tindakan represif terhadap kebebasan sipil.
Baca Juga: Mahfud Ikut Soroti Polemik Ijazah Palsu Jokowi
“Penulisan sejarah itu harus memperhatikan konteks, ya. Jadi semisal ada kategori pahlawan nasional dalam bidang tertentu, sehingga bisa diberikan gelar, tetapi dalam konteks dan catatan,” jelasnya.
Agus juga menyoroti perlunya pendekatan yang lebih luas dalam pengusulan gelar pahlawan nasional. Ia mencontohkan Syafruddin Prawiranegara, tokoh yang sempat dicap pengkhianat karena keterlibatannya dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), padahal perannya penting dalam sejarah pembentukan Pemerintah Darurat Republik Indonesia.
“Selain itu, kita belum (memberikan pengakuan) pada berbagai tokoh-tokoh di bidang seni, teknologi, dan pengetahuan. Saya kira perlu ada kajian mengenai pahlawan nasional di luar latar belakang militer,” pungkas Agus.
Aspirasi Masyarakat
Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf mengklaim usulan menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah aspirasi masyarakat yang masih ditampung pihaknya.
Gus Ipul mengatakan,aspirasi ini juga tidak muncul begitu saja ke permukaan, ide itu muncul di forum resmi yang melibatkan berbagai pihak.
“Masukan dari masyarakat bisa melalui seminar dan forum lainnya. Setelah seminar, akan melibatkan sejarawan, tokoh masyarakat setempat, serta narasumber yang relevan dengan tokoh yang diusulkan,” kata Gus Ipul.
Baca Juga: Perang Dagang Makin Panas, Prabowo Diminta Isi Pos Dubes RI di AS
Gus Ipul melanjutkan, usulan menjadikan seorang tokoh sebagai pahlawan nasional melewati sejumlah mekanisme, selain melibatkan sejarawan dan tokoh masyarakat yang dirasa kompeten usulan itu akan dilanjutkan ke kepala daerah untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
“Pada tingkat provinsi akan diadakan seminar lagi. Selanjutnya, baru disampaikan ke kami di Kementerian Sosial,” jelasnya.