Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah. Hal ini menimbulkan beberapa masalah, salah satunya pengelolaan sampah.
Akademisi sekaligus pendiri Pojok Sosial Ekologi, Ica Wulansari, pun menuturkan bahwa kondisi sampah plastik di Indonesia saat ini sudah sangat kritis. Menurutnya, pertumbuhan populasi yang cepat, peningkatan tingkat konsumsi dan gaya hidup konsumeristik juga turut mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan.
Meskipun Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 menetapkan langkah-langkah pengurangan dan penanganan sampah, namun kata Ica, penerapannya belum maksimal. Data menunjukkan bahwa hanya sekitar 49,8 persen dari total sampah yang dikurangi dan 14,5 persen yang ditangani dengan baik pada tahun 2022.
Lebih lanjut, Ica pun menuturkan bahwa dalam konteks pengurangan sampah oleh produsen, pemerintah Indonesia sebenarnya mewajibkan produsen mengelola kemasan produk yang tidak dapat terurai atau sulit terurai oleh proses alam.
"Peraturan tentang sampahnya sendiri sebenarnya sudah ada. Dalam UU No 18 Tahun 2008 juga sebenarnya sudah mengamanatkan bagaimana produsen itu seharusnya bertanggung jawab terhadap sampah kemasan plastik yang dihasilkannya untuk mengurangi volume sampah plastik. Di sisi lain juga, Kementerian LHK No 75 Tahun 2019 sudah ada peraturan yang menekan. Namun, memang masalah regulasi ini ada dalam tataran implementasi," tutur Ica, saat ditemui Olenka di Jakarta, belum lama ini.
Baca Juga: Akademisi Ungkap Kondisi Pengelolaan Sampah di Indonesia, Masihkah Baik-Baik Saja?
"Produsen memang punya tanggung jawab untuk mengelola sampah produksi dan konsumsi dan ada aturannya. Bukan hanya karena konsumennya punya kebiasaan habis pakai buang," lanjut Ica.
Menurutnya, produsen yang bergerak di sektor manufaktur, ritel, kosmetik, jasa makanan dan minuman misalnya, wajib melakukan pengurangan sampah yang bersumber dari produk kemasan melalui pendekatan pengurangan, penggunaan kembali, dan daur ulang. Namun, ia mengatakan bahwa efektivitas penerapan beleid tersebut masih belum maksimal.
"Produsen diminta untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban saat nanti produk mereka telah menjadi sampah. Namun, harus saya katakan ini belum efektif dan maksimal implementasinya," tegasnya.
Ica mengingatkan, Kementerian LHK memiliki target agar produsen mampu mengurangi sampah kemasan sebesar 30 persen pada tahun 2029, sehingga hal ini dapat mendorong tumbuhnya bisnis berkelanjutan dan ekonomi sirkuler di Indonesia. Namun lagi-lagi ia mengatakan jika implementasi dari aturan tersebut belum maksimal guna memaksa produsen melakukan upaya-upaya untuk memproses sampah kemasannya atau berupaya untuk membuat mekanisme mengembalikan sampahnya itu.
"Artinya, regulasinya sudah ada, tapi ini nampaknya kemauan politiknya, keinginannya, untuk kita bisa sama-sama melakukan itu untuk mengurangi sampah plastik secepat mungkin, karena memang kondisi sampah di Indonesia saat ini sudah kritis ya, bukan lagi masalah tapi sudah masuk tingkat krisis" paparnya.
Ica pun menyebut, produsen masih harus mengelola sampah karena masyarakat masih terbiasa langsung membuang plastik meski baru sekali pakai. Tidak cuma itu, kata Ica, produsen juga harus mengedukasi konsumen dan masyarakat agar bertanggung jawab terhadap produk kemasan plastik mereka hingga bisa mengurangi timbulnya sampah di lingkungan sekitar ataupun tempat pembuangan akhir (TPA).
Atau cara lainnya, sambung Ica, yakni dengan mengajak konsumen untuk mengembalikan kemasan kosong produk ke toko langsung dan mendapat poin yang kemudian bisa jadi alat tukar mendapatkan produk
"Sebenarnya sudah ada beberapa produsen kosmetik atau produk kecantikan yang melakukan itu, di mana produsen tersebut meminta konsumennya mengembalikan botol atau sampah plastiknya ke toko. Nah, nanti konsumen yang mengembalikan kemasan bekas produk tersebut dapat poin belanja. Tapi sayangnya, yang melakukan hal itu belum serempak, jadi masih hanya beberapa persen saja," tandas Ica.
Baca Juga: Peresmian Waste Station Kerja Sama Rekosistem-MCI di Hari Peduli Sampah Nasional