Platform Tuhan: Ketulusan di Atas Panggung Dunia
Lebih lanjut, Tahir juga berbagi pandangannya tentang tiga hal utama yang membuat hidup seseorang berarti. Pertama, kata dia, hidup bukan soal berapa lama kita hidup, tapi bagaimana kita menjalaninya.
“Beberapa orang hidup lebih dari 80 tahun, namun menghabiskan waktunya hanya untuk diri sendiri. Sementara yang lain hanya hidup sampai usia 30 tahun, tapi melakukan hal-hal luar biasa dan inspiratif. Mereka menjalani hidup yang bermakna,” ujar Tahir.
Kedua, lanjut dia, makna hidup tidak ditentukan oleh kaya atau miskin. Tahir menaruh kekaguman pada orang-orang sederhana di pelosok desa yang tetap menjaga lingkungannya dan membantu sesama, meskipun hidup dalam keterbatasan.
“Saya sering mendengar orang-orang yang hidup pas-pasan tetapi berhasil membawa cahaya bagi lingkungan mereka. Mereka memberikan tenaga, waktu, bahkan hati mereka untuk orang lain. Di sisi lain, banyak orang yang hidup dalam kekayaan yang melimpah tidak dapat membuat diri mereka berarti bagi kehidupan orang lain,” ucapnya.
Dan ketiga, jangan terpengaruh pujian atau ejekan. Menurut Tahir, Banyak orang yang menganggap hidupnya bermakna ketika dihujani pujian, kekaguman, dan sanjungan. Ini adalah anggapan yang keliru. Makna hidup terkadang muncul dalam kesendirian.
“Kita bisa melihatnya pada orang-orang yang mengabdikan diri untuk kemanusiaan tanpa diketahui atau mereka yang tidak peduli dengan ejekan orang lain atas perbuatan baik yang mereka lakukan. Orang-orang seperti ini tidak terlalu peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain selama mereka yakin bahwa apa yang mereka lakukan akan bermanfaat,” paparnya.
Kemudian, Tahir pun menawarkan pandangan yang berbeda. Menurutnya, kebaikan sejati tidak memerlukan panggung. Ia lahir dari ketulusan, dijalani dalam kesunyian, dan dipuji bukan oleh manusia, tetapi oleh Tuhan.
"Dunia menyediakan cukup banyak platform bagi orang baik. Namun, Tuhan menyediakan platform-Nya sendiri bagi mereka yang melakukan perbuatan baik dengan tulus tanpa perlu pujian atau tepuk tangan," kata Tahir.
“Dia akan memberikan berkat kepada mereka yang memberi makna pada kehidupan mereka. Dia akan memuji umat-Nya dengan cara-cara-Nya,” lanjut Tahir.
Tahir mengaku dirinya tak hanya menjalankan kegiatan sosial dalam skala besar, tetapi juga merasakan panggilan pribadi untuk memberi langsung kepada mereka yang membutuhkan. Baginya, pertemuan pribadi saat memberi bukan sekadar tindakan amal, melainkan pengalaman spiritual yang mendalam.
"Saya mendapatkan kepuasan yang tak terlukiskan ketika saya secara pribadi bertemu orang-orang untuk memberikan bantuan saya. Itu adalah pengalaman spiritual yang selalu saya rindukan," ujarnya.
Uniknya, waktu untuk kegiatan ini sering ia temukan justru di sela-sela perjalanan. Bagi Tahir, momentum memberi tak perlu menunggu waktu luang, ia bisa hadir kapan saja, bahkan di tengah kesibukan dunia.
"Kapan saya punya waktu untuk melakukan ini? Dalam perjalanan. Saya akan bercerita lebih banyak tentang kejadian-kejadian kecil yang telah memberi saya kebahagiaan luar biasa dalam hidup saya," pungkas Tahir dengan tulus.
Baca Juga: Pesan Dato Sri Tahir untuk Para Taipan Negeri: Tinggalkan Skandal, Bangunlah Kepercayaan!