AFTECH dan PERBANAS berkomitmen untuk menyelaraskan perbankan dan fintech sebagai upaya memperluas jangkauan kredit nasional.

Menyikapi rasio kredit terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cenderung stagnan di angka 30% dalam sepuluh tahun terakhir, AFTECH menilai kemitraan yang lebih fokus antara kedua sektor adalah kunci untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan, termasuk celah kredit bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang nilainya sekitar USD234 miliar.

Sekretaris Jenderal PERBANAS, Anika Faisal, yang juga merupakan Komisaris Bank Jago, menyatakan bahwa peningkatan rasio kredit nasional hanya bisa diwujudkan melalui penguatan fungsi intermediasi dan kerjasama antar pelaku di industri jasa keuangan.

Baca Juga: Kepercayaan Publik Jadi Fondasi Utama Keberlanjutan Industri Fintech Indonesia

Dia menjelaskan, kolaborasi antara perbankan dan fintech sangat krusial untuk memperlebar distribusi kredit, terutama ke wilayah di luar Jawa dan sektor-sektor prioritas yang belum terjangkau secara optimal. 

Dengan memadukan jaringan yang luas serta kapabilitas manajemen risiko perbankan dengan terobosan teknologi dari fintech, pemerataan akses kredit dapat diwujudkan dengan lebih efisien, cepat, dan responsif.

Baca Juga: BFN 2025 Resmi Dibuka, Pandu Sjahrir: Fintech Indonesia Harus Jadi Pemimpin, Bukan Sekadar Pengikut

“Adanya simbiosis antara kedua sektor ini mampu meningkatkan jangkauan pelayanan sekaligus memperluas pilihan produk kredit bagi berbagai segmen masyarakat. Namun mengingat masih adanya sejumlah tantangan, kolaborasi ini harus diimbangi dengan regulasi perlindungan konsumen yang kuat serta penegakan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan inovasi yang bertanggung jawab. Lewat kegiatan ini, perbankan dan fintech dapat bersama-sama menyelaraskan pandangan, memperkuat standar tata kelola dan manajemen risiko yang baik sebagai dasar dari kerja sama yang berkelanjutan,” ungkap Anika.

Dalam sambutannya, Ketua Departemen Perbankan AFTECH, Dedy Sahat yang juga menjabat sebagai EVP Head of Digital Economy CIMB Niaga menyebut ruang untuk memperluas akses kredit di Indonesia masih sangat besar.

Hal ini tergambar dari hasil survei yang dilakukan AFTECH bersama Mandala Consulting yang menunjukkan masih terdapat 4,5% populasi yang unbanked atau tidak memiliki akun bank, dan 36% yang underbanked atau tidak memiliki akses kredit. Kondisi ini memperlihatkan bahwa meski adopsi teknologi meningkat, inklusi kredit masih menghadapi tantangan struktural. 

“Tentunya ini adalah tantangan yang tidak bisa langsung dijawab dengan satu solusi saja. Bank tetap memegang peran penting, namun sektor digital juga muncul sebagai solusi dengan pertumbuhan tercepat saat ini, seperti pemberian akses kredit melalui perusahaan fintech seperti platform pinjaman daring (pindar). Karena itu, kami berharap sesi ini dapat menjadi wadah bagi bank dan pelaku fintech untuk menemukan peluang kolaborasi lebih lanjut, serta melahirkan lebih banyak inovasi dalam inklusi keuangan di masa depan,” ujar Dedy.

Baca Juga: BFN 2025 Resmi Dibuka, Pandu Sjahrir: Fintech Indonesia Harus Jadi Pemimpin, Bukan Sekadar Pengikut

AFTECH terus berupaya menjembatani kolaborasi lintas sektor untuk memenuhi dan memperluas kebutuhan akan akses keuangan digital tersebut. Dedy menekankan bahwa forum diskusi AFTECH dan PERBANAS ini yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam perayaan Bulan Fintech Nasional (BFN), adalah wujud komitmen bersama antara sektor fintech dan sektor perbankan untuk memperkuat kepercayaan, menyelaraskan perspektif, dan mendorong terciptanya inovasi yang lebih inklusif. 

Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Indarto Budiwitono yang turut hadir pun menyampaikan dukungan penuh terhadap terselenggaranya kegiatan forum diskusi ini. 

“OJK mendukung penuh kegiatan hari ini dan berharap kegiatan ini dapat memberikan masukan yang konstruktif bagi perkembangan industri fintech ke depannya,” ujar Indarto.

Ketua Departemen P2P Lending AFTECH, Nucky Poedjiardjo yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Easycash, mengatakan bahwa kemitraan perbankan dan platform pindar terus menunjukkan perkembangan yang signifikan dan semakin menjadi fondasi penting dalam perluasan akses kredit nasional. Meningkatnya kebutuhan kredit masyarakat, ditambah keunggulan pindar dalam menjangkau segmen yang belum terlayani bank dengan proses yang lebih cepat dan efisien, mendorong kerja sama kedua sektor tumbuh semakin kuat.

“Kontribusi pendanaan perbankan terhadap industri pindar terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Berdasarkan catatan OJK per Juli 2025, outstanding pendanaan dari lender perbankan per Juli 2025 meningkat 40,09% secara tahunan (yoy), mencapai Rp54,10 triliun atau sekitar 63,9% dari total pendanaan industri. Perkembangan ini menunjukkan kepercayaan bank terhadap pindar terus meningkat, terutama terhadap platform dengan tata kelola dan riwayat kepatuhan yang baik,” kata Nucky pada forum diskusi AFTECH dan PERBANAS di Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Nucky menambahkan, keberlanjutan kolaborasi antara perbankan dan platform pindar memerlukan keselarasan kebutuhan dan ekspektasi dari kedua belah pihak. Tantangan utama saat ini bukan hanya pada perluasan pendanaan, tetapi bagaimana bank yang ingin melakukan diversifikasi portofolio dapat menemukan platform yang memiliki rekam jejak kepatuhan yang kuat, serta bagaimana pindar dapat membangun kemitraan jangka panjang dengan pemberi dana (lender) institusional.

Sesuai dengan pembahasan di forum diskusi antara AFTECH dan PERBANAS, aspek governance atau tata kelola, serta reputasi industri merupakan risiko utama yang ditemukan dalam kerja sama bank dengan pindar.

“Dalam hal ini, Easycash memiliki komitmen untuk senantiasa menjaga standar tata kelola yang tinggi, memastikan integritas operasional, dan transparansi untuk membangun kepercayaan perbankan serta menciptakan kolaborasi yang berkelanjutan. Dengan konsistensi tersebut kami percaya sinergi bank dan pindar dapat memberikan dampak yang jauh lebih besar bagi perluasan akses kredit nasional,” tutup Nucky.