4. Kitab Al-Majmu` Syarhul Muhadzdzab

Selanjutnya adalah kitab Al-Majmu` Syarhul Muhadzdzab yang menjadi karya fenomenal Imam Nawawi. Kitab ini merupakan penjelasan dari kitab Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq As-Syirazi As-Syafi’i.

Mengutip dari WikiMuslim, Al-Majmu’ merupakan kitab fikih populer yang menjadi salah satu karya paling istimewa milik Imam Nawawi. Sayangnya, belum sempat kitab tersebut diselesaikan, Imam Nawawi wafat lebih dulu pada 676 H.

Dalam karya tersebut, Imam Nawawi baru menyelesaikan sampai pada pembahasan Buyu’ (jual beli), tepatnya tentang masalah riba dalam menjelaskan kitab Al-Muhadzdzab.

Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Imam Nawawi sempat berpesan kepada salah seorang murid bernama Ali bin Ibrahim Ibnul Attar agar menyelesaikan kitab Al-Majmu’ jika beliau wafat. Namun, Ibnul Attar belum sempat memenuhi pesan sang guru.

Kitab Al-Majmu’ lantas disempurnakan oleh Taqiyuddin As-Subki dengan menambahkan 2 jilid. As-Subki menyempurnakan Al-Majmu’ mulai dari bab tentang jual beli.

Belum sempat menyelesaikan syarah Al-Muhadzdzab, As-Subki wafat. Kitab Al-Majmu’ pun dilengkapi lagi oleh Muhammad Najib Al-Muthi’i hingga kitab tercetak dengan sempurna dalam 23 jilid.

Growthmates, itu dia sebagian besar kitab karangan Imam Nawawi. Disebut dalam beberapa sumber, kitab yang dikarang oleh Imam Nawawi ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, karya yang selesai penulisannya seperti Syarh Muslim, al-Roudhoh, dan Riyadh al-Sholihin.

Kedua, karya yang belum selesai penulisannya karena beliau wafat terlebih dahulu. Karya-karya tersebut di antaranya adalah al-Majmu Syarh al-Muhadzab, Syarh al-Wasith dan Syarh al-Bukhori. 

Ketiga, karya yang dihapus dengan alasan-alasan tertentu. Beberapa alasan Imam Nawawi menghapus karyanya itu antara lain adalah khawatir tidak ikhlas saat menulis, beberapa tulisan masih belum matang, dan tidak ada waktu untuk mengecek ulang.

Sebagaimana pula diceritakan oleh murid An-Nawawi yang bernama Ibnu Al-‘Atthor, 

ولقد أمرني مرة ببيع كراريس نحو ألف كرَّاس بخطه، وأمرني بأن أقف على غسلها في الورَّاقة، وخوَّفني إن خالفت أمره في ذلك، فما أمكنني إلا طاعته، وإلى الآن في قلبي منها حَسَراتٌ (تحفة الطالبين في ترجمة الإمام محيي الدين (ص: 94)

“Sungguh, suatu saat beliau memerintahkan kepadaku untuk menjual kurrosah-kurrosah (satu bendel lembaran yang berisi 10 waroqoh/lembaran kertas) sekitar 1000 kurrosah yang bertuliskan tangan beliau sendiri. Beliau memerintahkan aku agar menghapus tulisan pada kurrosah-kurrosah itu pada seorang tukang salin kitab. Beliau menakut-nakuti aku supaya aku tidak melanggar perintah beliau dalam hal itu. Jadi, aku tak kuasa kecuali menaatinya. Sampai sekarang di hatiku ada banyak penyesalan karena (hilangnya) tulisan-tulisan (berharga) itu” (Tuhfatu Ath-Tholibin, hlm. 94).