Juragan Jalan Tol Jusuf Hamka dikenal sebagai sosok dermawan, sejak dulu ia memang suka beramal dan menolong sesama. Kegiatan-kegiatan sosialnya mencakup banyak hal, salah satunya adalah membangun rumah ibadah yang merupakan salah satu mimpi terbesarnya.
Pria kelahiran 5 Desember 1957 itu telah membangun sebuah masjid unik di pinggir Tol Depok-Antasari (Desari) Kota Jakarta Selatan.
Rumah ibadah yang kuat dengan ornamen etnik Tionghoa itu dinamai Masjid Babah Alun. Nama yang diambill dari panggilan Jusuf Hamka. Masjid Babah Alun adalah permulaan dari ikhtiar Jusuf Hamka yang bercita-cita membangun 1.000 masjid di Indonesia.
Jusuf Hamka membangun masjid bukan untuk gagah-gahan atau ingin mendulang popularitas, toh semua orang sudah tahu, pria keturunan Tionghoa itu adalah sosok yang amat sederhana, ia bukan tipe pria gengsian. Di berbagai kesempatan pengusaha sukses itu kerap kali kedapatan sedang makan di pinggir jalan.
“Saya buka masjid untuk menyebarkan syiar islam, mengharumkan nama islam,” kata Jusuf Hamka dilansir Olenka.id Kamis (19/9/2024).
Sudah lebih dari 41 tahun Jusuf Hamka menjadi mualaf, tetapi ia sadar betul dirinya bukan seorang yang pandai berdakwah, ia tak cukup pintar berceramah di mimbar-mimbar keagamaan, untuk itu ia memilih jalan lain memuliakan islam lewat pembangunan rumah ibadah. Setidaknya Jusuf Hamka menghadirkan tempat sembahyang yang nyaman bagi masyarakat.
“Saya mungkin tugasnya mengharumkan nama islam karena saya tidak pandai berdakwah,” ucapnya.
Bersedekah Nasi Kuning
Sejak 2018 lalu, Jusuf Hamka memulai kebiasaan baru yakni membuka usaha nasi kuning. Banyak pihak yang beranggapan bahwa itu sesuatu yang sangat ganjil, bagaimana mungkin Jusuf Hamka yang sudah merengkuh sukses besar lewat berbagai bisnis menterengnya bisa berjualan nasi kuning.
Publik semakin bertanya-tanya ketika Jusuf Hamka hanya menjual nasi kuning itu seharga Rp3.000 rupiah, secara matematika jelas ia rugi besar, tetapi Jusuf Hamka ngotot mengaku dirinya justru untung besar.
Baca Juga: Momen Jusuf Hamka Kala Tomy Winata Ikut Sumbang Pembangunan Masjid
Baginya berbisnis tak melulu soal keuntungan secara materi, tetapi bisnis bagian dari ibadah, untuk itu bisnis mesti punya impact bagi masyarakat luas.
Bisnis nasi kuning murah meriah itu sebagai perpanjangan tangan menolong orang-orang yang sedang kekurangan secara materi, kendati tak punya uang berlebih tetapi mereka masih bisa menikmati hidangan enak.
“Nasi kuning ini adalah bagian sedekah saya sebenarnya,” ujarnya.
Sejak awal memulai bisnis nasi kuning, Jusuf Hamka memang tak ingin bikin heboh masyarakat dengan memberikannya secara cuma-cuma, supaya nafas kegiatan amal ini tetap panjang dia mematok harga paling minimal.
Bagi Jusuf Hamka, apabila memberi nasi kuning itu secara cuma-cuma maka ia secara tak langsung terlihat tamak dan ingin memonopoli sedekah dan pahala.
Baca Juga: Keppres Pemindahan Ibu Kota Negara Belum Terbit, Jokowi: Pindah Rumah Aja Ruwet
“Kalau saya kasih gratis, saya memonopoli sedekah itu dan monopoli pahala itu. Tapi kalau saya jual Rp 3.000, saudara-saudara yang biasa makan Rp10 ribu, dia bisa makan Rp3 ribu, bisa sedekah orang lain yang di bawah dia Rp3.000. Save Rp4.000, jadi bukan bisnis saja yang tidak boleh dimonopoli, sedekah juga tidak boleh dimonopoli, pahala juga tidak boleh dimonopoli,” ucapnya.