Meskipun konsumen makin tertarik pada keberlanjutan dan masa depan energi yang ramah lingkungan, sebagian besar konsumen tidak bersedia memberikan lebih banyak sumber daya agar penggunaan energi mereka lebih berkelanjutan, menurut laporan dari EY Energy Transition Consumer Insights. Survei ini mencakup 100.000 konsumen energi perumahan di 21 pasar di seluruh dunia selama tiga tahun. Tahun ini, terdapat hampir 2.900 responden yang tersebar di Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Survei ini juga menemukan bahwa 81% konsumen energi di Asia Tenggara percaya bahwa mereka telah berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan keberlanjutan, dan 83% mengatakan bahwa tanggung jawab pengelolaan penggunaan energi berkelanjutan terletak pada penyedia energi. Faktanya, setidaknya ada sepertiga (35%) dari responden yang tidak bersedia membayar lebih untuk produk yang lebih ramah lingkungan. Sementara, di antara mereka yang bersedia, mayoritas adalah generasi Z dan milenial.
Baca Juga: Makin Berkembang, AC Ventures Soroti Kesiapan Indonesia dalam Investasi Energi Surya
"Konsumen menghadapi ketidakpastian saat ini di mana kita memasuki fase baru transisi energi. Konsumen menginginkan masa depan energi yang bersih, tetapi memerlukan berbagai dukungan untuk membuat pilihan energi pribadi. Untuk menutup kesenjangan antara niat dan tindakan konsumen, semua orang di ekosistem energi yang lebih luas, termasuk penyedia energi dan pemerintah, harus bekerja sama untuk memanfaatkan segala hal," ucap Mark Bennett, EY Asia-Pacific Energy & Resources Customer Experience Transformation Leader, dikutip Kamis (30/5/2024).
Posisi Indonesia dalam Indeks Kepercayaan Konsumen Energi EY
Posisi Indonesia dalam Indeks Kepercayaan Konsumen Energi EY 2024 menunjukkan optimisme dan kesiapan kolektif bangsa terhadap masa depan energi bekelanjutan. Konsumen Indonesia makin percaya diri terhadap prospek sektor energi negara seiring dengan peralihan menuju infrastruktur yang lebih tangguh dan lebih ramah lingkungan.
Meskipun dipandang positif, masih terdapat keraguan di kalangan masyarakat Indonesia untuk berinvestasi pada solusi energi berkelanjutan. Hal ini disebabkan oleh persepsi biaya awal yang tinggi, kurangnya pemahaman komprehensif mengenai manfaat jangka panjang dan kebutuhan akan pilihan pembiayaan yang lebih mudah diakses. Untuk menjembatani kesenjangan ini, penyedia energi dan regulator didesak untuk mengambil langkah-langkah yang proaktif, termasuk inisiatif pendidikan, insentif keuangan, dan promosi teknologi hemat energi yang dapat menunjukkan efektivitas biaya dan manfaat lingkungan dari konsumsi energi berkelanjutan.
Strategi Penyedia Energi dan Peran Pemerintah dalam Transisi Energi
Bangkit Kuncoro, EY Indonesia Consulting Partner, menyatakan, "Penyedia energi di Indonesia dapat mendorong konsumsi energi berkelanjutan dengan merancang strategi transisi energi terbarukan, memanfaatkan insentif pajak dan pembiayaan untuk energi ramah lingkungan, memanfaatkan teknologi untuk dekarbonisasi, memberi masukan mengenai peraturan dan ekonomi terbarukan termasuk sumber daya manusia dan strategi pasar. Intinya, pendekatan ini bertujuan untuk menyederhanakan peralihan menuju lanskap energi yang lebih bersih dan terbarukan sehingga memastikan masa depan Indonesia yang lebih ramah lingkungan.”
Pemerintah Indonesia dapat memfasilitasi transisi menuju energi berkelanjutan dengan menerapkan kebijakan yang mendukung dan memberikan insentif finansial. Dengan mengenalkan peraturan yang mendukung penerapan energi terbarukan, serta menawarkan subsidi dan kredit pajak, pemerintah dapat mengurangi hambatan bagi konsumen dan penyedia energi. Investasi dalam modernisasi infrastruktur juga penting, untuk memastikan jaringan listrik dapat menangani peningkatan penggunaan sumber energi terbarukan.
Baca Juga: Pertamina NRE–Masdar Teken Kerja Sama Energi Terbarukan di Indonesia dan Internasional
Kesadaran Masyarakat, Inovasi, dan Pembelajaran dari Contoh Internasional
Selain itu, kampanye kesadaran masyarakat dan proses peraturan yang disederhanakan dapat mempercepat adopsi konsumen. Upaya kolaboratif dalam penelitian dan pengembangan akan mendorong inovasi, menjadikan teknologi berkelanjutan lebih hemat biaya dan efisien. Berbagai inisiatif ini dapat membantu menyelaraskan niat konsumen Indonesia dan penyedia energi dengan tindakan nyata dan berdampak menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan.
