Politikus PDI Perjuangan Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul ikut merespons polemik penulisan ulang sejarah bangsa Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. 

Penulisan ulang sejarah yang digarap Kementerian Kebudayaan itu menuai pro kontra setelah Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan pelanggaran seperti pemerkosaan massal pada tragedi 1998 tak dimasukan dalam penulisan ulang ini.

Baca Juga: Respon Pernyataan Fadli Zon, PDI-P: Penulisan Ulang Sejarah Jangan Hanya untuk Memuliakan Rezim

Bambang menyikapi santai soal polemik ini, baginya setiap penulisan sejarah bakal terjadi polemik sebab penulisan ulang bakal dipengaruhi pandangan subjektivitas pemerintah. Untuk itu dia menegaskan PDI Perjuangan juga bakal menulis ulang sejarah versi mereka.

"Maka sikap PDIP juga akan menulis ulang sejarah versi kami," kata Bambang Pacul dilansir Selasa (17/5/2025).

"Bahwa subjektivitas Pak Pak Fadli Zon mau mengambil cara yang berbeda, ya dipersilahkan, nanti kan ditabrakkan dengan ayat fakta," tambahnya.

Bambang mengaku pihaknya juga tak menutup kemungkinan memakai perspektif mereka sendiri dalam menulis ulang sejarah bangsa ini. Dia kemudian mengingatkan seluruh pihak supaya tak merasa paling benar dan paling tahu semua sejarah bangsa ini.

"Anggaplah Bung Karno ada kekeliruan, saya pasti enggak mau, oh aku pecintanya Bung Karno, kan begitu loh. Kamu mau enggak kalau pacarmu yang kamu cintai itu dikritik? Enggak mau lah," ujarnya.

"Ini yang disadari, jangan kemudian sok bener-beneran enggak bisa, ya. Begitulah logika dunia wilayah Timur, dunia wilayah Timur ada rasa dinda, ada rasa dinda. Dunia wilayah Timur makannya bukan hanya sekedar dagingnya dinda, banyak bumbu masak di dalamnya," imbuh dia.

Baca Juga: Penulisan Ulang Sejarah RI Kuras Anggaran Hingga Rp9 Miliar

Pemerintah saat ini tengah menggodok penulisan ulang sejarah melalui Kementerian Kebudayaan. Menbud Fadli Zon akan menerapkan nuansa (tone) positif dalam penulisan sejarah Indonesia demi menghindari perpecahan dan mempererat persatuan bangsa.

Menurut Fadli, penulisan sejarah menjadi tak lagi penting manakala hanya memicu perpecahan bangsa.