Perusahaan asuransi BUMN PT Jiwasraya (Persero) akan dibubarkan September 2024. Meskipun tanggal pastinya belum ditentukan, proses tersebut dipastikan akan mengikuti POJK No.28/POJK.05/2015. Keputusan pemerintah ini akan menandai berakhirnya perjalanan perusahaan asuransi jiwa tertua dengan usia 164 tahun. 

Menurut pihak Kementerian BUMN, pembubaran itu dilakukan berdasarkan dengan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Staf Khusus III Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan, Jiwasraya merupakan kasus fraud terbesar yang mencapai hampir Rp 50 triliun.

Penanganan kasus ini telah dilakukan melalui tindakan korporat dan proses hukum. Perusahaan asuransi tertua di Indonesia itu juga terjerat kasus gagal bayar yang mulai tercium oleh publik pada Oktober-November 2018.

Dalam perkembangannya, kasus Jiwasraya merambah ranah hukum lantaran berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa enam terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi Jiwasraya dengan total kerugian negara Rp16,8 triliun.

Selanjutnya, Kejagung pun menetapkan satu tersangka baru yang merupakan pejabat aktif di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selain itu, Kejagung menjerat 13 merupakan manajer investasi yang diduga terlibat dalam pelarian uang nasabah.

Lantas, apa sebenarnya pemicu gagal bayar dan bagaimana proses pembubaran Jiwasraya ini? Mengutip dari berbagai sumber, Senin (26/8/2024), berikut Olenka himpun sejumlah informasi terkaitnya.

Baca Juga: Mengulik Rencana Pemerintah Wajibkan Asuransi Kendaraan Bermotor

Masalah Pemicu Gagal Bayar Jiwasraya

Menilik alasan pembubaran Jiwasraya, diketahui ternyata perusahaan asuransi jiwa milik negara yang sudah beroperasi sejak tahun 1859 ini tersandung kasus gagal bayar atas klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan pada Oktober 2018.

Jiwasraya diketahui mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat.

Kasus Jiwasraya ini merupakan puncak gunung es yang baru mencuat. Jika ditelaah lebih rinci, akar masalah Jiwasraya sudah terendus sejak tahun 2000-an.

Dikutip dari CNBC Indonesia, mantan auditor internal Jiwasraya yang kini menjabat di bagian divisi anti penipuan Jiwasraya, Fadian Dwiantara, mengatakan bahwa pihaknya menemukan beberapa penyalahgunaan wewenang alias fraud yang dilakukan manajemen Jiwasraya berdasarkan audit internal periode 2014 sampai 2018 yang dilaporkan Fadian pada 2019.

Penyalahgunaan itu antara lain, Jiwasraya melakukan investasi yang cukup besar pada saham-saham yang memiliki kinerja keuangan yang kurang bagus, bahkan di perusahaan yang merugi seperti PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP).

"Dari audit 2019, ada beberapa catatan. Pertama kepemilikan saham melebihi 2,5% dari total beredar, ini tidak sesuai pedoman investasi Jiwasraya," kata Fadian, saat memberikan kesaksian di persidangan lanjutan Jiwasraya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (8/7/2020).

Fadian lantas melanjutkan, modus operandi Jiwasraya selanjutnya adalah penempatan investasi Jiwasraya di instrumen reksa dana pendapatan tetap lebih dari 15% dari investasi Jiwasraya. Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.010/2012 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, hanya diperbolehkan penempatan investasi maksimal hanya 15% saja.

Gak cuma itu, kata Fadian, berdasarkan hasil audit, pihaknya menemukan, tim investasi Jiwasraya melakukan pembelian saham di perusahaan yang tidak likuid yang tidak didukung dengan analisis fundamental.

Jiwasraya juga melakukan investasi yang cukup besar pada saham-saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL), PT Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR), PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE), dan PT SMR Utama (SMRU). Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab Jiwasraya mengalami kerugian karena berinvestasi di saham-saham yang tidak likuid.

Dari hasil penyidikan Kejagung disebutkan, Jiwasraya diduga melakukan penyalahgunaan investasi yang melibatkan 13 manajer investasi yang melanggar tata kelola perusahaan yang baik yang menyebabkan kerugian negara senilai Rp 12,157 triliun.

