Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas kembali menjadi perhatian publik setelah mewacanakan perubahan fungsi Kantor Urusan Agama (KUA). Menag berencana mengubah KUA menjadi tempat yang mengakomodir pernikahan semua agama yang diakui di Indonesia. 

Ada sejumlah pertimbangan yang melandasi rencana tersebut, salah satunya adalah mengintegrasikan data pernikahan dan perceraian masyarakat Indonesia melalui satu pintu. 

Baca Juga: Jokowi Disebut-sebut Dapat Jabatan Baru di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Tak menjadikan KUA sebagai tempat pernikahan seluruh agama, Menag Yaqut juga berencana mengubah aula-aula di kantor KUA menjadi fasilitas ibadah sementara bagi masyarakat non muslim yang masih terkendala pembangunan rumah ibadahnya. 

“Kita sudah sepakat sejak awal, bahwa KUA ini akan kita jadikan sebagai sentra pelayanan keagamaan bagi semua agama. KUA bisa digunakan untuk tempat pernikahan semua agama,"kata Menag Yaqut dilansir Olenka.id Rabu (28/2/2024). 

"Bantu saudara-saudari kita yang non-Muslim untuk bisa melaksanakan ibadah yang sebaik-baiknya. Tugas Muslim sebagai mayoritas yaitu memberikan perlindungan terhadap saudara-saudari yang minoritas, bukan sebaliknya," tambahnya. 

Rencana Yaqut mendapat respons beragam dari masyarakat ada yang mendukungnya tetapi tidak sedikit pula yang menolak keras wacana itu karena berbagai alasan. Salah satu pihak yang menolak ide itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). 

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan rencana Menag Yaqut tak masuk akal, baginya KUA tak bisa menjadi tempat mencatat pernikahan semua agama lantaran lembaga ini dinaungi oleh  Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama. 

"Harusnya, menag fokus mencarikan solusi terhadap masalah yang merupakan ranah dirjen Bimbingan Masyarakat Islam, bukan justru mengarahkan untuk turut mengurusi agama lain, seperti menjadikan KUA, menjadi tempat pencatatan pernikahan agama selain Islam juga. Padahal, KUA adalah institusi di bawah Dirjen Bimas Islam. Hal yang tidak sejalan dengan aturan tata kelola organisasi Kemenag yang dikeluarkan sendiri oleh Menag," kata Hidayat. 

Hidayat menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, KUA di tingkat kecamatan merupakan unit pelaksana teknis Kemenag yang bertanggungjawab dan berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam.

Hidayat pun mempertanyakan usulan Yaqut soal KUA mengurusi pencatatan nikah semua agama itu disampaikan juga pada rapat kerja (raker) Ditjen Bimas Islam.

"Sangat disayangkan, di forum raker dengan Bimas Islam, yang seharusnya mengutamakan pembahasan peningkatan pelayanan untuk masyarakat Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab (Ditjen) Bimbingan Masyarakat Islam," katanya.

Dia juga menilai usulan soal pencatatan nikah semua agama di KUA tersebut juga tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia. Selain itu, tambah Hidayat, hal itu juga tidak selaras dengan aturan yang berlaku, termasuk amanat UUD Negara RI Tahun 1945 dan justru dapat menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non-muslim karena bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.

Baca Juga: Hasan Nasbi: Prabowo Adalah Kesabaran yang Panjang, Tak Ada yang Lebih Tabah Darinya

Baca Juga: Megawati Dukung Hak Angket tapi Tak Sudi Jokowi Dimakzulkan

"Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua agama, yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama, belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR RI; sementara banyak warga yang kami temui saat reses merasa resah dan menolak rencana program yang disampaikan Menag (Yaqut) tersebut," jelasnya.

Dukungan Menko PMK

Kendati wacana itu mendapat penolakan dari berbagai pihak, namun rencana Menag Yaqut disambut baik Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Eks Menteri Pendidikan itu menyebut ide  Yaqut mesti ditindaklanjuti secara serius, ini adalah gebrakan baru yang patut diapresiasi.