Sosok Imam Nawawi dikenal sebagai salah satu ulama besar yang sudah produktif menulis sejak usia muda. Hal tersebut terbukti dari banyaknya karya tulis yang dikarang oleh ulama asal Suriah ini. Sejarah mencatat, Imam Nawawi sudah mulai menjadi pengarang kitab sejak usia 25 tahun dan tetap menulis hingga akhir hayatnya.
Imam Nawawi memiliki nama lengkap, Abu Zakaria Yahya bin Syarafuddin Muri bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam al-Hizami an-Nawawi. Beliau lahir pada 631 H dan berasal dari Desa Nawa, dekat dengan Damaskus, Suriah.
Sejak kecil, Imam Nawawi sudah menunjukkan ketertarikannya untuk belajar, tak seperti kebanyakan anak seusianya. Bakat tersebut sudah diketahui oleh seorang ulama yang membimbing Imam Nawawi, Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyai.
Semasa hidupnya, Imam Nawawi hanya menghabiskan waktu untuk menuntut ilmu, menyebarkan ilmu, menulis kitab, dan melaksanakan ibadah. Imam Nawawi belum pernah menikah karena fokus akan pengabdiannya terhadap ilmu agama Islam. Beliau wafat sekitar usia 45 tahun karena penyakit yang dideritanya.
Sekira 20 tahun produktif menjadi penulis kitab asal Suriah, Imam Nawawi sudah banyak menghasilkan karya besar dan melegenda. Kitab karangan Imam Nawawi membahas tentang hadis, fikih, teologi, dan biografi.
Berikut ini Olenka rangkum dari berbagai sumber, Selasa (16/1/2024), deretan kitab karangan Imam Nawawi yang melegenda hingga saat ini.
1. Kitab Riyadhus Shalihin
Mungkin di antara Growthmates, tak asing dengan kitab karangan Imam Nawawi yang satu ini. Riyadhus Shalihin merupakan kitab legendaris karangan Imam Nawawi yang di antaranya membahas tentang adab dan akhlak.
Riyadhus Shalihin min Kalami Sayyidil Mursalin merupakan kitab yang berisi kumpulan hadis Rasulullah SAW yang diambil dari berbagai sumber. Mulai dari hadis Muwatta dari Imam Malik hingga shahih Bukhari-Muslim. Selain itu, kitab ini juga dilengkapi dengan ayat-ayat Al-Qur'an sebagai penguat dalam pembahasannya.
Baca Juga: Deretan Kitab Karangan Imam Syafi’i, Ini Karya Terbesar Sang Mujtahid Asal Palestina
Mengutip dari laman NU Online, kitab Riyadhus Shalihin disusun dengan tema seputar akhlak atau tasawuf. Dalam kitab ini, ditulis pula prolog singkat dan tujuan penyusunan yakni agar menjadi pedoman bagi mereka yang mendekatkan diri kepada Allah.
Dalam setiap bab, Imam Nawawi mengumpulkan hadis-hadis yang shahih dari sumber-sumber yang terpercaya. Setiap bab di dalam kitab ini membahas judul tema yang berbeda.
Kitab yang sering digunakan oleh para ulama dalam kajian hadis ini, bukan hanya membahas tentang adab dan akhlak, melainkan juga takziah. Dalam karangannya, Imam Nawawi memberikan panduan yang bermanfaat bagi umat Islam untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.
2. Kitab Arbain Nawawiyah
Kitab Arbain Nawawiyah atau Arbain An Nawawi merupakan karangan Imam Nawawi berupa kumpulan hadis. Meski bernama Arbain yang artinya 40, total hadis di dalam kitab ini digenapkan oleh Imam Nawawi sebanyak 42 hadis.
Kumpulan hadis di dalam kitab ini berkaitan dengan pilar-pilar agama Islam baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), serta hadis yang berkaitan dengan jihad, zuhud, adab, nasehat, niat-niat yang baik dan semacamnya.
Disebutkan dalam mukadimah kitabnya, Imam Nawawi termotivasi dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Mu’adz bin Jabal, Abu Darda, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Abu Hurairah, dan Abu Sa’id Al Khudri radhiallahu ‘anhum, dari banyak jalur riwayat yang berbeda-beda.
Dari ke-42 hadis tersebut yang paling inti dalam kitab Arbain Nawawiyah ini adalah hadis yang menjelaskan amalan tergantung niatnya; hadis tentang rukun Imam, rukun Islam, dan rukun Ihsan yang dijelaskan oleh malaikat Jibril; dan hadis keenam yang menjelaskan tentang halal, haram, serta syubhat.
Kitab Arbain Nawawiyah ini dinilai sangat cocok dipelajari bagi semua kalangan, khususnya umat Islam. Kebanyakan hadits di dalam kitab ini dinukil dari Shahih al-Bukhari dan Muslim, serta sanad yang tidak disertakan secara lengkap, memudahkan mereka yang ingin menghafalnya.