Ketiga belas perusahaan MI tersebut antara lain, PT Danawibawa Manajemen Investasi atau Pan Arkadia Capital, PT OSO Manajemen Investasi, PT Pinnacle Persada Investasi, PT Milenium Danatama, PT Prospera Aset Manajemen, PT MNC Aset Manajemen. Selanjutnya, PT Maybank Aset Manajemen, PT GAP Capital, PT Jasa Capital Aset Manajemen, PT Pool Advista, PT Corina Capital, PT Trizervan Investama Indonesia dan PT Sinarmas Aset Manajemen.

Pada akhir Desember 2019, Kejaksaan Agung semula mengestimasi potensi kerugian negara awalnya hanya Rp 13 triliun. Pada Maret 2020, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya merilis perhitungan kerugian negara (PKN) akibat kasus mega skandal Jiwasraya.

Hasilnya, jumlah PKN yang dihitung BPK mencapai Rp 16,81 triliun. Jumlah itu terdiri dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun.

Baca Juga: Berkenalan dengan Asuransi Bumida, Penyedia Proteksi Menyeluruh untuk Keluarga dan Korporasi

Proses Pembubaran Jiwasraya

Menteri BUMN, Erick Thohir, memastikan bahwa Jiwasraya akan segera dibubarkan, mengikuti hampir rampungnya proses restrukturisasi yang melibatkan pengalihan polis ke IFG Life.

Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan bahwa pembubaran Jiwasraya sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dan Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) yang telah diajukan.

Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Jiwasraya, Mahelan Prabantarikso, menuturkan bahwa proses pembubaran Jiwasraya akan mengikuti regulasi yang dikeluarkan oleh OJK. Regulasi tersebut merujuk pada Peraturan OJK Nomor 28 Tahun 2015 tentang Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Mahelan bilang, tahap awal pembubaran adalah pembatasan kegiatan usaha Jiwasraya. Tahap selanjutnya adalah pencabutan izin usaha Jiwasraya, yang akan diikuti oleh proses likuidasi, termasuk pelaporan hasil likuidasi.

Ia pun memastikan bahwa Jiwasraya akan mengikuti semua mekanisme pembubaran yang berlaku. Menurutnya, Jiwasraya sendiri akan dibubarkan setelah program restrukturisasi disepakati oleh 99,7 persen nasabah pemegang polis.

Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baru-baru ini menegaskan kepada manajemen Jiwasraya dan pihak terkait yakni Kementerian BUMN untuk menghormati hasil gugatan atau pilihan nasabah yang menolak direstrukturisasi. Jiwasraya mesti menindaklanjuti hasil gugatan yang dimaksud.

“Untuk itu, OJK mengimbau para pihak termasuk Jiwasraya untuk menghormati proses hukum yang berjalan dan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku,” ujar Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa, melalui keterangannya belum lama ini.

Mayoritas Nasabah Setuju Restrukturisasi

Lebih lanjut, Arya Sinulingga, mengatakan, hingga saat ini, mayoritas para pemegang polis juga telah menyetujui skema restrukturisasi yang diajukan perseroan.

Menurutnya, Jiwasraya sendiri telah menyelesaikan penyelamatan sebanyak 99,7% dari total nasabah atau pemegang polis. Adapun rinciannya, total nasabah Jiwasraya korporasi 5.686 untuk korporasi dan 291.290 ribu nasabah ritel.

Capaian itu terbilang telah melebihi target awal yang diajukan pemerintah, sebagai pemegang saham dalam skema Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) Jiwasraya yang dipatok sebesar 85%.

Sementara itu, Mahelan mengatakan, meski 99,7 persen dari total nasabah Jiwasraya menyetujui tawaran restrukturisasi dan pengalihan polis ke IFG Life, masih ada 0,3 persen nasabah menolaknya, yang mencakup 1.000 polis.

Para nasabah itu pun telah mengantongi putusan inkracht, sehingga Jiwasraya harus mengembalikan uang premi yang sudah dibayar tanpa potongan.

“Jadi dari total yang ada kurang lebih 0,3 persen, ada sekitar 1.000 polis yang masih ada, dengan nilai kurang lebih tinggal Rp178 miliar,” tutur Mahelan.

Mahelan lantas mengatakan, Jiwasraya akan menghormati keputusan nasabah yang tetap menolak restrukturisasi dan memilih menempuh jalur hukum.

