Penikmat mi kemasan pasti tidak asing dengan Anthony Salim. Dia adalah pemilik PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), anak usaha PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), yang memproduksi mi favorit rakyat Indonesia: Indomie. Tak hanya sukses di satu bidang bisnis, Anthony merupakan pemimpin Salim Group yang menjalankan bisnis mulai dari barang konsumsi , perbankan, perkebunan, hingga pertambangan.

Terlahir sebagai anak pebisnis, yakni Soedono Salim atau Liem Sioe Liong, pria kelahiran Oktober 1949 ini melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan Salim Group setelah krisis moneter (krismon) di tahun 1998 yang hampir menghancurkan bisnis keluarganya. Namun, dengan kerja keras dan kepiawaiannya, Anthony berhasil menyelamatkan bisnis Salim Group hingga berkembang lebih pesat serta menobatkannya menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Anthony bahkan disebut sebagai salah satu dari '9 Naga' Indonesia, sebutan bagi 9 pengusaha sukses yang bisnisnya sangat besar di Tanah Air.

Baca Juga: Definisi dan Rahasia Kesuksesan yang Hakiki bagi Armand Hartono Sang Pemimpin BCA

Ganti Sang Ayah

Lahir di Kudus, Jawa Tengah, nama Tionghoa Anthony adalah Liem Fung Seng (dapat diartikan sebagai 'menemui hidup yang baru'), nama yang diberikan ayahnya sebagai rasa syukur setelah sang ayah hampir tewas akibat kecelakaan angkot saat dalam perjalanan dari Kudus ke Semarang di tahun 1949.

Anthony pernah menempuh sekolah di Singapura dan menyelesaikan pendidikan tinggi di South West Essex Technical College di Inggris. Pengalamannya tersebut dipercaya mempengaruhi cara berpikir Anthony sehingga mampu membawa arus modernisasi bagi Salim Group . Anak ke-3 dari empat saudara tersebut menilai, bisnis ayah yang selama ini bergantung pada kekuasaan tidak berkelanjutan sehingga sejak tahun 1979, arah kelompok tersebut mulai diarahkan ke usaha yang fokus pada permintaan pasar.

Kemampuannya yang mumpuni di dunia bisnis menjadikannya penerus kepemimpinan sang ayah. Tiga saudaranya yang lain, yakni Albert Salim, Andree Halim, dan Mira Salim, justru tersengkir dari grup yang Didirikan Soedono Salim. Albert keluar dari Salim Group sejak 1980-an, sedangkan Andree keluar sejak 1998. Sementara itu, Mira Salim (anak terakhir sekaligus adik Anthony Salim) tidak terlibat dalam bisnis keluarganya.

Perjuangan Selamatkan Salim Group

Setelah kembali dari Inggris usai berhasil raih gelar Bachelor of Arts pada tahun 1971 dari South West Essex Technical College, Anthony mulai ikut membantu bisnis ayahnya. Di usianya yang ke-25 (1974), Anthony menikah dengan Siti Margareth Jusuf, seorang putri pengusaha keturunan Hakka, dan dikaruniai 3 anak: Axton Salim (lahir 1979), Astrid Salim (lahir 1981), dan Alston Salim (lahir 1987).

Saat awal bergabung dengan Salim Group, Anthony mendapat pelajaran berharga dari kegagalan bisnis semen yang dia impor dari Korea Utara. Saat itu, pihak Korut mengirimkan semen dengan armada dan fasilitas yang seadanya sehingga Salim Group mengalami kerugian besar akibat rusaknya semen impor tersebut. Dibantu rekan bisnis ayahnya (seperti Ciputra di bidang properti, Mochtar Riady di bidang perbankan, dan Sukanto Tanoto di bidang kelapa sawit) maupun usaha Salim Group yang kuat, suami Siti Margareth Jusuf ini mulai meletakkan fondasi yang kuat bagi perkembangan bisnis keluarganya dan dirinya secara pribadi sebagai pebisnis yang tangguh.

Ketangguhan tersebut tampak saat krisis ekonomi terjadi di tahun 1998. Keluarga dan bisnis Salim Group mengalami guncangan berat. Sang ayah, Soedono Salim, melarikan diri ke Singapura (sampai meninggal di tahun 2012) setelah rumah keluarganya dibakar dalam Kerusuhan Mei 1998, sedangkan Salim Group mempunyai utang hingga US$5 miliar (Rp55 triliun) yang hampir membuatnya gulung tikar.

Di sinilah peran penting Anthony dalam menyelamatkan Salim Group terjadi. Untuk melunasi utangnya, dia memutuskan menyerahkan hampir 100 perusahaan keluarganya ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan berfokus mempertahankan Indofood. Di era inilah Salim Group harus kehilangan kendali atas BCA yang kini menjadi bank swasta terkuat di Indonesia.

Baca Juga: Mengintip Kisah Sukses Perjalanan J.Co Donuts & Coffee: Brand Lokal Punya, Cabang Mendunia

Anthony berhasil mempertahankan Indofood dan sejak 2004 sudah diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) yang membebaskannya dari utang ke pemerintah. Perubahan politik sejak 1998 membuat dirinya tidak lagi mengikuti gaya sang ayah dan cenderung menjaga jarak dengan pemerintah.

Pada tahun 2001, seiring membaiknya kondisi perekonomian di Indonesia dan Asia, Salim Group bisa kembali berekspansi. Di Tiongkok, Salim Grup mengakuisisi bisnis properti COSCO serta mengembangkan usaha pabrik kaca dan transportasi batu bara. Di Filipina, Anthony mulai dengan membeli sebagian saham perusahaan telekomunikasi terbesar PLDT hingga bisnisnya (lewat First Pacific, bersama Manuel V. Pangilinan) telah mengembangkan di berbagai sektor, seperti media massa (TV5, Philippine Daily Inquirer, Cignal TV); distribusi udara (Maynilad Water Services); pembangkit listrik (Meralco); infrastruktur (Metro Pacific Investments), dll.

Di dalam negeri, Anthony mulai menunjukkan taringnya saat naik menjadi CEO Indofood di tahun 2004. Di bawah kepemimpinannya, Salim Group mengakuisisi perusahaan kelapa sawit PT PP London Sumatera Indonesia Tbk di tahun 2007; terjun ke industri pertambangan lewat PT Amman Mineral Internasional Tbk (berkongsi dengan Medco Group) di tahun 2016 dan kerja sama patungan bersama Grup Bakrie melalui PT Bumi Resources Tbk sejak 2022; akuisisi sebesar Rp45 triliun oleh Indofood CBP pada produsen Indomie di luar negeri bernama Pinehill Company Ltd. pada tahun 2020; masuknya Anthony sebagai salah satu pemegang saham utama di perusahaan data center yang dirintis Otto Toto Sugiri, PT DCI Indonesia Tbk; dan kembalinya Grup Salim berbisnis perbankan melalui PT Bank Ina Perdana Tbk.

Prinsip Bisnis Anthony Salim

Dalam menjalankan bisnisnya, Anthony Salim dikenal selalu menjaga prinsipnya, yakni inovasi dan ekspansi. Meski ayahnya merupakan pebisnis yang sukses, Anthony tidak takut melakukan hal-hal baru yang sebelumnya tidak dilakukan ayahnya, tidak serta-merta melakukan hal yang sama bertahan dengan ayahnya. Selain itu, keberaniannya melakukan ekspansi ke berbagai industri dan negara lain terbukti membawa Salim Group meraih kejayaan.

Atas berbagai usaha yang dilakukannya, Anthony Salim dan keluarga mampu mencatat kekayaan hingga US$7,5 miliar atau setara dengan Rp118,87 triliun (asumsi kurs Rp15.849/US$) pada tahun 2022 menurut Forbes. Dia sukses menempati peringkat kelima orang terkaya di Indonesia pada tahun 2022.