3. Kitab Minhaj At-Thalibin
Ini merupakan kitab karangan Imam Nawawi yang dianggap sebagai penyempurna rumus fikih Mazhab Syafi’i. Kitab Minhaj At-Thalibin ini hampir selalu menjadi referensi utama dalam berbagai forum musyawarah dan diklaim sebagai rujukan paling otoritatif dalam kajian fikih Mazhab Syafi’i.
Imam Nawawi sebagai pengarang memberikan sinyal optimis bahwa karyanya sangat layak menjadi rujukan para pegiat fikih, lewat judul lengkap kitab ini. Yakni Minhaj at-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin yang memiliki arti sebagai tangga para pelajar dan sandaran para mufti.
Disebut dalam laman NU Online, Imam Nawawi begitu lihai dalam merumuskan istilah fikih di dalam kitab ini, yang mana hal tersebut menarik perhatian para pengkaji dan pengamat fikih Mazhab Syafi’i.
Sajian istilah-istilah fikih dalam kitab ini memberikan nilai lebih, khususnya dalam upaya mengetahui karakteristik dan asal mula perselisihan pendapat yang ada dalam Mazhab Syafi’i.
Selain itu, Imam Nawawi melakukan evolusi pada kosakata asing yang sebelumnya ditiadakan dalam Kitab Al-Muharrar. Yang mana, beliau mengubahnya dengan kosakata yang lebih jelas dan mudah dihafal.
Baca Juga: 7 Gaya Membaca Buku Ini Bisa Ungkap Kepribadian, Kamu Termasuk yang Mana?
4. Kitab Al-Majmu` Syarhul Muhadzdzab
Selanjutnya adalah kitab Al-Majmu` Syarhul Muhadzdzab yang menjadi karya fenomenal Imam Nawawi. Kitab ini merupakan penjelasan dari kitab Al-Muhadzdzab karya Abu Ishaq As-Syirazi As-Syafi’i.
Mengutip dari WikiMuslim, Al-Majmu’ merupakan kitab fikih populer yang menjadi salah satu karya paling istimewa milik Imam Nawawi. Sayangnya, belum sempat kitab tersebut diselesaikan, Imam Nawawi wafat lebih dulu pada 676 H.
Dalam karya tersebut, Imam Nawawi baru menyelesaikan sampai pada pembahasan Buyu’ (jual beli), tepatnya tentang masalah riba dalam menjelaskan kitab Al-Muhadzdzab.
Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Imam Nawawi sempat berpesan kepada salah seorang murid bernama Ali bin Ibrahim Ibnul Attar agar menyelesaikan kitab Al-Majmu’ jika beliau wafat. Namun, Ibnul Attar belum sempat memenuhi pesan sang guru.
Kitab Al-Majmu’ lantas disempurnakan oleh Taqiyuddin As-Subki dengan menambahkan 2 jilid. As-Subki menyempurnakan Al-Majmu’ mulai dari bab tentang jual beli.
Belum sempat menyelesaikan syarah Al-Muhadzdzab, As-Subki wafat. Kitab Al-Majmu’ pun dilengkapi lagi oleh Muhammad Najib Al-Muthi’i hingga kitab tercetak dengan sempurna dalam 23 jilid.
Growthmates, itu dia sebagian besar kitab karangan Imam Nawawi. Disebut dalam beberapa sumber, kitab yang dikarang oleh Imam Nawawi ini dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, karya yang selesai penulisannya seperti Syarh Muslim, al-Roudhoh, dan Riyadh al-Sholihin.
Kedua, karya yang belum selesai penulisannya karena beliau wafat terlebih dahulu. Karya-karya tersebut di antaranya adalah al-Majmu Syarh al-Muhadzab, Syarh al-Wasith dan Syarh al-Bukhori.
Ketiga, karya yang dihapus dengan alasan-alasan tertentu. Beberapa alasan Imam Nawawi menghapus karyanya itu antara lain adalah khawatir tidak ikhlas saat menulis, beberapa tulisan masih belum matang, dan tidak ada waktu untuk mengecek ulang.
Sebagaimana pula diceritakan oleh murid An-Nawawi yang bernama Ibnu Al-‘Atthor,
ولقد أمرني مرة ببيع كراريس نحو ألف كرَّاس بخطه، وأمرني بأن أقف على غسلها في الورَّاقة، وخوَّفني إن خالفت أمره في ذلك، فما أمكنني إلا طاعته، وإلى الآن في قلبي منها حَسَراتٌ (تحفة الطالبين في ترجمة الإمام محيي الدين (ص: 94)
“Sungguh, suatu saat beliau memerintahkan kepadaku untuk menjual kurrosah-kurrosah (satu bendel lembaran yang berisi 10 waroqoh/lembaran kertas) sekitar 1000 kurrosah yang bertuliskan tangan beliau sendiri. Beliau memerintahkan aku agar menghapus tulisan pada kurrosah-kurrosah itu pada seorang tukang salin kitab. Beliau menakut-nakuti aku supaya aku tidak melanggar perintah beliau dalam hal itu. Jadi, aku tak kuasa kecuali menaatinya. Sampai sekarang di hatiku ada banyak penyesalan karena (hilangnya) tulisan-tulisan (berharga) itu” (Tuhfatu Ath-Tholibin, hlm. 94).