Jenama fesyen lokal mulai bermunculan dengan berbagai koleksi yang patut diperhitungkan. Salah satunya adalah Wearing Klamby besutan Nadine Gaus. Mungkin, Growthmates sudah tak asing dengan brand fesyen lokal yang satu ini. 

Siapa sangka, perjalanan Wearing Klamby dimulai dari bisnis thrifting yang digeluti Nadine di tengah masa-masa sulit. Berbekal kecintaan pada dunia fesyen dan ketekunan dalam membangun usaha, ia berhasil membawa Wearing Klamby tumbuh menjadi salah satu jenama fesyen lokal kenamaan.

Lantas seperti apa sosok Nadine Gaus dan perjalanannya merintis Wearing Klamby? Berikut Olenka rangkum sejumlah informasi terkait dari berbagai sumber, Jumat (13/6/2025).

Baca Juga: Sosok dan Perjalanan Karier Ria Miranda: Desainer Modest Fesyen Ternama, Brand-nya Mendunia!

Profil Singkat

Pemilik nama asli Nadine Kusuma Permatasari Cikita Gaus ini merupakan kelahiran Jakarta, 25 Agustus 1992. Putri sulung dari tiga bersaudara ini memiliki latar pendidikan sebagai lulusan Akuntansi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2010 silam. 

Usut punya usut, perempuan 33 tahun itu sebenarnya ingin melanjutkan studinya di sekolah mode ESMOD Jakarta lantaran kecintaannya pada dunia fesyen. Namun, sang ibu mendorong Nadine untuk ikut ujian masuk perguruan tinggi negeri kala itu.

Kendati begitu, Nadine terus menyalurkan hobinya dalam merancang pakaian semasa menjalani bangku perkuliahan. Bahkan, ia juga mengikuti kursus menjahit untuk lebih mengasah kemampuannya.

Singkat cerita, Nadine akhirnya menunaikan hajat besarnya menempuh pendidikan di ESMOD Jakarta dan lulus pada 2014.

Awal Merintis Karier, Cikal Bakal Wearing Klamby

Mengutip dari laman Tempocikal bakal Wearing Klamby bermula dari usaha thrifting yang dirintis Nadine saat masih duduk di bangku kuliah. Kala itu, sang ayah terkena PHK tanpa pesangon dan berdampak buruk pada finansial keluarga.

Nadine pun putar otak untuk membantu perekonomian keluarga. Hingga akhirnya, terbesit ide jualan baju preloved layak pakai yang dibelinya dari hasil menyisihkan uang sakunya. Setelah baju itu dibersihkan sebelum dijual, Nadine pun berfoto selfie mengenakan baju tersebut dan mempromosikannya lewat unggahan Facebook dan sejumlah grup di Blackberry Messenger.

Di luar dugaan, baju-baju yang ditawarkan Nadine cocok dengan selera pasar dan hampir selalu sold out. Untungnya pun juga cukup besar. Sampai Nadine bisa membayar sewa kos, memenuhi kebutuhan kuliah dan sehari-hari, hingga cukup untuk membantu kedua adiknya. 

Bukan hanya itu, Nadine juga bisa membeli mesin jahit bekas dari hasil keuntungan jual baju preloved. Bermodal mesin jahit bekas yang dibelinya, ia berusaha mewujudkan impiannya bisa memproduksi baju hasil rancangannya.

Tak cuma sebatas keinginan, Nadine benar-benar merekrut tiga karyawan untuk menjahit, membuat pola, hingga finishing. Hingga akhirnya pada 2012, Nadine mulai memberanikan diri untuk menawarkan koleksi rancangannya dan membuka pre-order di Facebook.

Baca Juga: Mengenal Siriz Tentani, Pendiri Si.Se.Sa yang Mengangkat Modest Fashion ke Level Premium

Di tahun yang sama, Nadine pun memberikan label Klamby untuk koleksi rancangan yang mulai dijual. Klamby sendiri dalam bahasa Jawa (Klambi) yang memiliki arti pakaian atau busana. 

Merintis Klamby saat masih menjadi mahasiswa bukanlah hal mudah bagi Nadine. Selain fokus pada bisnisnya, ia juga harus menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan pada 2014 silam. Saat itu pula Nadine mengalami masa jatuh bangunnya sebagai pebisnis.

Selama dua bulan fokus mengerjakan skripsi, Nadine harus menjual mobil bekas yang dulu digunakan untuk operasional Klamby. Uang hasil penjualan itu digunakan untuk membayar gaji 10 karyawan saat bisnis berhenti sementara. Setelah lulus, Nadine mulai membangun kembali Klamby dari nol dengan sistem pre-order, yang memberinya waktu produksi 2–4 minggu. Tahun 2015, Klamby beralih ke sistem ready stock, membuat bisnis berkembang lebih cepat.

Pada 2016, Nadine mulai menghadirkan koleksi bermotif dengan teknik printing pabrik. Respon pasar sangat positif. Kemudian 2018, ia meluncurkan koleksi bertema grains atau padi, dan melakukan promosi besar-besaran bersama influencer di Yogyakarta. 

Kampanye ini sukses besar, membuat pesanan membludak. Sejak saat itu, Nadine terus merancang koleksi bermotif khas Nusantara. Hingga kini, sudah ada 10 motif daerah yang diangkat Klamby.

Baca Juga: Mengenal Sosok Peggy Hartanto, Desainer Indonesia yang Mendunia

Nama Klamby makin dikenal setelah merilis koleksi bertema Nusa Tenggara pada 2019. Strategi kolaborasi dengan influencer seperti Hamidah Rachmayanti, Dwi Handa, dan muse seperti Citra Kirana juga turut memperkuat brand. 

Untuk menjaga eksklusivitas, Klamby yang juga dikenal dengan nama Wearing Klamby rutin merilis koleksi terbatas setiap tahun. Kini, Klamby hadir di berbagai toko offline dan mal besar, dengan penjualan online yang tetap kuat. Omzet rata-rata per bulan bahkan mencapai Rp4 miliar.