Indonesia Fintech Society (IFSoc) mencatat perkembangan signifikan di industri tekfin dan ekonomi digital selama 2024. Ketua IFSoc Rudiantara menyoroti tantangan ekonomi domestik dan tata kelola yang kompleks di tengah inovasi teknologi. Pada acara Catatan Akhir Tahun (19/12/2024), ia menggarisbawahi enam poin penting.

"Industri ini semakin inklusif dengan bertambahnya pengguna setiap tahun," ujar Rudiantara selaku Ketua IFSoc, "namun, tata kelola menjadi pekerjaan rumah utama untuk menyambut berbagai inovasi teknologi baru."

Pertama, penegakan UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) efektif sejak 17 Oktober 2024. Syahraki Syahrir menekankan pentingnya keseimbangan antara kesiapan industri dan penegakan aturan serta percepatan pembentukan lembaga PDP.

"Kesiapan industri perlu diperhatikan karena tidak semua perusahaan langsung mampu memenuhi aturan dalam UU PDP," kata Syahraki.

Baca Juga: 78% Milenial dan Gen Z Adopsi Fintech, Layanan Buy Now Pay Later Kian Mendominasi

Kedua, pinjaman daring (pindar) yang berkembang pesat memerlukan regulasi seimbang untuk menjaga inklusi keuangan dan keberlanjutan industri. Hendri Saparini menyoroti perlindungan borrower dan lender sebagai prioritas. Platform pindar perlu diberikan regulasi yang seimbang agar tetap menjadi katalis inklusi keuangan ke UMKM.

Ketiga, implementasi AI semakin relevan dengan potensi data besar yang dimiliki fintech. Eddi Danusaputro menekankan pentingnya investasi dalam pengembangan model baru untuk inovasi jangka panjang.

"Fintech perlu menjadi penggerak implementasi AI karena data yang dimiliki sudah cukup untuk mengembangkan model AI yang optimal," jelas Eddi.

Keempat, peralihan regulasi kripto ke OJK harus segera dilengkapi dengan aturan pelaksana. Rico Usthavia Frans menyarankan Self Regulatory Organization (SRO) sebagai solusi pengawasan yang efektif. SRO bisa menjadi jembatan agar regulasi tetap efektif tanpa menghambat inovasi di tingkat operasional.

Baca Juga: Tingginya Pemanfaatan Fintech Jadi Indikasi Makin Banyaknya Generasi Muda Melek Finansial

Kelima, inisiatif anti fraud seperti Indonesia Anti Scam Center (IASC) diapresiasi. Tirta Segara menekankan pentingnya kolaborasi regulator, industri, dan masyarakat untuk mempersempit ruang gerak fraudster.

"Kita juga perlu mendorong inisiatif lain seperti universal fraud database," kata Tirta.

Keenam, pemberantasan judi online memerlukan langkah tegas dan kolaborasi luas. Tirta menyoroti Enhanced Due Diligence (EDD) dan edukasi masyarakat sebagai langkah penting. IFSoc menggarisbawahi pentingnya kolaborasi, inovasi, dan edukasi dalam memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan di sektor fintech, demi pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan.