Pendekatan berbasis budaya dalam penerapan kebijakan berbasis keberlanjutan perlu diterapkan. Dalam lanskap masyarakat Indonesia, pendekatan berbasis budaya penting guna meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga dinilai lebih ekfetif.
Dr. Ica Wulansari, M.Si., dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina, menekankan pentingnya peran aktor dalam praktik politik hijau dari negara sampai masyarakat, bahkan individu sebagai aktor paling mikro. Sebagai langkah awal, para aktor tersebut harus memiliki kesadaran ekologis.
Baca Juga: Keterwakilan Perempuan dalam Politik: Investasi Masa Depan Bangsa
"Dalam new ecological paradigm, paradigma ekologi baru, bicara tentang konteks psikologis-sosial, tentang kesadaran ekologis. Nah, kesadaran ekologis itu bagaimana kita sebagai individu punya kesadaran bahwa kalau mau pro-ekologis, harus ada pengorbanan. Misalnya, pemilik mobil mengorbankan kenyamanannya dengan menggunakan transportasi umum," ujar penulis buku Politik Hijau: Pengantar Menunju Isu-isu Kontemporer ini pada diskusi yang digelar Sabtu (17/5/2025).
Masalahnya, kesadaran tersebut belum sepenuhnya muncul di tengah masyarakat. Apalagi, keberpihakan Pemerintah Indonesia kepada aktor mikro belum memadai. Sebagai contoh, petani tanaman organik bukanlah pihak yang paling merasakan manfaat dari tingginya harga produk tersebut.
"Problem kita adalah harus membangkitkan dulu kesadaran itu. Jadi, kesadaran bahwa krisis itu ada dan tengah terjadi sehingga kita perlu melakukan aksi," tegas Ica.
Demi memunculkan kesadaran tersebut, pendidikan memegang peranan penting. Langkah yang bisa dilakukan, ujarnya, adalah memperhatikan konteks budaya lokal di setiap daerah. Kebijakan yang diterapkan di kota besar, seperti Jakarta, tidak bisa disamakan dengan di desa karena cara hidup masyarakat di daerah tersebut juga berbeda.
"Untuk tantangan di Indonesia, bagaimana konteks lokal ini diformalkan? Supaya konteks lokal diformalkan, harus ada pendidikannya," ujarnya.
Pemerintah atau pemerhati politik hijau perlu memanfaatkan tokoh adat/tokoh agama yang memegang kendali di setiap kelompok masyarakat. Di Indonesia, ketokohan seorang pemuka adat/pemuka agama mempunyai kendali cukup besar bagi pilihan hidup masyarakat. Peran ustaz maupun masjid di daerah dapat dioptimalkan untuk menyebarkan pemahaman tentang kesadaran ekologis.
"Bayangkan jika masjid di desa menyiarkan tentang pengolahan sampah, atau pemanfaatan pupuk alam, secara tidak langsung akan membangkitkan kesadaran masyarakat akan praktik hidup berkelanjutan," pungkasnya.