Wacana pemilihan kepala daerah lewat DPR mendapat penolakan dari PDI Perjuangan dan Partai Demokrat. Wacana itu telah mendapat dukungan dari sejumlah partai politik seperti Golkar, Gerindra, PAN dan PKB.

Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengatakan pihaknya menolak wacana tersebut karena sejumlah pertimbangan salah satunya karena amanat Undang-undang Dasar 1945 yang juga tak menghendaki hal itu bahkan ada putusan MK yang mendukung pemilihan secara langsung.

Baca Juga: Penghapusan Presidential Threshold Tak Berdampak Pada Jumlah Paslon Capres-Cawapres di Pemilu Mendatang

"Tapi secara prinsip bahwa Undang-Undang Dasar kita sudah mengatakan Pasal 18 dipilih secara demokratis dan ada putusan MK yang dimaksud dengan demokratis adalah pemilihan secara langsung, itu aturan yang harus kita jaga bersama-sama," kata Guntur Romli dilansir Rabu (24/12/2025). 

Di sisi lain partai politik yang mendukung wacana ini juga punya alasan kuat untuk mendukung usulan tersebut, salah satunya adalah untuk menghindari praktik politik uang jika kepala daerah dipilih lewat pemilu.  Tak hanya itu pemilihan kepala daerah via DPR juga dinilai lebih irit ongkos. 

Namun alasan itu langsung dibantah Guntur Romli, baginya kemungkinan politik uang juga masih tetap terjadi apabila kepala daerah dipilih lewat DPR. 

"Emang ketika dipilih DPRD enggak ada money politic? Ya kan? Masalahnya kan money politic itu hanya terjadi misalnya dalam lingkaran DPRD itu sendiri, kalau langsung ya mungkin melibatkan lebih banyak. Tapi artinya money politic itu tetap akan ada. Artinya apa? Isunya adalah soal penegakan hukum," ujarnya. 

"Soal biaya politik, PDI Perjuangan benar-benar ketat bahwa tidak ada yang namanya mahar-mahar politik. Kalau biaya gotong royong untuk kampanye, untuk saksi, itu hal yang wajar. Karena itu terkait dengan misalnya soal kampanye, kemudian saksi," tambahnya. 

Senada, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat, Renanda Bachtar juga mengatakan, pemilihan kepala daerah lewat DPR tidak menjadi jaminan untuk menghilangkan praktik politik uang. 

Justru sebaliknya, mengubah cara pemilihan kepala daerah lewat DPR justru memindahkan praktik politik uang ke tempat yang lebih terang. 

"Siapa bisa menjamin pilkada lewat DPRD bisa menghapus politik uang? Potensi politik uang hanya pindah tempat sangat terbuka," kata Renanda. 

Menurut dia, posisi partainya soal pilkada langsung sudah klir. Partai Demokrat, kata dia, pernah menolak pilkada tak langsung pada 2014 saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi ketua umum.

Kala itu, SBY yang juga menjabat sebagai Presiden, menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk menganulir aturan pilkada tak langsung yang disahkan DPR melalui UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Posisi Demokrat clear soal ini. Kami pernah menolaknya di tahun 2014," kata Renanda.

Renanda mengatakan partainya tak ingin demokrasi berjalan mundur. Menurut dia, hak politik rakyat dengan memilih pemimpinnya merupakan hal yang baik dan tak perlu dihilangkan karena kepentingan politik sesaat.

Baca Juga: Mengukur Efektivitas Komunikasi BNPB dalam Penanganan Bencana Sumatra

Meski situasi politik saat ini mulai menghangat, Renanda menilai situasi politik harus tetap kondusif. Menurutnya, ide tidak populis tak boleh mengganggu ketenangan masyarakat.

"Saat ini kondusifitas politik sudah agak mendekati ambang hangat. Mari kita jaga agar semakin kondusif," katanya.