Generasi milenial belakangan sudah mulai jarang dibahas sering bermunculan generasi baru seperti generasi Z dan Alpha. Padahal generasi ini dulunya digadang-gadang sebagai generasi yang bakal membawa perubahan lantaran dianggap dimanjakan dengan berbagai kemajuan teknologi.
Adapun generasi milenial adalah mereka saat ini yang berusia 25 hingga 40 tahun yang lahir antara tahun 1981-1994 saat teknologi sudah maju. Kehidupan masa peralihan ini membuat generasi milenial menjadi generasi yang canggih, kreatif, bebas, dan berani mengambil risiko.
Baca Juga: Bekasi Menolak Menjadi Kota Udik
Generasi ini dianggap banyak kelebihan seperti bisa multitasking atau bisa mengerjakan sejumlah pekerjaan dalam waktu yang bersamaan. Selain itu generasi ini dianggap punya kelebihan lainnya seperti memiliki sikap yang terbuka dan mau menerima kritik dan masukan.
Namun dibalik segudang kelebihan itu, generasi milenial juga dianggap sebagai salah satu generasi dengan berbagai kekurangannya, dimana kekurangan-kekurangan tersebut juga acap kali dianggap sebagai salah pemicu yang bikin generasi ini stagnan dan tak bisa maju.
Keras Kepala dan Tak Konsisten
Generasi milenial dianggap sebagai salah satu generasi yang tak berpendirian, keputusan mereka dianggap sering berubah-ubah meski generasi milenial saat ini sudah menduduki berbagai posisi penting di berbagai perusahaan besar.
Mayoritas generasi milenial dianggap tak memiliki pendirian teguh, mereka cenderung labil. Meski punya salah satu kelebihan yakni bisa menerima kritik dan masukan dari pihak lain, tetapi di sisi lain generasi milenial juga dianggap sebagai generasi yang tak mau berubah, hal itu yang bikin generasi ini acapkali kali dicap sebagai generasi keras kepala.
Mendambakan Kesuksesan Instan dan Susah Bekerja Sama
Lahir di tengah kemajuan teknologi bikin generasi milenial mudah dan cepat mengakses berbagai informasi dari berbagai belahan dunia, hal ini yang membuat generasi milenial mendambakan hal-hal serba cepat termasuk ingin kesuksesan instan.
Generasi milenial dianggap ogah terhadap proses panjang yang melelahkan untuk sampai pada titik kesuksesan, generasi ini dianggap sukar untuk diajak bekerja keras.
Bahkan sejumlah penelitian mengungkap, sejumlah generasi milenial tak memiliki kecocokan dengan rekan kerja mereka dari generasi yang lebih tua.
Baca Juga: Jokowi Minta Menteri Kabinet untuk Sukseskan Program Prabowo
Berdasarkan penelitian dari Olivet Nazarene University, 1 dari 4 milenial memilih untuk keluar dari pekerjaannya akibat permasalahan dengan kolega dari generasi boomer, atau mereka yang lahir tahun 1946-1964 Sebaliknya, 1 dari 3 boomer pun memilih keputusan yang sama akibat ketidakcocokan dengan kolega milenial.
Boomer menilai kesulitan untuk bekerja dengan milenial adalah karena penggunaan ponsel (48%), kecenderungan untuk mendapatkan perlakukan khusus (41%), kemalasan (35%), datang ke kantor terlambat dan pulang cepat (30%), dan kepribadian yang merasa serba tahu (29%).
Di samping ini, para boomer memiliki kekhawatiran bahwa kolega milenial akan mengambil pekerjaannya sewaktu-waktu akibat kecakapan mereka untuk beradaptasi, kemampuan yang baik dalam mengoperasikan teknologi, ambisi yang kuat, dan lain-lain.
Kecanduan internet
Lahir dan besar di tengah kemajuan teknologi membuat generasi milenial dimanja dengan berbagai fasilitas akses internet yang mumpuni. Hal ini yang kelak membuat generasi milenial kecanduan internet.
Baca Juga: Membahas Rencana Politik Anies Baswedan Bentuk Parpol Baru
Bahkan banyak pihak yang menyebut generasi milenial banyak yang merasa resah jika handphone mereka tidak memiliki sinyal internet atau tiba-tiba internet mati. Kecanduan internet ini juga membawa ke kehidupan yang serba malas dan tidak membuat generasi ini kuat.
Hasil Riset Alvara Research Center mengatakan generasi milenial di Indonesia sangat kecanduan internet. Dalam sehari rata-rata generasi milenial bisa menggunakan internet dengan durasi lebih dari tujuh jam.