Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) resmi mengesahkan Kode Etik Terintegrasi AFTECH 2025 dalam Rapat Umum Anggota (RUA) Luar Biasa yang digelar Jumat (5/12/2025).
Pengesahan ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan hampir satu dekade industri fintech nasional, sekaligus menandai komitmen kolektif pelaku industri untuk memperkuat tata kelola yang berintegritas, transparan, dan bertanggung jawab.
Sebagai asosiasi payung industri fintech nasional sekaligus asosiasi penyelenggara Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) yang resmi ditunjuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), langkah AFTECH ini tidak sekadar pembaruan administratif.
Di tengah meningkatnya kompleksitas bisnis digital serta berbagai kasus pelanggaran etika dan fraud yang sempat menggerus kepercayaan publik, Kode Etik Terintegrasi 2025 hadir sebagai fondasi baru untuk menata ulang arah industri ke depan.
Dengan standar yang lebih ketat dan mekanisme pengawasan yang diperkuat, ekosistem fintech kini memasuki fase baru, lebih siap menjaga kepentingan konsumen, meningkatkan kepercayaan investor, serta berkontribusi optimal pada pembangunan ekonomi nasional.
Ketua Umum AFTECH, Pandu Sjahrir, menegaskan bahwa perjalanan industri fintech Indonesia tidak terlepas dari berbagai tantangan serius yang menguji integritas ekosistem.
Ia menilai, kemajuan teknologi yang sangat pesat harus diimbangi dengan standar etika dan tata kelola yang semakin kuat.
“Kemajuan teknologi dan kompleksitas model bisnis digital menuntut standar etika, keamanan, dan tata kelola yang jauh lebih kuat. Kasus fraud dan pelanggaran etika di dalam maupun luar negeri menjadi pengingat bahwa inovasi harus berjalan seiring tanggung jawab,” tutur Pandu, dikutip Senin (8/12/2025),
"Kode Etik Terintegrasi ini adalah komitmen kolektif anggota AFTECH dalam memastikan industri fintech dan ekosistem layanan keuangan digital tumbuh dengan integritas, kepatuhan, dan perlindungan konsumen sebagai fondasinya," sambung Pandu.
Ia menjelaskan, pembaruan kode etik ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan harmonisasi di tengah ekosistem layanan keuangan digital yang semakin terhubung, sekaligus merespons dinamika regulasi yang terus berkembang.
Selain itu, percepatan teknologi mulai dari kecerdasan buatan hingga digitalisasi layanan keuangan, menuntut standar kepatuhan dan keamanan yang jauh lebih kokoh.
“Berbagai insiden pelanggaran etika dalam beberapa tahun terakhir mempertegas perlunya kerangka yang mampu menutup celah risiko dan memastikan konsistensi perilaku di seluruh subsektor fintech,” tambahnya.
Melalui pendekatan omnibus, delapan kode etik yang sebelumnya disusun AFTECH kini diharmonisasikan menjadi Kode Etik Terintegrasi 2025 yang memuat 10 prinsip etika dasar, antara lain integritas, akuntabilitas, manajemen risiko, perlindungan data pribadi, dan keamanan siber. Sepuluh prinsip ini menjadi standar perilaku yang seragam bagi seluruh anggota AFTECH.
Di sisi pengawasan, harmonisasi tersebut turut memperkuat mekanisme self-regulation melalui Dewan Etik AFTECH. Penerapan sanksi bertingkat yang lebih proporsional, kewajiban pelaporan periodik, mekanisme sidang etik, hingga integrasi kepatuhan melalui Regulatory Compliance System (RCS) kini menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem pengawasan industri.
Ketua Dewan Etik AFTECH, Harun Reksodiputro, menegaskan bahwa kehadiran kode etik baru ini merupakan fondasi penting bagi keberlanjutan industri fintech nasional.
“Tanpa kepercayaan masyarakat dan investor, inovasi teknologi dan industri fintech tidak akan mampu bertumbuh secara berkelanjutan,” ujar Harun.