Baca Juga: Gambaran dan Proyeksi Industri Asuransi Indonesia di Tengah Perkembangan Asuransi Global

Aset Jiwasraya Dialihkan ke IFG Life

Sebelum proses pembubaran Jiwasraya dimulai, Kementerian BUMN telah mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan pemegang polis yang terdampak.

Salah satu tindakan yang dilakukan adalah pendirian Indonesia Financial Group (IFG), sebuah holding BUMN di bidang asuransi, penjaminan, dan investasi.

Dengan melibatkan IFG, Kementerian BUMN telah mengalihkan hak pemegang polis Jiwasraya ke IFG Life, salah satu unit usaha dari holding tersebut, sebagai bagian dari proses restrukturisasi. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa para pemegang polis mendapatkan perlindungan dan penyelesaian yang memadai sebelum Jiwasraya dibubarkan.

Sejalan dengan rencana pembubaran, aset-aset yang sebelumnya dimiliki oleh PT Asuransi Jiwasraya nantinya akan dialihkan ke PT Asuransi Jiwa ifg (IFG Life).

“Aset-aset kita sudah dialihkan bersama untuk menambahi PMM (Penyertaan Modal Negara) yang sudah tadi disampaikan ketika hasil rasulnya dialihkan ke IFG Life,” kata Mahelan.

Aset-aset tersebut juga meliputi kantor-kantor yang sebelumnya dimiliki oleh Jiwasraya. Sedangkan untuk pegawai, Mahelan menyebut akan ada pemindahan pegawai Jiwasraya ke IFG Life yang menjadi prioritas serta pemindahan sebagian lain pegawai ke perusahaan BUMN lainnya yang masih dalam proses.

Karena akan segera dibubarkan, nantinya Jiwasraya akan masuk ke dalam tahap likuidasi. Jiwasraya akan membentuk tim likuidator untuk menangani persoalan tersebut dan beberapa pemegang polis yang menolak untuk ikut ke dalam proses restrukturisasi.

Bagaimana dengan Nasib Karyawan Jiwasraya?

Karyawan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) akan terdampak oleh keputusan likuidasi yang dijadwalkan oleh Kementerian BUMN pada September 2024. Terkait hal itu, Mahela mengatakan, dampak tersebut dilakukan dengan pengurangan jumlah karyawan, sebelum akhirnya dibubarkan sesuai arahan Kementerian BUMN, sebagai pemegang saham perusahaan.

Mahelan pun memastikan, pihaknya akan memberi kesempatan kepada karyawan yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk direkrut kembali oleh perusahaan pelat merah lain, terutama PT Asuransi Jiwa IFG atau IFG Life.

"Kami juga memberikan kesempatan bagi pegawai untuk direkrut oleh BUMN lain, khususnya IFG Life," tutur Mahelan, baru-baru ini.

Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Pekerja Jiwasraya, Hotman David, menolak langkah direksi memberhentikan karyawan.

"Ini sangat mengancam kelangsungan nasib para pegawai Jiwasraya dan familinya," kata David saat konferensi pers, Selasa (29/11/2022) lalu.

David pun mengatakan, migrasi yang dijanjikan direksi tidak adil. Di mana sebagian sejawatnya dimigrasi untuk bekerja di IFG Life, sementara sebagian lagi tidak.

Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja Jiwasraya, Nugroho Eko Wibowo, juga membenarkan bahwa karyawan Jiwasraya telah dijanjikan akan dipindahkan ke IFG Life. Namun, prosesnya adalah mengundurkan diri secara sukarela.

"Bukan diberhentikan. Sehingga secara hak itu tidak sepenuhnya sebagaimana orang diberhentikan oleh perusahaan," jelas Nugroho, dikutip dari Fortune Indonesia.

Karena itu, lanjut Nugroho, para pekerja menuntut hak-haknya yang sudah ditabung sejak awal bekerja di Jiwasraya dapat terpenuhi. Karena, hingga kini hak-hak karyawan dengan masa kerja hingga 23 tahun itu tidak diakui oleh manajemen.

"Manajemen hanya menginginkan bahwa manfaat itu adalah ketika di-PHK harus mengundurkan diri. Sehingga hanya manfaat pengunduran diri yang akan diberikan oleh manajemen," tandasnya.

 Baca Juga: Pemanfaatan Teknologi AI Percepat Inspeksi Kerusakan untuk Asuransi Kendaraan