Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendadak membetot perhatian publik Tanah Air, pasalnya partai politik besutan putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep itu tiba-tiba saja moncer di aplikasi penghitungan suara secara virtual milik Komisi Pemilihan Umum (KPU), Sirekap. 

Dalam waktu yang relatif  singkat perolehan suara nyaris sampai diambang batas parlemen dengan persentase suara  mencapai 3,13 persen, padahal sebelumnya PSI terseok-seok di papan bawah dan diprediksi gagal melenggang ke Senayan. 

Meledaknya suara PSI dalam waktu yang singkat ini jelas membuat banyak pihak menyeritkan dahinya, itu adalah fenomena yang sukar dinalar.

Baca Juga: Cerita Prabowo di Balik Uji Coba Makan Siang Gratis: Anak-anak Makan, tapi Kadang Lauknya Dibungkus untuk Keluarga di Rumah

Berangkat dari ketidakpercayaan itu, tudingan kecurangan mulai berdatangan dari berbagai pihak, salah satunya dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), parpol yang ikut mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. 

Libatkan Menteri dalam Operasi Senyap

Ketua Majelis Pertimbangan PPP, Romahurmuziy (Rommy) naiknya perolehan suara PSI yang terjadi secara tiba-tiba diduga kuat karena aksi penggelembungan suara. Dia bahkan mengklaim aksi main culas itu melibatkan aparat negara. 

Rommy mengatakan, desas desus aksi curang demi mengantarkan PSI ke parlemen senayan memang sudah santer di kalangan elite politik sebelum Pemilu, tak main-main target operasi itu adalah perolehan suara 50 ribu per kabupaten/kota di pulau Jawa dan 20 ribu di setiap kabupaten/kota di luar Jawa. 

Rommy mengaku, operasi senyap kali ini melibatkan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang dipimpin seorang menteri di kabinet Presiden Joko Widodo.

“Ini dilakukan dengan menggunakan dan membiayai jejaring ormas kepemudaan tertentu yang pernah dipimpin salah seorang menteri, untuk mobilisasi suara PSI coblos gambar," beber Rommy dilansir Olenka.id Senin (4/3/2024) 

Tak hanya itu, modus lain untuk memenangkan PSI lanjut Rommy adalah dengan memindahkan suara partai lain ke  PSI. Dimana suara yang dipindah adalah adalah perolehan yang paling kecil.

Rommy melanjutkan, penggelembungan suara PSI benar-benar dilakukan secara masif. Kecurangan kata dia tak hanya terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) namun hal ini dimulai dari di pleno tingkat kecamatan.

"Setidaknya itu yang saya dengar dari salah satu aktivisnya yang diberikan pembiayaan langsung oleh aparat sebelum pemilu,” ujarnya. 

Jadi Agenda Angket

Rommy mengatakan dugaan penggelembungan suara PSI bakal bakal dimasukan dalam materi  hak angket dugaan kecurangan Pemilu yang akan digulirkan di DPR dalam waktu dekat ini. 

"Ini (dugaan penggelembungan suara) menjadi materi hak angket," kata Rommy.

Baca Juga: Menakar Peluang Anies Baswedan di Pilgub DKI Setelah Pilpres 2024

Baca Juga: Jokowi Sebut Stok Beras Tak Ada Masalah, Apalagi Harganya yang Mulai Turun

Apabila dugaan penggelembungan suara itu sudah resmi menjadi salah satu materi angket maka semua penyelenggara pemilu diminta untuk dipanggil dan memberikan keterangannya di DPR. Adapun para penyelenggara Pemilu yang bakal dipanggil kata Rommy terdiri dari KPPS, PPS, PPK, KPUD dan KPU serta Bawaslu.

"Tidak tertutup kemungkinan aparat-aparat negara lainnya kita panggil," tegasnya.

Rommy menegaskan, dugaaan kecurangan Pemilu seperti ini tak bisa didiamkan begitu saja. Tindakan main culas itu harus segera dihentikan. Untuk itu dia meminta kepada para penyelenggara Pemilu agar serius mengusut laporan dugaan kecurangan tersebut 

"Agar tindakan-tindakan kecurangan Pemilu semacam ini dihentikan," tandasnya.

Respons KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) buka suara terkait lonjakan perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Pemilu 2024. Komisioner KPU, Idham Kholik menganggap hal ini wajar, sejauh ini pihaknya tak mengendus adanya kecurangan sebagaimana yang dituduhkan.

KPU kata Idham tetap berpatokan pada hasil formulir C yang kemudian diunggah di aplikasi daring milik KPU, Sirekap yang dapat diakses masyarakat.

Baca Juga: Prabowo Berencana Sulap Sawit dan Singkong Jadi Bensin

"Data perolehan suara yang terdapat dalam foto dokumen formulir Model C Hasil Plano adalah sumber atau rujukan utamanya," kata Idham.

Adapun formulir model C berasal dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang merekap hasil pemilihan di setiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada hari pencoblosan. Prosesi perekapan data terbuka untuk umum sehingga masyarakat dapat melihatnya secara langsung. Tak hanya masyarakat proses ini juga ikut diawasi oleh perwakilan Bawaslu yakni Pengawas TPS dan saksi dari partai politik.

Idham mengatakan, dalam melakukan penghitungan suara, KPU juga tak serampangan. Mereka melakukan itu secara bertahap untuk meminimalkan kesalahan. 

Jadi apabila ada pihak-pihak yang menuding curang, kata Idham mereka mesti menunjukan bukti kuat agar hasil yang telah terekap dapat dievaluasi.

Baca Juga: Respons Kubu Anies, Prabowo, dan Ganjar Soal Film Dirty Vote

"(Nantinya) hasil resmi perolehan suara peserta pemilu berdasarkan rekapitulasi berjenjang dimulai dari PPK, KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi sampai dengan KPU RI," ujarnya.