Bangkit menambahkan, "Setelah kinerja Indonesia yang kuat pada Indeks Kepercayaan Konsumen Energi EY 2024, penyedia energi negara siap untuk memimpin upaya dalam mendorong konsumsi energi berkelanjutan. Tantangan yang dihadapi perusahaan-perusahaan ini ialah menyeimbangkan keterjangkauan, kualitas, dan keramahan lingkungan—tiga faktor utama yang penting dalam penerapan solusi energi berkelanjutan secara luas.”
Indonesia dapat mengambil pelajaran berharga dari Denmark dan Jerman, yang telah berhasil mengintegrasikan energi terbarukan secara signifikan ke dalam jaringan listrik nasional mereka. Investasi Denmark pada energi angin dan kerangka kebijakan transisi energi di Jerman menawarkan rencana yang jelas dalam penerapan energi terbarukan yang efektif. Selain kedua negara tersebut, di Norwegia kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta telah mendorong negara ini menjadi yang terdepan dalam adopsi kendaraan listrik, memberikan wawasan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung praktik berkelanjutan.
Keyakinan yang Kuat di Kalangan Konsumen Asia Tenggara Terhadap Transisi Energi
Temuan survei ini digabungkan ke dalam Indeks Kepercayaan Konsumen Energi EY yang mengukur, melacak, dan membandingkan seberapa percaya diri konsumen terhadap situasi energi mereka, pasar energi dan masa depan transisi energi dalam 38 indikator kemajuan transisi energi.
Indeks ini menemukan fakta bahwa konsumen di Asia Tenggara lebih percaya diri mengenai masa depan energi mereka dibandingkan dengan responden global. Indonesia menempati peringkat ke-2 Indeks dengan skor 72,2; Malaysia menempati peringkat ke-3 dengan skor 69,4; Singapura menempati posisi ke-6 dengan skor 61,7. Sebagai perbandingan, skor rata-rata global adalah 58,7.
Bennett mengatakan, "Temuan ini mengungkap korelasi antara kemajuan negara-negara dalam transisi energi dan kepercayaan konsumen. Seiring dengan kemajuan pasar dalam transisi energi, kepercayaan konsumen mula-mula meningkat, mencerminkan sentimen positif di masa depan, sebelum turun tajam. Hal ini mungkin terjadi karena transisi energi beralih dari konsep ke implementasi, besaran, kerumitan dan tingkat gangguan yang melekat dalam perjalanan ini menjadi makin jelas bagi konsumen.”
“Mengingat Asia Tenggara masih berada di tahap awal dalam transisi energi, konsumen di kawasan ini masih lebih percaya diri mengenai masa depan energi mereka jika dibandingkan dengan responden global. Membangun dan menjaga kepercayaan konsumen sepanjang perjalanan transisi energi merupakan faktor penting yang menentukan kemampuan suatu negara untuk mentapai tujuan dekarbonisasinya. Asia Tenggara berada dalam posisi yang unik untuk belajar dari pengalaman negara-negara yang sudah lebih maju dalam perjalanan transisi energinya dan memilih untuk melakukan beberapa hal secara berbeda dalam mencapainya komitmen net-zero," ucapnya melanjutkan.
Baca Juga: PHE Buktikan Kinerja Cemerlang Lewat Komitmen Pemenuhan Energi Nasional
Konsumen Kehilangan Kepercayaan Pada Tiga Aspek Energi
Meskipun mereka yakin akan masa depan energi mereka, banyak yang mengatakan bahwa sistem energi tidak memenuhi tiga aspek mendasar dari pengalaman energi: keterjangkauan, akses dan daya tarik. Sekitar setengah (45%) responden di Asia Tenggara yakin akan keterjangkauan biaya energi mereka; 49% yakin mereka mempunyai akses terhadap pilihan energi bersih dan baru; sementara 23% akan mengadopsi produk dan layanan energi baru jika pembelian dan pemasangannya lebih mudah.
Selain itu, 86% responden di Asia Tenggara mengharapkan penyedia energi mereka menawarkan produk berbiaya rendah dan berkualitas tinggi. Meskipun seperempat (24%) responden di Asia Tenggara merasa puas dengan produk dan layanan dari penyedia energi mereka, mereka ingin melihat peningkatan produk dan layanan berkelanjutan dari penyedia energi tersebut (42%).
Eric Jost, EY Asean Energy & Resources Leader, mengatakan, “Perubahan semakin cepat secara eksponensial dalam berbagai transisi energi di dunia. Sektor energi sedang mengalami gangguan yang signifikan dan lajunya semakin meningkat. Salah satu faktor yang mendorong perubahan ini adalah permintaan konsumen akan solusi energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.”
“Riset EY menunjukkan konsumen tertarik pada perubahan namun menginginkan mitra untuk membantu. Hal ini menciptakan peluang bagi penyedia energi untuk mengubah diri mereka menjadi penasihat terpercaya – membuat perubahan lebih mudah, lebih cepat, lebih luas dan lebih dalam. Pendekatan transisi energi yang luas dan berpusat pada konsumen adalah untuk mempercepat kemajuan menuju sistem energi yang lebih adil, lebih ramah lingkungan dan lebih baik yang memberikan nilai lebih bagi semua orang.”