Ketangguhan tersebut tampak saat krisis ekonomi terjadi di tahun 1998. Keluarga dan bisnis Salim Group mengalami guncangan berat. Sang ayah, Soedono Salim, melarikan diri ke Singapura (sampai meninggal di tahun 2012) setelah rumah keluarganya dibakar dalam Kerusuhan Mei 1998, sedangkan Salim Group mempunyai utang hingga US$5 miliar (Rp55 triliun) yang hampir membuatnya gulung tikar.
Di sinilah peran penting Anthony dalam menyelamatkan Salim Group terjadi. Untuk melunasi utangnya, dia memutuskan menyerahkan hampir 100 perusahaan keluarganya ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan berfokus mempertahankan Indofood. Di era inilah Salim Group harus kehilangan kendali atas BCA yang kini menjadi bank swasta terkuat di Indonesia.
Baca Juga: Mengintip Kisah Sukses Perjalanan J.Co Donuts & Coffee: Brand Lokal Punya, Cabang Mendunia
Anthony berhasil mempertahankan Indofood dan sejak 2004 sudah diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang membebaskannya dari utang ke pemerintah. Perubahan politik sejak 1998 membuat dirinya tidak lagi mengikuti gaya sang ayah dan cenderung menjaga jarak dengan pemerintah.
Pada tahun 2001, seiring membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia dan Asia, Salim Group bisa kembali berekspansi. Di Tiongkok, Salim Grup mengakuisisi bisnis properti COSCO serta mengembangkan usaha pabrik kaca dan transportasi batu bara. Di Filipina, Anthony mulai dengan membeli sebagian saham perusahaan telekomunikasi terbesar PLDT hingga bisnisnya (lewat First Pacific, bersama Manuel V. Pangilinan) telah mengembangkan di berbagai sektor, seperti media massa (TV5, Philippine Daily Inquirer, Cignal TV); distribusi udara (Maynilad Water Services); pembangkit listrik (Meralco); infrastruktur (Metro Pacific Investments), dll.
Di dalam negeri, Anthony mulai menunjukkan taringnya saat naik menjadi CEO Indofood di tahun 2004. Di bawah kepemimpinannya, Salim Group mengakuisisi perusahaan kelapa sawit PT PP London Sumatera Indonesia Tbk di tahun 2007; terjun ke industri pertambangan lewat PT Amman Mineral Internasional Tbk (berkongsi dengan Medco Group) di tahun 2016 dan kerja sama patungan bersama Grup Bakrie melalui PT Bumi Resources Tbk sejak 2022; akuisisi sebesar Rp45 triliun oleh Indofood CBP pada produsen Indomie di luar negeri bernama Pinehill Company Ltd. pada tahun 2020; masuknya Anthony sebagai salah satu pemegang saham utama di perusahaan data center yang dirintis Otto Toto Sugiri, PT DCI Indonesia Tbk; dan kembalinya Grup Salim berbisnis perbankan melalui PT Bank Ina Perdana Tbk.
Prinsip Bisnis Anthony Salim
Dalam menjalankan bisnisnya, Anthony Salim dikenal selalu menjaga prinsipnya, yakni inovasi dan ekspansi. Meski ayahnya merupakan pebisnis yang sukses, Anthony tidak takut melakukan hal-hal baru yang sebelumnya tidak dilakukan ayahnya, tidak serta-merta melakukan hal yang sama bertahan dengan ayahnya. Selain itu, keberaniannya melakukan ekspansi ke berbagai industri dan negara lain terbukti membawa Salim Group meraih kejayaan.
Atas berbagai usaha yang dilakukannya, Anthony Salim dan keluarga mampu mencatat kekayaan hingga US$7,5 miliar atau setara dengan Rp118,87 triliun (asumsi kurs Rp15.849/US$) pada tahun 2022 menurut Forbes. Dia sukses menempati peringkat kelima orang terkaya di Indonesia pada tahun 2022.